Views: 215
CIAMIS, JAPOS.CO – Terkait kekerasan yang menimpa sejumlah siswa SMAN 1 Ciamis dalam kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) Pramuka, mendapat sorotan dan keprihatinan berbagai kalangan. Termasuk dari Wakil Ketua Kwartir Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka Kabupaten Ciamis Bidang Pramuka Dewasa, Dr H Wawan S Arifien.
Menurutnya, pihak Kwarcab Pramuka Ciamis sebenarnya bukan tidak “turun gunung”, karena di gunung pun sudah gundul. Tetapi kami secara bertahap melakukan kegiatan mulai dari Orientasi Mabi, Pitaran (Pelatihan) Pelatih, Pitaran dan Penyegaran Pembina. Itu sudah kami lakukan sesuai dengan aturan Kepramukaan yang ada.
“Saya sangat setuju tentang pembinaan karakter anggota Pramuka berbasis Trisatya dan Dasa Dharma Pramuka yang dikemukakan Majelis Pembina Cabang (Mabicab) Pramuka Kabupaten Ciamis, Ir H Herry Dermawan. Karena memang itu yang harus dipatuhi dan sebagai kode etik Pramuka,” ujar H. Wawan.
Ditambahkannya, Pramuka tidak pernah mengajarkan kekerasan apalagi terhadap fisik siapa pun. Justru sikap persaudaraan, saling tolong-menolong dan kasih sayang yang harus dikedepankan.
“Jika memang di Pramuka ada kegiatan tersebut, mungkin akan banyak pangkalan penegak yang melakukannya. Jadi mari kita berpikir jernih jangan sampai dianggap kegiatan Pramuka mengajarkan tindak kekerasan,” ujar H Wawan.
Dengan adanya kejadian dugaan kekerasan tersebut, ia meminta pihak pembina juga guru bimbingan konseling (BK) menganalisis kenapa hal tersebut sampai terjadi. “Karena tak mungkin hal tersebut terjadi jika para kakak senior di sana tidak memiliki pengalaman traumatik sebelumnya, atau melihat kegiatan kekasaran tersebut dari luar Pramuka itu sendiri,” ujar H. Wawan yang kini menjabat Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Ciamis.
Sebagai mantan Kadis Pendidikan Ciamis sekaligus Ketua PGRI Ciamis, H. Wawan mengatakan, Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis tak bisa terlalu dalam ke tingkat SMK dan SMA. Pasalnya kegiatan di SMA dan SMK sudah di bawah ranah pengawasan Dinas Pendidikan Jawa Barat melalui Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah XIII Provinsi Jawa Barat.
“Jadi sebenarnya harus sinergis pengawasan dari KCD dengan mengajak Disdik Kabupaten Ciamis untuk sama-sama mengawasi berbagai kegiatan di tingkat sekolah lanjutan, termasuk di dalamnya kegiatan Kepramukaan dengan Kwartir Cabang Ciamis,” ucapnya.
Meski begitu, kini “nasi sudah menjadi bubur”. Pihaknya berharap semua pihak bisa mengambil hikmah dalam kejadian tersebut. “Mari kita ambil hikmahnya, bahwa dalam kegiatan Pramuka, anak-anak harus tetap dalam bimbingan pembinanya dan kepala sekolah sebagai Ketua Mabi di sekolahnya. Saya setuju untuk setiap kegiatan yang diadakan pangkalan harus meminta izin pelaksanaannya kepada kwarcab. Khususnya Binamuda yang membawahi Pramuka Penegak,” tutur H Wawan.
Terjadinya dugaan kekerasan penganiayaan pada kegiatan ekstrakurikuler (eskul) Pramuka di SMA I Ciamis, selain memprihatinkan juga mengagetkan banyak kalangan. Terkait hal tersebut berlangsung dalam kegiatan terorganisir dengan melibatkan puluhan siswa. Selain itu lokasi SMAN 1 Ciamis berada di pusat Kabupaten Ciamis, tak terlalu jauh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, dan pada saat pandemi Covid-19 belum berakhir.
Majelis Pembina Cabang (Mabicab) Pramuka Kabupaten Ciamis Ir H Herry Dermawan menyatakan mengutuk keras kejadian di SMAN 1 Ciamis tersebut. Ia mengaku sangat menyayangkan tindakan kekerasan masih berlangsung saat ini apalagi di institusi pendidikan.
“Sangat disayangkan dan saya mengutuk keras terjadinya tindak kekerasan Pramuka di SMAN 1 Ciamis,” kata Herry kepada para awak media.
Menurutnya, sejatinya Pramuka itu diajarkan jauh dari kekerasan. Bahkan poin dalam Dasa Dharma Pramuka yang menjunjung sikap moral terpuji sehingga harus dimiliki setiap anggota Pramuka, disebutkan pada Dharma kedua “Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia”. Selain itu pada Dharma ke-10 “Suci dalam perkataan dan perbuatan”.
“Jadi kalau ada anggota Pramuka melakukan tindak kekerasan, maka sudah bisa dipastikan bahwa mereka bukan anggota Pramuka sejati,” ujar Herry yang juga anggota DPRD Jawa Barat dari Daerah Pemilihan 13 (Ciamis, Banjar, Pangandaran, dan Kuningan) itu.
Menindaklanjuti kasus tersebut, Herry menyebutkan sudah waktunya Kwartir Cabang (Kwarcab) Pramuka Kabupaten Ciamis untuk “turun gunung” melakukan pembinaan terhadap semua gugus depan di sekolah-sekolah.
“Selain itu meminta kepada semua sekolah agar setiap melakukan kegiatan Kepramukaan sebelumnya harus melaporkan ke Kwarcab Ciamis,” ujar Herry.
Herry juga mengatakan salut dan terima kasih kepada jajaran Polres Ciamis yang langsung bergerak mengusut kasus ini. Menurutnya, siapa pun pihak yang bersalah harus menerima akibatnya. “Mari kita beri kesempatan Polres Ciamis untuk mengusut kasus ini. Kita percaya, polisi kita semakin presisi,” tutur legislator dari PAN itu.
Hal lainnya, Dinas Pendidikan Ciamis juga harus melangkah dengan melakukan tindakan proaktif dan antisipatif agar kejadian seperti ini tak terulang. “Karena kejadian ini menyangkut anak didik maka diharapkan Dinas Pendidikan Ciamis juga proaktif menyikapi kasus ini,” ucap Herry.
Sebelumnya diberitakan salah seorang korban penganiayaan yang merupakan siswa kelas X sekolah tersebut, mendapatkan perawatan di RSUD Pandega Pangandaran karena pingsan. Sedangkan dua orang lagi harus berobat di RSUD Ciamis.
Salah satu orangtua siswa, Aa Mamay (51), warga Kertasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, mengatakan, anaknya yang dianiaya dalam kegiatan Pramuka SMAN 1 Ciamis adalah MF (16). Ia mengetahui hal itu pada Minggu 9 Januari 2022 sekitar pukul 08.30.
Saat dihubungi, Kepala SMAN 1 Ciamis, H Suarman Guntara mengaku kegiatan tersebut tidak ada izin dari pihak sekolah, bahkan pembina Pramuka juga tidak mengetahuinya.
“Itu kegiatan di luar sekolah dan diduga kegiatan yang diinisiasi oleh alumni. Terkait adanya kekerasan saya juga baru tahu dan katanya sudah tradisi. Atas kejadian tersebut pihak sekolah akan melakukan pembekuan seluruh kegiatan ekstrakurikuler yang berada di SMAN 1 Ciamis selama enam bulan dan akan melakukan pembinaan terhadap pengurus Pramuka. Saya berharap kasus yang menimpa para siswa itu bisa diselesaikan kekeluargaan. Untuk yang terlibat diantaranya murid kelas XI dan XII kami tidak akan mengeluarkan dari sekolah, namun kami berikan pembinaan karena kasihan usianya masih di bawah umur,” pungkas H Suarman. (tim)