Views: 256
BUKITTINGGI, JAPOS.CO – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan uang negara di Sekretariat DPRD Kota Bukittinggi Tahun 2020 jadi temuan Rp1,3 miliar dan pada tahun 2021 meningkat menjadi Rp1,4 milyar.
Tahun 2020 temuan penggunaan uang negara atas Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD terjadi kelebihan pembayaran tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Pada tahun berikutnya Tahun 2021, kembali menjadi temuan BPK di Sekretariat DPRD Kota Bukittinggi atas pertanggung jawaban belanja perjalanan dinas. Ditemukan kelebihan pembayaran atas pembebanan biaya penginapan lebih tinggi dari rate yang berlaku. Pertanggung jawaban biaya penginapan perjalanan dinas 30% tidak sesuai ketentuan, dan pertanggung jawaban biaya penginapan perjalanan dinas tidak sesuai kondisi semestinya.
Pada pertanggung jawaban biaya penginapan perjalanan dinas tidak sesuai kondisi nyata tentunya berpotensi ada dugaan SPj Fiktif.
Menurut BPK, Yusnadewi, hasil pengujian atas dokumen pertanggung jawaban dan konfirmasi kepada penyedia penginapan/hotel mengkonfirmasi bahwa pelaku perjalanan dinas tidak menginap di penginapan tersebut, dan penyedia penginapan mengkonfirmasi bahwa terdapat perbedaan jumlah hari menginap dan/atau tarif per malamnya.
BPK merekomendasikan Walikota Bukittinggi salah satunya agar memerintahkan Sekretaris DPRD untuk memproses kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas sebesar Rp1.442.943.762,00. Masing-masing pelaksana perjalanan dinas sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mempertanggungjawabkannya dengan cara menyetorkan ke Kas Daerah, demikian mengutip yang dilansir deliknews.com.
Ketika dikonfirmasi dengan ketua DPRD Beny Yusrial melalui pesan whatsapp, dugaan kerugian negara atas SPJ Fiktif, tidak mendapat tanggapan.
Sedangkan Rusdy Nurman (anggota dewan) yang dihubungi lewat handphone juga membungkam.
Sementara Ir Rahmi Brisma dan Anggota dewan lainnya Novrizal Usra, tidak ada terterkait dengan persoalan SPJ Fiktif, tuturnya.
Konfirmasi dengan sekretaris DPRD Kota Bukittinggi, Ade Mulyani, mengatakan yang menjadi temuan BPK kelebihan pembayaran atas pembebanan perjalanan dinas.
“Apakah dugaan SPJ fiktif atau bagaimananya saya tidak bisa memberi komentar. Apalagi ini masih masa tanggapan terhadap LHP BPK,” jelasnya.
Kelebihan pembayaran, kurangnya pemahaman dewan terhadap aturan perjalanan dinas sudah ditindaklanjuti. Juga disikapi dewan maupun staf sekretariat terkait temuan dengan segera dan beritikat baik mengembalikannya ke kas daerah.
“Atas persoalan tersebut, tentunya perlu perhatian penegak hukum apabila ada ditemukan unsur melawan hukum atau merugikan negara menjadi kewenangan penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan,” ungkap Darlin (tokoh masyarakat) mengomentari.(Yet)