Views: 230
KOTA TANGERANG, JAPOS.CO – Terkait rencana penggusuran makam keramat buyut jenggot. Ratusan massa membawa bendera kuning, keranda mayat, hingga pocong melakukan aksi unjuk rasa di depan pintu gerbang Kantor Wali Kota Tangerang, Senin (31/10/2022).
Dalam orasinya, menuntut Wali Kota Tangerang bertindak agar makam Keramat Buyut Jenggot yang berlokasi di Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas tidak direlokasi atau digusur oleh pengembang.
Aksi massa tersebut sontak menjadi perhatian, karena selain menggeruduk pusat pemerintahan massa juga membawa sebuah keranda, dan puluhan pocong serta ratusan bendera kuning yang saat ini terlihat ditancapkan di sekeliling Pusat Pemerintahan atau pintu gerbang Kantor Wali Kota Tangerang.
Beragam reaksi di perlihatkan element masyarakat, salah satunya dari Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Pembela Hak Indonesia (PHI) Akhwil,SH, dan juga sebagai praktisi hukum ini.
Akhwil berpendapat, sebelumnya terkait status menjadikan makam Keramat buyut jenggot yang tidak dijadikan cagar budaya alam oleh pemerintah kota tangerang, padahal yang perlu diperjelas, seperti status lahan dan pemanfaatan nya. Menurut Akhwil, sebelum Lahan makam keramat tersebut jatuh ke tangan pengembang, lahan makam tersebut status nya seperti apa.
“Apa dasar Hukum pada Relokasi Makam? Apakah karena Pembangunan untuk kepentingan umum atau swasta,” kata Akhwil.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman (“PP 9/1987”), pengelolaan tanah tempat pemakaman di Indonesia dapat dibedakan dalam beberapa macam yang dijelaskan pada Pasal 1 huruf a, b, c, d, dan e PP 9/1987 maupun dalam angka 5 penjelasan umum peraturan tersebut, yaitu:
Pasal 1 PP 9/1987
a. Tempat Pemakaman Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II atau Pemerintah Desa.
b. Tempat Pemakaman Bukan Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan/atau badan keagamaan.
c. Tempat Pemakaman Khusus adalah areal tanah yang digunakan untuk tempat pemakaman yang karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan mempunyai arti khusus.
d. Krematorium adalah tempat pembakaran jenazah dan/atau kerangka jenazah.
e. Tempat Penyimpanan Jenazah adalah tempat yang menurut adat/ kebiasaan dipergunakan untuk menyimpan/menempatkan jenazah yang karena keadaan alamnya mempunya sifat-sifat khusus dibandingkan dengan tempat lain.
“Jadi terkait dengan adanya pembangunan untuk kepentingan umum, di asumsikan pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”), pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum,” jelas Akhwil.
Selain itu, menurut Akhwil, tahapan-tahapan pengadaan tanah tersebut pun harus sejalan dengan Pasal 13 UU 2/2012, yang menerangkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan
perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan
penyerahan hasil.
“Rencana Pembangunan yang dimaksud juga harus sejalan dengan Pasal 9 UU 2/2012, yaitu penyelenggaraan pengadaan tanah untuk Kepentingan umum, memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil,” tandasnya.
Dalam hal terjadi pembangunan demi kepentingan umum, Kewajiban masyarakat sebagaimana disebutkan Pasal 5 UU 2/2012 adalah sebagai berikut, pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk Kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Adapun yang disebut pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah,” tambahnya.
Menurut Akhwil, wajib yang dimaksud Pasal 5 UU 2/2012 bukan berarti pemerintah dengan sewenang-wenang mengambil tanah yang dikuasai atau dimiliki masyarakat.
Selanjutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 UU 2/2012, lembaga pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian dan dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.
“Pemberian Ganti Kerugian di Pasal 36 UU 2/2012 dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Karena demi kepentingan umum, Pasal 12 ayat (1) PP 9/1987 menyebut apabila terdapat suatu tempat pemakaman umum, tempat pemakaman bukan umum, krematorium,dan tempat penyimpanan jenazah yang dipandang tidak sesuai lagi dengan tata kota, sehingga menjadi penghambat peningkatan mutu lingkungan, secara bertahap diusahakan pemindahannya ke suatu lokasi yang disesuaikan dengan rencana pembangunan daerah dan rencana tata kota serta memperhatikan rencana pembangunan daerah atau rencana pembangunan tata kota.
Yang dimaksud dengan hambatan bagi peningkatan mutu lingkungan di atas antara lain keadaan yang merusak, keserasian dan keseimbangan lingkungan, fungsi pemukiman, keindahan.
Pemindahan yang dimaksud tidak senantiasa berarti disediakan lokasi baru, akan tetapi dapat juga ditampung pada lokasi yang sudah ada yang telah disesuaikan dengan rencana tata kota dan rencana pembangunan daerah, dan ketentuan sebagai berikut :
1.Tidak berada dalam wilayah yang padat penduduknya;
2. Menghindari penggunaan tanah yang subur;
3. Memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup;
4 Mencegah pengrusakan tanah dan lingkungan hidup;
5. Mencegah penyalahgunaan tanah yang berlebih-lebihan.
“Artinya pemerintah memiliki 2 opsi dalam hal terjadi penggusuran tempat pemakaman, yaitu menyediakan tempat pemakaman baru atau memindahkan jenazah ke tempat pemakaman yang sudah ada sebelumnya,” tutup Akhwil.
Saat dikonfirmasi kepada kordinator aksi, ‘Marshel’ yang akrab menyampaikan rencananya, kalau aksi mereka akan berlangsung hingga sepekan mendatang. Hingga memasuki hari kedua aksi, 1 November 2022, masih terlihat tenda spanduk bertuliskan kalimat “Selamatkan Makam Keramat Buyut Jenggot”. “Tolak Relokasi”.( bung)