Views: 124
JAKARTA, JAPOS.CO – Khoe Seng Seng, seorang pedagang di ITC Mangga Dua, telah berjuang selama lebih dari 12 tahun mencari keadilan atas pemutusan aliran listrik di kiosnya yang dilakukan oleh pengelola gedung, PT Jakarta Sinar Intertrade, bagian dari Sinar Mas Group. Perjuangan panjang ini bermula dari penolakan kenaikan service charge yang dilakukan secara sepihak oleh pengelola tanpa persetujuan dari para pedagang dan pemilik kios yang tergabung dalam Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) ITC Mangga Dua pada April 2013.
Ketika para pedagang menolak kenaikan service charge yang dianggap tidak adil, pengelola gedung tetap bersikeras menaikkan tarif tanpa kesepakatan. Bahkan, Dinas Perumahan Pemda DKI Jakarta telah mengeluarkan surat yang menegaskan bahwa kenaikan service charge harus melalui kesepakatan bersama. Namun, pengelola tetap mengabaikan ketentuan tersebut.
Pemutusan Listrik Sepihak
Pada 2 September 2013, saat mediasi sedang berlangsung di Polres Jakarta Utara antara pengurus PPRS asli (dibentuk oleh pedagang) dan pengurus PPRS bentukan Sinar Mas Group, pengelola gedung secara sepihak memutus aliran listrik terhadap sekitar 1.000 kios di ITC Mangga Dua, termasuk kios milik Khoe Seng Seng di lantai 2 Blok B No. 42. Pemutusan ini dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya, menimbulkan kekacauan dan kerugian besar bagi para pedagang.
Sebelumnya, pada tahun 2010, aliran listrik di kios Khoe Seng Seng juga sempat diputus karena ia menolak kenaikan service charge. Namun, setelah melakukan protes keras, listrik kembali dialirkan. Sejak saat itu, ia tetap membayar service charge dengan tarif lama. Anehnya, meski selama periode 2010 hingga 2 September 2013 listriknya tidak diputus, tiba-tiba pemutusan dilakukan tanpa dasar yang jelas.
Laporan dan Gugatan Hukum
Menolak diperlakukan semena-mena, Khoe Seng Seng langsung melaporkan pemutusan listrik tersebut ke pihak berwajib. Namun, hingga kini, laporan yang ia ajukan terhadap dua pengurus PPRS dan seorang pimpinan pengelola gedung tak kunjung mendapat kejelasan.
Pada Mei 2014, dengan bantuan Pos Bantuan Hukum (Posbakum), Khoe Seng Seng mengajukan gugatan terhadap PPRS, pengelola gedung ITC Mangga Dua, dan PLN di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, dalam putusan perkara No. 175/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Ut, hakim menolak gugatannya dengan alasan ia melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah diubah secara sepihak oleh pengurus PPRS bentukan Sinar Mas Group tanpa melalui rapat umum anggota dan tanpa pengesahan dari Pemda DKI Jakarta.
Putusan ini dianggap janggal, karena perubahan AD/ART seharusnya hanya sah jika dilakukan melalui rapat umum anggota PPRS. Bahkan, beberapa saksi dalam persidangan menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui atau menerima undangan untuk menyusun AD/ART yang baru.
Tak menyerah, Khoe Seng Seng mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan perkara No. 400/Pdt/2015/PT.DKI, namun tetap tidak berpihak kepadanya. Ia kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan perkara No. 2448 K/Pdt/2016, tetapi hasilnya tetap menolak gugatannya.
Upaya Peninjauan Kembali (PK)
Pada tahun 2018, Khoe Seng Seng mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan menyertakan bukti baru (novum) berupa putusan perkara serupa yang dimenangkan oleh warga lain yang juga mengalami pemutusan listrik sepihak. Ia kembali menegaskan bahwa kenaikan service charge dilakukan tanpa adanya rapat umum anggota PPRS. Namun, secara mengejutkan, berkas perkara PK ini baru dikirim ke Mahkamah Agung pada November 2024, enam tahun setelah pengajuan PK.
“Entah kenapa baru dikirim sekarang setelah bertahun-tahun. Mungkin ada staf pengadilan yang merasa iba dengan kasus saya,” ujar Khoe Seng Seng dengan nada kecewa.
Saat ini, perkara PK Khoe Seng Seng telah terdaftar di Mahkamah Agung dengan perkara nomor 5 PK/Pdt/2025. Ia berharap kali ini keadilan benar-benar ditegakkan setelah lebih dari satu dekade berjuang.
Perjuangan Demi Keadilan
Kasus Khoe Seng Seng adalah potret nyata bagaimana hak-hak pedagang kecil sering kali terabaikan dan dikorbankan demi kepentingan pihak yang lebih besar. Namun, dengan tekad dan semangat pantang menyerah, ia terus berjuang demi mendapatkan keadilan yang selama ini sulit ia raih.
Perjuangan panjang ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi pihak berwenang serta masyarakat luas. Tidak hanya demi Khoe Seng Seng, tetapi juga demi para pedagang kecil lainnya yang mengalami ketidakadilan serupa. Khoe Seng Seng tetap optimis bahwa keadilan akan datang pada waktunya.
“Saya yakin Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri. Saya hanya bisa terus berjuang dan berharap keadilan akhirnya berpihak pada saya.” Ujarnya Jumat (14/3/2025).
Semoga perjuangan panjang Khoe Seng Seng berbuah manis, dan keputusan Mahkamah Agung kali ini benar-benar mencerminkan keadilan sejati. (Red)