Views: 151
SIAK, JAPOS.CO – PT Duta Swakarya Indah (DSI) tidak hadir dalam pertemuan dengan masyarakat Kampung Tengah, Kecamatan Mempura yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak.
Pertemuan itu digelar di kantor Bupati Siak pada Selasa (1/11/2022) tidak satupun perwakilan dari PT DSI hadir tanpa alasan yang jelas. Pertemuan tersebut tetap dilakukan meski sudah menunggu lebih kurang 30 menit untuk memastikan kehadiran para pihak. Akhirnya, pertemuan berlangsung tanpa ada pihak PT DSI.
Pertemuan tersebut dipimpin Asisten I Setdakab Siak Fauzi Azni, dihadiri Kepala Bagian Pertanahan Setdakab Siak Amin Soimin, Kepala Bagian Hukum Setdakab Siak Asrafli, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Siak, perwakilan Kantor Camat Mempura, pihak Pemerintahan Kampung Tengah, Bhabinkamtibmas Kampung Tengah Aipda Irhami dan masyarakat yang bersengketa dengan PT DSI.
Puluhan masyarakat yang bersengketa dengan PT DSI ikut hadir pada pertemuan itu. Namun hanya 4 orang perwakilan dari masyarakat yang diminta berbicara dalam forum tersebut.
Asisten I Setdakab Siak, Fauzi Azni merasa kecewa atas mangkirnya PT DSI dari panggilan audiensi tersebut. Namun demikian ia berjanji akan meneruskan aspirasi dan keluh kesah warga tersebut ke Bupati Siak Alfedri.
“Pertama, Pemkab Siak tidak bisa mencampuri masalah hukum, poin kedua kami menerima aspirasi dari masyarakat yang disampaikan tadi,” kata Fauzi Azni.
Ia berjanji akan mengundang kembali PT DSI untuk bertemu warga. Ia berharap PT DSI bisa hadir dan membentuk kesepakatan untuk penyelesaian kasus itu.
Dalam forum itu, mantan Kepala Desa Kampung Tengah, Iskandar bin Abubakar(49), sangat menyayangkan sikap PT DSI yang tidak mau menghadiri pertemuan itu. Padahal masyarakat sangat siap berhadapan dengan pihak DSI di dalam forum yang ditengahi Pemkab Siak.
“Undangan Pemkab Siak saja tidak dihormatinya apalagi kami yang masyarakat ini. Saya sebenarnya sudah muak dengan petinggi-petinggi PT DSI itu,” kata
“Ada 80 KK mempunyai lahan seluas 191 Ha yang belum diganti rugi PT DSI, namun PT DSI tetap berupaya menguasai lahan-lahan ini. Padahal masyarakat mempunyai alas hak berupa SKT atau SKGR, ada yang dari tahun 90 an dan 2000 an,” ujar Iskandar.
Jika urut, penguasaan lahan oleh masyarakat jauh lebih dahulu dibanding kedatangan PT DSI. Selain itu, ganti rugi yang dilakukan DSI jauh lebih murah dibanding harga pasar.
Meskipun Iskandar menjabat sebagai Kepala Desa kampung Tengah, Mempura, dirinya tetap menjadi korban PT DSI. Ia mempunyai lahan seluas 4 Ha, di dua lokasi terpisah. Lahan itu sudah ditanaminya karet namun digarap oleh PT DSI.
“Lima ekskavator PT DSI di lahan saya, mereka meratakan karet yang sudah tumbuh baik,” sebutnya.
Peristiwa itu terjadi pada 2013. Setelah lahan milik Iskandar berhasil digarap barulah ditawarkan uang sagu hati. Seluas 1 Ha lahan milik Iskandar hanya diganti Rp 5 juta
Iskandar mengaku, jika lahan tidak diberikan kepada PT DSI ia juga tidak sanggup untuk melawan PT DSI. Apalagi jika dihadapkan ke masalah hukum, jangankan masyarakat dia sebagai Kepala Desa saja merasa kalah.
Pengalaman itu menjadikan Iskandar ikut membela masyarakat yang bisa mempertahankan lahannya sampai sekarang. Ia berpesan agar masyarakat yang lain tetap bertahan dan tidak mau diganti rugi dengan harga murah tutup Iskandar. (AH)