Views: 198
BANJAR, JAPOS.CO – Seorang saksi kasus suap mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno meninggal dunia. Saksi itu bernama Cecep Sopian, yang merupakan salah satu direktur perusahaan swasta. “Kamis (31/3) bertempat di kantor BPKP Provinsi Jawa Barat, tim penyidik telah memeriksa sejumlah saksi untuk Tersangka (Herman Sutrisno) HS dan kawan-kawan. Cecep Sopian, Dirut CV Banjar Jaya, informasi yang kami terima, saksi dimaksud telah meninggal dunia,” ucap Plt Jubir KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (1/4)
Diketahui, Herman Sutrisno ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap proyek pekerjaan infrastruktur Dinas PUPR Kota Banjar. Selain Herman, KPK menetapkan seorang pihak swasta bernama Rahmat Wardi sebagai tersangka. Herman diduga memerintahkan Rahmat Wardi melakukan peminjaman uang sebanyak Rp 4,3 miliar untuk keperluan pribadinya. Namun Rahmat Wardi bertanggung jawab atas pembayaran cicilan tersebut.
KPK menyebut Rahmat Wardi memiliki kedekatan dengan Herman Sutrisno. Akibatnya, ada dugaan peran aktif Herman dalam memuluskan perizinan usaha hingga memperoleh proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Banjar.
KPK Panggil Mantan Wakil Bupati Pangandaran
Kasus suap di dinas PUPR Kota Banjar yang telah menetapkan dua tersangka, yaitu mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno dan seorang pengusaha, Rahmat Wardi, tampaknya terus melebar. Kali ini, KPK kembali memeriksa 15 orang dalam kasus yang sama untuk dimintai keterangannya sebagai saksi. Dan dari 15 orang tersebut, salah satunya adalah mantan Wakil Bupati Pangandaran, Adang Hadari.
Menurut Jubir KPK, Ali Fikri, pada hari Rabu, 30 Maret 2022, sebanyak 6 orang diperiksa, yaitu Adang Hadari, mantan Wakil Bupati Pangandaran. Kemudian, Andri Hendriaman (Dirut CV. Fortuna Jaya), Maman Heryadi (Komisaris CV Fortuna Jaya), Cecep Sopian (Komisaris/Dirut CV Banjar Jaya), Adrian Maldi (Direktur PT Dikrie Jaya Gemilang), Sidik Sunarto (Wakil Direktur PT Dikrie Jaya Gemilang). “Semua yang diperiksa itu berstatus saksi dugaan TPK suap terkait proyek Dinas PUPR Kota Banjar,” ucap Ali Fikri.
Tak cukup sampai di situ. KPK kembali memeriksa sejumlah orang untuk dimintai keterangannya sebagai saksi pada keesokan harinya, Kamis, 31 Maret 2022 di tempat pemeriksaan yang sama Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat. “Mereka yang diperiksa diantaranya, Eep Sopnadi (Direktur PT Limusnunggal), Budi Sumarlan (Karyawan CV Prima Mulya), Ujang Ruhiyat (Dirut CV Renata), Aceng Nendar (Komisaris CV Renata), Acep Iwan Nugraha (Mantan Karyawan PT Primayasa Adiguna/Prima Grup). Selanjutnya, Vika Hendrita (Karyawan PT Pribadi Manunggal), Yoyo Sunaryo (Karyawan PT Pribadi Manunggal), Nina Nurliana (Karyawan PT. Pribadi Manunggal), Neng Matiyam Berlina (Karyawan PT Artha Buana Mandiri), “ ujar Ali Fikri.
Diberitakan sebelumnya, Tim Penyidik KPK berhasil mengungkap dugaan TPK suap dari pengusaha Rahmat Wardi (RW) memiliki hubungan dekat dengan Herman Sutrisno (HS) yang kala itu menjabat sebagai Wali Kota Banjar. Saking dekatnya, RW mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.
Bahkan, antara tahun 2012 sampai 2014, RW dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp 23,7 Miliar. Bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh HS, saat itu RW memberikan fee proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek.
Sekitar Juli 2013, HS diduga memerintahkan RW melakukan peminjaman uang ke salah satu Bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp 4,3 Miliar. Kemudian, uang itu digunakan untuk keperluan pribadi HS dan keluarganya. Terkait cicilan pelunasan pinjaman uang ke bank itu, tetap menjadi kewajiban RW. RW juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada HS dan keluarganya. Diantaranya, tanah dan bangunan untuk pendirian SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) di Kota Banjar. Selain itu RW juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh HS.
Atas perbuatannya, tersangka RW, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, HS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tim)