Views: 191
PEKANBARU, JAPOS.CO – Ketua Umum DPP LSM Perisai Sunardi SH didampingi Sekjen Ir Jajuli, Ketua Bidang Hukum Roni Kurniawan SH MH mendatangi Kantor Kemenko Polhukam RI di Jakarta untuk mengantarkan laporan surat Pemberitahuan dan Keberatan Eksekusi lahan pada Senin (6/6/2022).
“Kami DPP LSM Perisai mewakili dari anggota kelompok Koperasi Sengkemang telah membuat Laporan Keberatan yang ditujukan ke beberapa instansi pemerintah diantaranya Kemenko Polhukam RI, Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI dan ditembuskan beberapa Instansi lainnya,” kata Sunardi kepada Wartawan pada Selasa (7/6/2022)
Sunardi menyebutkan bahwa hal ini dilakukan karena ada indikasi pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh pihak PT. DSI dan TE selaku mantan Kepala Dinas Kehutanan & Perkebunan Kabupaten Siak, serta AAS selaku mantan Bupati Siak.
“Yang bersangkutan pernah ditetapkan sebagai Tersangka, 2 sudah diproses di Persidangan namun masih ada 1 lagi yang belum diproses yakni dari pihak mantan Bupati Siak sehingga hal ini tentu menjadi perhatian dari pihak kita supaya aparat penegak hukum membantu menyikapi atas hal tersebut supaya ada penegakkan hukum untuk kepentingan bersama.
Kita ada audiensi dengan Kepala Biro Perencanaan Kemenko Polhukam RI, mereka memberikan saran bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan mediasi atau semacam rapat internal antara Deputi III dan Deputi V yang mana kasus yang kita laporkan saat ini ditangani oleh Deputi III, sedangkan dari pihak PT.DSI yang menangani adalah dari pihak Deputi V. Sehingga untuk sinkronisasi terhadap laporan kita tersebut akan dipertemukan melalui kedua Deputi tersebut untuk bisa memberikan klarifikasi secara terang benderang.
Ini menyangkut hajat hidup orang banyak terutama dari pihak anggota Koperasi Sengkemang, bahwa secara umum lahan PT.DSI itu yang diklaim berdasarkan SK Pelepasan banyak terbit surat-surat warga yang memang dari awal warga tersebut sebagai penggarap/pemilik dan sudah dilegalkan oleh pemerintah setempat. Banyaknya keluar SKT, SKGR, Sertifikat dll, tentunya harus menjadi perhatian serius dari pihak pemerintah khususnya pihak penegak hukum untuk benar-benar menerapkan keadilan yang seadil-adilnya jangan sampai terjadi konflik horizontal yang berkepanjangan akibat dari menyikapi persoalan hukum yang keliru.
Bahwa SK pelepasan merupakan produk dari Kehutanan begitu dilepas SK pelepasan itu menjadi APL yang artinya yang memiliki wewenang adalah bidang pertanahan, sementara dalam semua hal perizinan baik itu izin usaha perkebunan, izin lokasi, itu selalu dicantumkan apabila terdapat lahan masyarakat maka pihak perusahaan wajib mengingklafkan apabila tidak ada kesepakatan dengan masyarakat maka hak masyarakat yang dilepaskan, jangan itu menjadi dasar untuk mengambil hak masyarakat,” ungkap Sunardi
Menyangkut rencana eksekusi lahan, Sunardi menjelaskan bahwa status lahan dan lokasi objek harus jelas,
“Kita menghormati keputusan pengadilan, kita paham betul dan itu harus kita hormati. Namun, ketika itu salah objek ya jangan langsung main eksekusi. Peninjauan ulang harus benar-benar dilakukan cek lokasi dari pemerintah setempat dengan menghadirkan pihak instansi terkait. Menurut saya bahwa putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kemenangan PT.DSI melawan Karya Dayun itu dasarnya pelepasan kawasan lahan, sementara PT. Karya Dayun sudah memiliki legalitas yang sah yang diakui oleh Negara juga yang merupakan produk dari Pertanahan. Sementara rekom dari pelepasan kawasan itu sendiri ya dari Pertanahan, nah kalau itu tetap ditindaklanjuti maka tatanan hukum yang diterapkan akan dipertanyakan,” terang Sunardi.
Sementara itu Ketua Bidang Hukum LSM Perisai, Roni Kurniawan SH MH mengatakan bahwa dalam menangani kasus PT. DSI ini perlu dicermati objek yang akan dieksekusi.
“Karena di dalam putusan itu ada beberapa objek yang harus diperhatikan terkait dengan eksekusi tersebut yang dilakukan oleh para Aparat. Hal ini menjadi catatan kita semua karena yang dilakukan putusan pengadilan tersebut sepertinya cacat hukum, kami melihat adanya ketimpangan yang diputuskan oleh Hakim sehingga adanya perlawanan dari masyarakat dalam menyikapi keputusan tersebut,” jelas Roni.
“Seperti misalnya lahan-lahan masyarakat masih ada di dalam kawasan PT. DSI dan dianggap oleh PT.DSI merupakan bagian lahan milik PT.DSI itu sendiri, padahal lahan tersebut milik Koperasi Sengkemang dan masyarakat lainnya. Mungkin itulah yang harus menjadi pertimbangan oleh aparat penegak hukum untuk diperhatikan, sehingga Keadilan yang sebenarnya dapat ditegakkan dan masyarakat tidak dirugikan,” tutupnya.(AH)