Views: 181
PEKANBARU, JAPOS.CO – Berkali-kali gagal Pengadilan Negeri (PN) Siak kembali merencanakan Constatering (pencocokan) dan Eksekusi lahan seluas 1.300 Hektar milik warga yang bersertipikat di Desa Dayun, Kabupaten Siak.
Constatering dan Eksekusi rencananya akan dilaksanakan pada Senin, (12/12/2022) mendatang setelah 3 kali pelaksanaan eksekusi sebelumnya gagal.
Diketahui, eksekusi lahan itu disengketakan PT Duta Swakarya Indah (DSI) selaku pemohon dan PT Karya Dayun sebagai termohon.
Menanggapi rencana itu, Pakar dan Auditor Hukum, Dr Robintan Sulaiman berpendapat bahwa secara normatif yuridis, eksekusi bisa dilakukan apabila putusan tersebut tidak mempunyai halangan untuk dilakukannya eksekusi. Dijelaskan dia, ada dua hal yang perlu dicermati dan diperhatikan dalam pelaksanaanya.
“Dengan catatan, bahwa objek itu harus benar, harus sesuai dengan eksekusi. Jadi tidak bisa objeknya di wilayah A dieksekusi di wilayah B karena adanya error ini petitum,” ujar Dr Robintan melalui sambungan telepon, Selasa (6/12/2022).
Kedua, ketika putusan diucapkan maka ada produk hukum yang harus dihormati sepanjang tidak ada upaya apapun baik itu banding maupun kasasi.
“Maka putusan itu menjadi putusan yang tetap, hanya saja harus benar terkait constatering itu. Perlu diukur kembali objeknya benar atau tidak. Kalau itu objeknya salah, sudah pasti menimbulkan masalah baru. Harusnya Pengadilan sudah tau itu, karena kalau ada objek yang salah berarti non executable (tidak bisa dieksekusi) kalau objek ya salah,” tegasnya.
Secara gamblang ia menjelaskan, sebelum objek dieksekusi, harus dipastikan objek atau lahan tersebut sudah bersih dari sengketa atau alas hak yang lain.
“Bisa dilihat objek itu sudah bersih belum, artinya tidak ada sengketa disitu, tidak ada alas hak yang lain di objek itu. Kalau ada objek yang lain, itu harus ada penyelesaian dulu, tidak serta-merta bisa dieksekusi. Kalau itu tetap dilakukan akan menyalahi,” paparnya.
Terkait soal PT DSI yang hingga saat ini belum memiliki Hak Guna Usaha, Dr Robintan mengatakan
“Itu ada cacat prosedur kalau seperti itu. Biasanya putusan itu sudah memeriksa semua apakah benar yang bersangkutan atas dasar kepemilikan yang bersangkutan. Kalau itu (HGU, red) tidak ada berarti tidak ada alas hak yang benar atau tidak mempunyai alas hak yang benar. Ada satu kecacatan dalam proses itu. Mustahil sebuah putusan diberikan terhadap objek yang belum jelas.
“Saya ngomong yang normal ya, tidak mungkin satu putusan itu diberikan atas dasar objek yang belum jelas,” bebernya.
Terpisah, Ketua DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH juga buka suara terkait rencana Constatering dan Eksekusi jilid 4 yang kembali akan digelar PN Siak pekan depan.
Sunardi menegaskan, dalam UU diketahui bahwa tanah, air dan udara merupakan milik negara sampai hari ini. Pertanyaannya, apakah PT DSI telah diberikan legalitas oleh negara untuk mengelola atau wewenang yang sah berupa HGU.
“Sampai saat ini PT DSI belum ada HGU, sedangkan masyarakat telah menerima hak dari negara berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) . Selain itu pejabat pemerintah selaku wakil dari negara telah mengeluarkan surat berupa SKT, SKGR dan legalitas lainnya,” tegas Sunardi.
Menurutnya, berkaca kepada hal ini, kita harus mempertanyakan karena sampai hari ini negara belum memberikan hak (HGU) kepada PT DSI.
Terkait rencana Constatering dan Eksekusi yang akan digelar PN Siak Senin depan, pihaknya selaku pemegang kuasa dari pemilik lahan yang sah berupa SHM dari BPN Siak mempertanyakan keputusan itu. Menurutnya, rencana Constatering dan Eksekusi itu perlu dikaji dan diteliti oleh PN Siak kepada pemohon yaitu PT DSI.
“Apakah yang bersangkutan memenuhi kewajiban berupa kepemilikan HGU dari pemerintah setempat. Setelah ada HGU tentu akan dikaji apakah lokasi Constatering dan Eksekusi itu di dalam wilayah HGU,” papar Sunardi.
Menurutnya, kalau HGU belum ada atau belum dikeluarkan oleh instansi berwenang, maka dengan tegas pihaknya bersama masyarakat pemegang alas hak yang dikeluarkan negara akan menolak rencana itu.
“Karena objek yang dilakukan Constatering dan Eksekusi belum jelas dan lokasi yang menjadi sasaran bukan milik PT Karya Dayun, melainkan milik masyarakat,” tegasnya.
Sampai detik ini, kata Sunardi, tidak ada putusan yang membatalkan Sertipikat milik warga itu batal dan tidak sah.
Kalau yang akan dieksekusi itu di KM 8 dan lahan itu milik PT Karya Dayun, pihaknya akan mendukung dan tidak akan menghalang-halangi rencana Constatering dan Eksekusi dari PN Siak.
“Silahkan datangi mana lahan milik PT Karya Dayun, silahkan datangi mana lokasi di KM 8. Jangan sesekali memasuki tanah atau lahan milik warga yang bersertipikat, karena itu tidak masuk dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tadi,” ucapnya.
Diungkap Sunardi, beberapa waktu lalu pihaknya telah mendapatkan bukti ada dugaan suap senilai Rp7 miliar yang diduga sebagai kompensasi terkait pelaksanaan Constatering dan Eksekusi yang dilakukan PN Siak.
Uang itu dititipkan pada dua bank swasta berbeda di pekanbaru oleh M yang merupakan bos PT DSI.
Terkait hal itu, LSM Perisai telah menyerahkan bukti itu dan telah membuat laporan adanya dugaan suap tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
“Dugaan suap ini terkait Constatering dan Eksekusi, itu yangenyampaikan bukan saya, namun saksi saya. Saat ini saksi sudah dilakukan pemeriksaan dan dimintai keterangan oleh pihak kejaksaan. Dia membenarkan bahwa dugaan suap senilai Rp7 miliar itu sebagian besar akan diserahkan kepada PN Siak apabila berhasil melakukan Constatering dan Eksekusi. Itu sudah disampaikan saksi di Kejaksaan,” beber Sunardi.
Ia berharap pelaksanaan Constatering dan Eksekusi yang akan dilaksanakan PN Siak itu perlu dikaji ulang dan dibahas secara detail dengan menghadirkan saksi ahli yang bisa memberikan pemahaman-pemahaman hukum.
“Apakah putusan itu bisa dilaksanakan apa tidak, itu sepertinya perlu dikaji ulang dengan mendatangkan saksi ahli yang bisa memberikan pemahaman hukum,” tutup Sunardi.( AH )