Views: 198
KETAPANG, JAPOS.CO – Temuan BPK terhadap 40 proyek “fiktif” dan merugikan daerah sebesar Rp 777, 6 juta di rumah sakit umum daerah dr agoesdjam menjadi sorotan kritis NGO Ketapang.
Menurut NGO, ada indikasi niat jahat sejak awal yang dilakukan oleh oknum ASN pelaku manipulasi data LPJ tersebut. Dimana, Ia dengan sengaja membeli barang secara online memakai dana pribadi.
NGO juga menyatakan, perbuatan menyimpang lainnya adalah dengan memanfaatkan rekanan pihak swasta fiktif agar dana bisa dicairkan.
“Hal itu telah diakui ASN pelaku didalam resume hasil audit BPK tersebut. Keadaan ini bisa menjadi petunjuk awal adanya potensi melawan hukum berupa tindak pidana korupsi yakni dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan memanfaatkan jabatan atau kewenangan yang ada padanya,” kata Hikmat Siregar, Koordinator NGO Ketapang, Jum’at,(14/01).
Hikmat Siregar adalah sekjen LSM Gerakan Suap dan Korupsi (Gasak) Ketapang, juga mengatakan, petunjuk melawan hukum yang dilakukan pelaku tersebut berupa cepatnya proses pengembalian dana kerugian daerah. Menurut dia, artinya ada kesengajaan dan kepintaran yang dilakukan pelaku.
“Kalo ketahuan Ia cepat kembalikan, kalo tidak bakal jadi keuntungan pribadinya. Bearti maling berdasi istilahnya kalo begitu. Hal begini harus diberantas apalagi yang dicurinya duit rakyat saat masa pandemi covid-19,” kata koordinator NGO Ketapang, Hikmat Siregar, Jumat pagi (14/01).
NGO mendorong jaksa atau polisi harus memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam praktek curang rekayasa laporan pertanggungjawaban (LPJ) tersebut, meskipun kemungkinan kerugian daerah tersebut telah dikembalikan.
“Kasusnya tidak boleh berhenti hanya karena duit negara sudah dikembalikan. Kalo begitu enak betul, besok-besok curi saja, kalo ketahuan kembalikan hasil curiannya, selesai, dimana letak keadilan masyarakat apalagi yang diambilnya adalah duit pajak masyarakat,” katanya.
“Atasan langsung PPK seperti kepala bidang penunjang medik dan pendidikan, bendahara pengeluaran, dan direktur rumah sakit serta rekanan swasta yang dipakai pelaku sebagai alat pencairan dana juga patut diperiksa. Tujuannya agar kepercayaan publik terhadap aparat hukum tetap ada,” tambah Siregar.
Kata Siregar, langkah kepala daerah Ketapang dengan merotasi para ASN bermasalah dinilainya sangat tepat. Tetapi, perlu lagi ditambah dengan hukuman tambahan berupa penundaan naik pangkat dan tidak memberi jabatan selevel jabatan sebelumnya.
“Karena kalo masih hanya di rotasi ke tempat lain dan masih diberi jabatan sama, maka tidak ada efeknya. Bupati harus tegas, tunda kenaikan pangkat atau hal-hal lainnya yang menjadi hak ASN ditambah jangan beri posisi atau jabatan seperti semula,” kata Siregar.
Untuk diketahui, BPK Perwakilan Kalbar menemukan kerugian daerah terhadap proyek pengadaan barang habis pakai kelengkapan dalam mengatasi pandemi covid-19 di Ketapang seperti baju hazmat, masker, handsanitazer, sabun cuci tangan dan sebagainya.
Kegiatan itu berada di pos belanja RSUD dr Agoesdjam Ketapang bidang penunjang medik dan pendidikan dengan floating anggaran sebesar Rp 1,7 M lebih.
Dari anggaran tersebut, BPK menemukan ketidaksesuaian data dalam pertanggungjawaban keuangan yang diakui oleh PPK bernama Nuning Barlina bahwa benar Ia telah merekayasa data keuangan tersebut sehingga Pemkab Ketapang kelebihan bayar sebanyak Rp 777,6 juta dan harus dikembalikan kepada kas negara.
Atas perbuatannya itu, Nuning Barlina dimutasi oleh Pemkab dari rumah sakit agoesdjam Ketapang ke dinas Kominfo dengan posisi atau jabatan yang sama. (dins).