Views: 368
PANGANDARAN, JAPOS.CO – Ikan hasil tangkapan nelayan Pangandaran, Jawa Barat mengalami penurunan mulai Januari 2022. Bahkan sampai awal April, ikan dapat dikatakan langka alias sulit didapat. “Dari Januari mulai turun,” kata salah seorang nelayan Pangandaran Sakio Andrianto.
Menurutnya, ikan sulit didapat karena faktor alam. Saat ini, di sejumlah daerah selalu turun hujan. “Posisi hujan di Ciamis Tasikmalaya, Banjar, daerah Jateng, dan perbatasan (Jabar-Jateng). (Aliran sungai dari daerah tersebut) masuk laut (Pangandaran), muaranya ke Pelawangan,” kata Sakio.
Saat curah hujan tinggi, kata dia, arus air bawah laut menjadi deras. Imbasnya, ikan menjadi tidak ada. “Mau (ikan) layur, bawal, ikan lainnya tetap patokannya arus bawah. Jika arus bawah laut deras, nelayan manapun di Pangandaran pasti sulit menangkap ikan. Itu arusnya sama. Kalau di Parigi enggak ada ikan, Cijulang, Batu Karas, dan Pangandaran pasti sama (sulit dapat ikan),” jelas Sakio.
Bagi nelayan, kata Sakio, hal seperti ini sudah biasa. Bulan Maret, April, biasanya terjadi peralihan angin barat ke timur. “Arus air laut deras, gelombang tak begitu tinggi. Terlalu banyak hujan, jadi tangkapan turun. Setelah peralihan musim, biasanya di bulan Juni, nelayan sudah mulai memanen ikan. Bahkan, kadang-kadang di bulan Mei ikan sudah ada. Jika peralihan (musim) tepat, biasanya Juni sudah mulai angin timur,” kata Sakio.
Sisa Rp 100 ribu Pendapatan nelayan saat ini, sekali melaut hanya sekitar Rp 400 ribu-Rp 500 ribu. Jumlah tersebut dibagi dua dengan ABK atau buruh nelayan. “Jika dapat Rp 500 ribu, ABK dapat bagian Rp 200 ribu. Pembagiannya 40:60. Juragan 60 persen, ABK 40 persen,” kata Sakio yang merupakan juragan atau pemilik perahu. Jumlah Rp 300 ribu yang dikantongi juragan, kata Sakio, masih harus dipotong untuk bekal melaut sebesar Rp 200 ribu.
Sisa Rp 100 ribu, kata Sakio, itu jika penghasilan melaut Rp 500 ribu. Saat ikan melimpah, pendapatan nelayan sekali melaut rata-rata di atas Rp 1-2 juta. Jumlah ikan yang ditangkap tergantung dari alat tangkap yang digunakan.
Nelayan lainnya, Asep menyampaikan hal senada. Ia memilih tidak melaut karena ikan sulit didapat. “Ikan sulit didapat. Penyebab ikan sulit didapat karena cuaca buruk. Saat cuaca bagus pun saat ini ikan sulit ditangkap, sehingga menyebabkan nelayan paceklik,” ujar Asep.
Plt Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Fuad Husein mengatakan, ikan sulit ditangkap karena faktor cuaca. Saat ini, kata dia, sedang peralihan musim. “Yang dominan (disebabkan) faktor cuaca. Kalau cuaca bagus nelayan pasti melaut,” katanya.
Ditanya ihwal musim paceklik ikan, Fuad kurang sependapat. Kata dia, musim paceklik semestinya sudah lewat. “Paceklik biasanya akhir Desember sampai awal Maret. Sekarang sudah April. Karena cuaca kurang bagus, nelayan menjadi tidak melaut. Akhirnya hasil produksi ikan tangkapan nelayan menurun. Hasil produksi kecil sekali, nggak (sampai) berjumlah ton,” kata Fuad tanpa menyebut jumlah ikan yang didapat tiap bulan
Nelayan Pangandaran, kata dia, mayoritasnya nelayan kecil. Perahunya hanya berbobot 2 Gross Ton (GT). “(Melaut) enggan terlalu jauh. Kapasitas (perahu) 2 GT. Mesin tempel. Karena memakai perahu kecil, mayoritas nelayan Pangandaran enggak lama melaut. Nelayan melaut paling satu hari atau biasa disebut one day fishing. Pagi pergi, sore pulang. Jadi ikannya segar-segar di Pangandaran. Di Pangandaran, ada pula nelayan yang memiliki kapal berbobot 5 GT. Namun jumlahnya tidak banyak. “(Kapal 5GT) sandar di Cikidang,” kata Fuad.
Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pangandaran, Dedi Surachman mengakui ada penurunan ikan hasil tangkapan nelayan. Dia menduga penurunan ini karena sedang musim paceklik. “Jadi ada kelangkaan ikan. Biasanya, menjelang akhir tahun ikan kembali banyak. Akhir tahun 2021, hasil produksi ikan nelayan mulai naik di bulan Oktober, November. Paceklik (bulan) Februari, Maret, April tangkapan tak banyak. Nelayan ada yang melaut, dan tidak. Melihat sikon,” tandasnya. (Mamay)