Scroll untuk baca artikel
BeritaJawa Barat

Hanya Karena Masalah Target Puluhan Pegawai Bank BUMN di Priangan Timur Kena PHK Massal

×

Hanya Karena Masalah Target Puluhan Pegawai Bank BUMN di Priangan Timur Kena PHK Massal

Sebarkan artikel ini
Dr Nana Suryana SH SSos MH menunjukkan surat pemberhentian kliennya yang kena PHK massal dari Bank BUMN di Kota Banjar. (Foto:Mamay)

Views: 137

BANJAR, JAPOS.CO –  31 pegawai bank BUMN di Kota Banjar kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal pada Januari 2025 kemarin. Langkah pihak bank dinilai bermasalah karena menyalahi regulasi, hak-hak mereka pun tidak dipenuhi oleh pihak bank.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

26 dari 31 pegawai yang kena PHK massal memberikan kuasa ke Kantor Hukum dan Advokasi Dr HN Nana Suryana SH Ssos MH & rekan. Somasi pun dilakukan sebagai upaya klarifikasi atas alasan pemecatan 26 pegawai yang berasal dari Tasikmalaya, Ciamis dan Kota Banjar.

Nana Suryana menuturkan pihaknya sudah 3 kali melayangkan somasi agar pihak bank bisa datang memberikan penjelasan. Namun somasi itu tidak juga direspons sehingga menguatkan dugaan adanya pelanggaran. “3 kali somasi, 31 Januari, 7 Februari dan terakhir 12 Februari juga tidak diindahkan,” tuturnya di kantornya, Senin (17/2).

Berdasarkan hasil kajiannya, Nana menilai bahwa ada beberapa hal yang jadi persoalan dalam PHK yang dilakukan. Salah satunya dasar yang tidak jelas serta tidak bertahap. “Bukan karena melakukan fraud (kejahatan perbankan), alasannya karena target tidak terpenuhi, itu pun tanpa SP (Surat peringatan) 1 dan SP 2,” ujarnya.

Kata dia, jika PHK tersebut diberikan kepada pegawai kontrak, mungkin tidak masalah ketika alasannya target. Persoalannya, para pegawai itu sudah menjadi karyawan tetap dengan posisi acount officer (AO) atau biasa disebut mantri. “Bahkan ada yang 3 bulan lagi mau pensiun. PHK untuk para pegawai bank tersebut dikeluarkan pada Januari 2025. Namun mereka tidak mendapatkan gaji yang penuh untuk hasil kerja mereka di bulan Desember. Parahnya, rekening mereka pun langsung diblokir sehingga uangnya tidak bisa diambil, “ katanya.

Menurutnya ini sudah sangat keterlaluan karena artinya, klien-kliennya tidak bisa mengakses keuangan mereka. “Sudah di-PHK, rekening diblokir, bagaimana mereka menghidupi keluarga. Di samping itu, hak pesangon mereka pun rencananya tidak akan diberikan secara penuh karena mereka memiliki Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Sehingga pihak bank hanya akan membayarkan selisih atau kekurangan dari jumlah DPLK yang dimiliki klien-kliennya. Padahal DPLK itu uang mereka, beda lagi dengan pesangon,” jelasnya.

Mengingat somasi yang tidak direspons, pihaknya berencana mengambil langkah hukum baik secara perdata maupun pidana. Karena menurutnya, tindakan pejabat terkait sudah masuk dalam perbuatan melawan hukum. “Bukan hanya perdata, secara pidana juga saya lihat sudah memenuhi unsur,” tegas Nana.

Sementara itu, Kepala Disnaker Kota Banjar, Sunarto, mengatakan pihaknya masih sebatas menerima informasi dari kuasa hukum pegawai bank yang di-PHK. “Karena secara mekanisme, kita harus mendapat laporan pengaduan. Jadi, selama belum menerima laporan, kita hanya bisa menerima informasi. Namun, secepatnya kami akan menindaklanjuti,” kata Sunarto didampingi Kabid Perlindungan Tenaga Kerja, Dewi Fartika.

Sunarto menjelaskan bahwa sebelum kuasa hukum pegawai melapor, pihaknya sudah lebih dulu berkomunikasi dengan pihak bank terkait hak-hak pegawai yang di-PHK, termasuk pesangon yang akan diberikan. “Pihak bank meminta waktu karena pesangon tidak bisa diberikan sekaligus, melainkan secara bertahap. Pihak HRD bank menyatakan bahwa pembayaran pesangon minimal akan dilakukan dalam waktu tiga bulan dan maksimal enam bulan. Nanti bisa dikonfirmasi kembali jika ada kendala atau masalah lainnya,” jelasnya.

Menanggapi persoalan PHK Massal bank BUMN ini, Pemimpin Cabang BRI Kota Banjar, R Balya Taufik H A, menyampaikan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diketahui terkait kebijakan tersebut.

Ia menegaskan bahwa BRI selalu berpegang pada prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap kebijakan dan proses bisnisnya, termasuk dalam pengelolaan sumber daya manusia. Transparansi dan keadilan menjadi faktor utama dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pegawai.

Menurutnya, keputusan PHK merupakan langkah terakhir yang diambil setelah melalui berbagai proses dan pertimbangan matang. Sebelum keputusan ini diterapkan, BRI telah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk meningkatkan kinerja mereka melalui program evaluasi dan pengembangan, salah satunya melalui Performance Bootcamp.

Program ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap pegawai memiliki peluang dan dukungan yang cukup guna mencapai target kinerja yang telah ditetapkan perusahaan. “Proses PHK ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Evaluasi berbasis data telah dilakukan secara menyeluruh agar keputusan yang diambil tetap mempertimbangkan aspek keadilan dan objektivitas. PHK sendiri merupakan langkah yang lazim dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menjaga keberlanjutan bisnis, “ jelas R Balya Taufik.

Dalam konteks BRI, kebijakan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kebutuhan organisasi dengan pengembangan potensi sumber daya manusia. ”Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya BRI untuk menjaga daya saing, memastikan efisiensi operasional, dan memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah. PHK dilakukan terhadap pegawai yang tidak memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, BRI tetap mengutamakan pemenuhan hak-hak pekerja yang terdampak. Perusahaan memastikan bahwa hak-hak tersebut diberikan secara adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, “ pungkasnya. (Mamay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Views: 98 GARUT, JAPOS.CO – Wakil Bupati (Wabup) Garut, drg. Putri Karlina, secara resmi membuka Musyawarah Cabang Badan Kerja Sama Wanita Islam (BKSWI) Kabupaten Garut yang berlangsung di Gedung RA…