Views: 216
CIAMIS, JAPOS.CO – Kasus kekerasan yang menimpa belasan anggota pramuka SMA Negeri 1 Ciamis, beberapa waktu lalu, berbuntut islah alias damai. Kedua belah pihak yakni keluarga korban dan keluarga pelaku, sepakat untuk menempuh jalan damai.
Kedua belah pihak diketahui sudah menandatangani surat kesepakatan dan hal ini dikabarkan sudah dilaporkan ke pihak Polres Ciamis yang tengah mengusut kasus tersebut. “Kedua belah pihak sepakat untuk islah, keluarga korban menilai tujuan kami untuk memberi shock terapi sudah terpenuhi dan pelaku juga masih dibawah umur,” ucap salah satu keluarga korban, Mamay kepada para awak media, Senin (24/1).
Mamay menambahkan, pihak keluarga korban khususnya yang melakukan pelaporan kepada polisi, sudah bertemu pihak keluarga pelaku termasuk pihak sekolah SMA Negeri 1. Pelaku bersama keluarganya sudah meminta maaf kepada korban termasuk orang tuanya. “Dengan adanya kejadian ini, kami berharap peristiwa serupa tidak boleh terulang kembali dan bila terjadi lagi, kami akan menempuh jalur hukum, Kami tidak bermaksud untuk menelanjangi atau mencemarkan nama baik sekolah atau pihak-pihak lain,” tambah Mamay.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kapolres Ciamis, AKBP Wahyu Broto Narsono Adhi yang mengatakan pihaknya akan menyesuaikan kondisi kesepakatan yang terjadi terhadap kedua belah pihak yakni keluarga korban dan keluarga pelaku. “Kedua belah pihak sudah mendatangi Polres Ciamis untuk menyampaikan sudah terjadi kesepahaman untuk memberi pendidikan kepada anak,” ucap AKBP Wahyu Broto NA kepada awak media.
Namun Kapolres Ciamis mengatakan hingga kini Satreskrim Polres Ciamis masih terus melakukan pemeriksaan sejumlah pihak saksi, korban, pelaku termasuk kantor Cabang Dinas 13, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Rencananya Polres Ciamis akan memberikan keterangan secara resmi bila seluruh prosedur sudah ditempuh. “Tujuan penanganan Polri bukan untuk menghukum orang tapi untuk memberikan edukasi,” tambah AKBP Wahyu Broto NA.
Restorative Justice
Kapolres Ciamis menyampaikan bahwa pihaknya telah menerapkan restorative justice terhadap beberapa perkara pidana umum. Restorative justice sendiri merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dan korban.
Penerapan restorative justice tersebut, ujar Kapolres Ciamis, telah sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative (RJ). “Di mana sejumlah syarat harus dipenuhi oleh penerima, seperti tersangka belum pernah dihukum atau baru pertama kali melakukan tindakan pidana. Kemudian, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, serta barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp 2,5 juta, “ ungkap AKBP Wahyu Broto.
Restorative justice merupakan salah satu upaya untuk menggali nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Karena, tidak semua perkara harus diselesaikan melalui pengadilan, namun ada juga yang bisa diselesaikan di luar pengadilan. “Syarat lain yang sangat penting yakni adanya perdamaian antara korban dan tersangka. Serta adanya keterangan atau pernyataan, baik itu dari tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat setempat yang menyatakan tersangka berkelakuan baik dalam bermasyarakat,” papar Kapolres Ciamis.
Sementara itu, kondisi tiga siswa yang mengalami luka parah, kini sudah kembali masuk sekolah. Mereka beraktivitas seperti biasa dan mengaku tidak terganggu oleh kejadian yang menimpanya. Bahkan salah satu korban mengaku kepada orang tuanya, tidak dendam kepada senior mereka yang sudah melakukan kekerasan hingga wajah korban babak belur. “Anak saya terlihat baik-baik saja dan sudah sembuh dari luka lebamnya, kini sudah kembali masuk sekolah dan merasa tidak dendam kepada kakak kelasnya,” pungkas Mamay. (tim)