Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINEJAWAJawa Barat

DP2KBP3A Bersama P2TP2A Berikan Trauma Healing, Empat Terduga Pencabulan Anak Dibawah Umur Terancam Pidana 15 Tahun Penjara

×

DP2KBP3A Bersama P2TP2A Berikan Trauma Healing, Empat Terduga Pencabulan Anak Dibawah Umur Terancam Pidana 15 Tahun Penjara

Sebarkan artikel ini

Views: 227

CIAMIS, JAPOS.CO – Tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur yang terjadi di desa Cicapar Kecamatan Banjarsari beberapa bulan yang lalu, Polres Ciamis Polda Jabar menetapkan empat orang sebagai tersangka. Keempat tersangka merupakan warga Desa Cicapar Kecamatan Banjarsari. Hal tersebut disampaikan dalam Koferensi Pers di Aula pesat Gatra Mapolres Ciamis (06/07). “Terhadap laporan, berdasarkan hasil penyelidikan dan alat bukti yang ada terhadap terlapor sebanyak 4 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kapolres Ciamis AKBP Tony Prasetyo Yudhangkoro, SH., S.I.K., M.T., didampingi Kasat Reskrim Polres Ciamis AKP Muhammad Firmansyah, S.I.K., dan Kasi Humas Polres Ciamis Iptu Magdalena NEB,

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Lebih lanjut Kapolres Ciamis menjelaskan, keempat tersangka itu berinisial W (23), S (68), C (54), dan DH (67). Keempatnya bertempat tinggal di wilayah sekitar lingkungan tempat tinggal korban. Profesi para tersangka bermacam, mulai dari buruh tani maupun pekerja harian lepas. “Modus yang digunakan tersangka dengan membujuk korban yang masih dibawah umur dengan iming-iming uang sekitar Rp.2 ribu sampai Rp.5 ribu. Kejadian tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh keempat tersangka terjadi sejak bulan Maret-April 2022. Beberapa tersangka bahkan telah melakukan pencabulan lebih dari satu kali. Empat tersangka hasil penyelidikan dan keterangan para saksi serta tersangka. Ada yang melakukan pencabulan dirumah warga dan ada melakukan di kebun, dan melakukan dirumah tersangka. Pada salah satu tersangka yang melakukan di rumah warga itu sudah pernah ditegur oleh warga,” jelas AKBP Tony Prasetyo.

Atas perbuatan tersebut, keempat tersangka disangkakan dengan Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) Undang Undang No.17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. “Terkait dengan persangkaan pasal adalah Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) Undang Undang tentang perlindungan anak. Dimana ancaman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun,” ungkap Kapolres.

AKBP Tony Prasetyo menambahkan, terkait kondisi korban pihaknya telah berkoordinasi dengan dinas instansi terkait dalam pelaksanaan trauma healing. “Kondisi korban pada saat setelah dilaporkan kemudian melihat kondisi korban kami bekerja sama dengan instansi terkait dengan UPT PPA Provinsi Jabar terkait dengan trauma healing. Mudah-mudahan korban yang masih dibawah umur tidak mengalami tekanan traumatis yang berlebihan,” ujarnya.

Emak-Emak Galang Dana Untuk Korban

Sebelumnya dari informasi yang berhasil dihimpun tim Jaya Pos berawal dari pengusutan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan empat pria paruh baya terhadap anak berketerbelakangan mental yang terjadi Desa Cicapar, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, terkesan lamban. Menyikapi masalah ini, emak-emak warga Cicapar melakukan aksi unjuk rasa di kantor Desa Cicapar dan menggalang donasi untuk korban. Aksi puluhan emak-emak geruduk kantor Desa Cicapar, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis terjadi pada Kamis (30/6) lalu. Mereka mempertanyakan proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa salah seorang gadis yang mengalami keterbelakangan mental tersebut.

Dalam aksi unjuk rasa di kantor Desa Cicapar, emak-emak tersebut para kaum ibu tersebut membawa poster berisi tulisan meminta keadilan dan mempertanyakan proses hukum kepada kepala desa yang melakukan mediasi dan islah di Polsek Banjarsari. “Masyarakat merasa resah. Aksi solidaritas ini sebagai bentuk keprihatinan atas pelecehan seksual yang menimpa gadis berketerbelakangan mental,” kata Yeni Sumarni, warga Desa Cicapar.

Andar Suhendar, warga Cicapar mengatakan, kasus pelecehan seksual adalah tindak pidana. Karena itu tidak layak diselesaikan dengan cara musyawarah. Apalagi para pelaku adalah pria paruh baya yang seharusnya melindungi korban. “Tetapi yang terjadi justru merusaknya. Kami, warga menuntut kasus ini diselesaikan secara hukum,” kata Andar.

Tak puas dengan penjelasan petugas kepolisian, warga kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Desa Cicapar dan menggalang bantuan untuk korban yang masih berusia 11 tahun, Selasa (5/7).

Neni, warga Desa Cicapar yang merupakan tetangga korban, aksi ini bentuk kepedulian warga Cicapar kepada korban dan keluarganya. Selain itu, warga melakukan aksi bersih-bersih rumah keluarga korban. “Kami keliling kampung, menggalang dana untuk meringankan beban keluarga korban. Tidak hanya uang, warga juga antusias memberikan makanan,” kata Neni.

Korban, ujar Neni, hidup dengan kondisi memprihatinkan. Dia tinggal berdua dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemulung barang bekas. Sedangkan ibunya telah pergi seusai bercerai dengan ayahnya. “Kasihan. Korban tinggal sama bapaknya yang pemulung,” ujar Neni.

DP2KBP3A dan P2TP2A Berikan Trauma Healing

Sementara itu, Tim dari Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Ciamis bergerak cepat, dalam penanganan korban pencabulan anak yang terjadi di wilayah Desa Cicapar Kecamatan Banjarsari.

Tim yang beranggotakan dari P2TP2A Kabupaten Ciamis, Pengampu Perlindungan Anak DP2KBP3A dan Psikolog dari Bandung langsung ke rumah korban untuk memberikan trauma healing kepada korban.

Kepala DP2KBP3A Kabupaten Ciamis, Drs. Dian Budiana, M.Si melalui Pengampu Perlindungan Anak, Drs. H. Mokhammad Saiful Bakhri, M.Si di lokasi kunjungan mengatakan bahwa maksud kedatangan tim ke lokasi anak yang menjadi korban pencabulan anak tersebut dalam memberikan trauma healing. “Begitu ada informasi dari rekan IPKB, dirinya langsung berkoordinasi dengan tim P2TP2A Kabupaten Ciamis untuk memberikan trauma healing kepada korban pencabulan tersebut, “ ujarnya.

Dimana tim dari DP2KBP3A Kabupaten Ciamis dan P2TP2A Kabupaten Ciamis, konsen menangani korban kekerasan anak dan perempuan. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Ciamis menilai, kasus pencabulan anak tersebut harus menjadi perhatian bersama. Dari tiap kasus penyimpangan seksual yang terjadi, anak yang menjadi korban bisa mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. “Untuk kasus penyimpangan seksual terhadap anak, baik yang ditangani pihak kepolisian maupun yang belum, tentunya menjadi fokus perhatian kami,” ujar H  Syaiful.

Dalam hal ini, kata H. Syaiful, DP2KBP3A bersama P2TP2A Ciamis konsen pada upaya pemulihan psikologis anak yang menjadi korban. “Pemulihan, dengan cara mendatangkan psikolog klinis. Anak yang menjadi korban itu, kami beri trauma healing atau terapi,” katanya.

DP2KBP3A bersama P2TP2A Ciamis, tegas H. Syaiful, tidak main-main dalam menangani berbagai kasus kekerasan terhadap anak. Karena, pemulihan anak yang menjadi korban kekerasan harus melalui pendekatan yang persuasif. “Untuk pemulihannya perlu waktu, agar mereka kembali ceria dan pulih dari traumanya,” tegasnya.

Dalam menangani kasus anak, tandas H. Syaiful, DP2KBP3A bersama P2TP2A Ciamis melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum. Identitas anak yang menjadi korban kekerasan sangat dirahasiakan. Hal ini, mengacu pada prinsip kepentingan terbaik untuk masa depan anak. “Tujuan kami di sini adalah membuat anak yang jadi korban kekerasan ini kembali pulih. Anak bisa kembali ceria dan semangat dalam mengejar cita-citanya,” tandasnya. (Mamay)

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *