Views: 328
BUKITINGGI, JAPOS.CO – Proyek peningkatan saluran drainase primer, Jln Perintis Kemerdekaan dengan titik awal SMP Neg-1 hingga Rumah Potong Hewan (RPH) Jln Pemuda Bukittinggi, telah diputus kontrak oleh Pemko. Hal tersebut diungkapkan Kapala PUPR Rahmatsyah, A, E didampingi PPTK Syaiful kepada wartawan.
“Pemutusan kontrak PT Inanta Bhakti Utama (IBU) tak bisa mencapai bobot pekerjaan sampai selesai kontrak bobot pekerjaan baru 59 %, sementara batas waktu pekerjaan yang tertuang dalam perjanjian berakhirnya kontrak 26 Desember 2021,” jelas Syaiful menambahkan.
Sementara PT Innanta Bhakti Utama, Direktur Awaluddin Rao, ST saat dikonfirmasi membenarkan telah di putus kontrak sejak 26 Desember 2021.
“Mengurut kebelakang proses lelang sampai pelaksanaan, selama ini saya bungkam, sekarang saatnya saya bersuara dengan fakta serta dokumen yang saya punya,” terangnya, Sabtu (1/1)
“Gagalnya proyek, bukan kelalaian kontraktor, namun ada beberapa hal yang membuat kontraktor tidak nyaman menyelesaikan pekerjaan, bahkan rekanan selalu disalahkan oleh PUPR dan pejabat di Kota ini,” tutur Awaluddin Rao.
Menurutnya, sewaktu pelaksanaan tender, pada saat PPK dan Pokja Bambang (Kabid Cipta Karya) dan Surya Agusta (Ka.ULP) diberi amanah melaksanakan tender.
“Innanta Bakhti Utama ( PT IBU) berhasil mendepak 14 rekanan lain yang ikut bertarung pada saat itu, setelah masa sangah berlalu, dilanjutkan penandatanganan kontrak merujuk jadwal LPSE dan gunning pun dikeluarkan, namun Pokja mengulur-ulur waktu dengan modus yang dilakukan PPK mengevaluasi ulang kembali dokumen saya PT, IBU, yang sudah dinyatakan Pokja sebagai pemenang,” ungkapnya.
PPK mencoba punya itikad lain agar PT IBU bisa gugur. Setelah dilakukan evaluasi ulang ternyata tidak ada celah untuk menggugurkan PT. IBU.
“Saya langsung mengambil jaminan pelaksanaan 5 % dari nilai kontrak Rp 670 juta, ternyata masih ada lagi ganjalan, ketika penandatanganan kontrak berkisar selama dua minggu,” urai Awaluddin Rao mengingat kisah pahitnya.
“Kenapa gunning saya diperlambat, ternyata ada calon pemenang dari “mereka” yang gugur tidak bisa dimenangkan Pokja, karena kesalahan dokumen. Sehingga kuat dugaan Aw, Rao terjadi intervensi “pimpinan ” untuk memenangkan proyek tersebut,” lanjutnya.
“Saat Bambang mau memberikan gunning kepada Aw. Rao, Bambang sempat berkata, dia bagaikan buah simalakama,” tutur Aw. Rao
PT, IBU mengingat kembali perkataan Bambang. Ketika gunning tidak dikeluarkan ia nya takut saya PTUN-kan dan ketika saat gunning dikeluarkan lihat saja nanti saya di nonjob kan.
“Fakta yang terjadi PPK dan Pokja langsung dinonaktifkan setelah proyek ini akan berjalan,” nyeletuk Aw, Rao.
Penyebab pekerjaan tidak dapat diselesaikan atau gagal, yakni ketika masa sanggah sudah berakhir. Satu setengah bulan kedepannya ganing baru keluar. hal tersebut sudah memakai waktu masa pekerjaan 1,5 bulan.
“Saat dilakukan penyerahan pekerjaan dilokasi, timbul masalah dilapangan sehingga pekerjaan ternggagu dan tertunda” urai Direktur PT IBU.
Bagaimana kontraktor mau bekerja, sementara koordinasi dengan instansi yang terkait dengan pekerjaan. Seperti PLN, Lalulintas, Telkom, PDAM tidak terlihat koordinasi, mana mungkin kontraktor yang harus langsung mengurus hal_hal yang dapat mengganggu dan tertunda nya pekerjaan, mestinya merekalah (PUPR) yang harus koordinasikan.
Saat terjadinya pemancangan titik awalnya dari RPH berada dipinggir Trotoar, bukan di badan jalan yang sampai membelah badan jalan, seperti kondisi sekarang.
“Seperti jalan jembatan gantung yang merupakan sejarah dan budaya yang tidak bisa diubah tata letaknya, tentunya harus dikoordinasikan dengan Dinas Pariwisata, dan itupun tugasnya PUPR,” urai Aw, Rao menu urut secara rinci.
Sementara hingga berita ini diturunkan, Ka PUPR Rahmadsyah, Bambang selaku Kabid, Cipta Karya, saat diminta tanggapannya lewat pesan WhatsApp, sekaitan proses tender diduga ada aroma intervensi pimpinan tidak memberikan jawaban, sedangkan Surya Agusta sejak dinonjobkan. Mangkalnya di inspektorat, saat didatangi di kantornya selalu tidak berada di tempat.
Aw Rao juga menilai perencanaan proyek yang ia kerjakan tidak ada dalam bestek. Seperti yang ia kerjakan sekarang membelah badan jalan, yang perencanaan sudah dialihkan dari titik ujung trotoar, pemasangan menhole.
“Koordinasi di lapangan dengan institusi terkait tidak terjalin harmonis. Sehingga berdampak gagal pada pekerjaannya,” pungkas AW Rao. (Yet).