Views: 154
DEPOK, JAPOS.CO – Perdebatan panjang terkait perkara sengketa tanah yang melibatkan PT Haikal Cipta Abadi Perkasa (HCAP) kembali mengemuka. Kuasa hukum PT HCAP, Novianus Martin Bau, S.H., M.H., menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap, sekaligus membantah tudingan ketidaknetralan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Depok dalam perkara ini.
Dalam keterangan resmi yang diterima Japos.Co Jum’at ( 22/11/2024), Martin menyoroti tudingan yang diarahkan kepada Ketua PN Depok seolah-olah mengambil langkah yang tidak netral. Ia menegaskan bahwa semua keputusan yang diambil adalah hasil dari proses hukum yang panjang dan berjenjang.
“Putusan Hukum Bukan Kehendak Ketua PN Depok”
Martin menjelaskan bahwa perkara perdata antara PT HCAP sebagai penggugat melawan Ny. Ida Farida dan beberapa pihak lainnya telah melewati serangkaian proses hukum, mulai dari putusan tingkat pertama di PN Depok pada 2018 hingga Peninjauan Kembali (PK) kedua di Mahkamah Agung (MA) pada April 2024. Semua putusan tersebut, menurutnya, membuktikan bahwa hukum telah ditegakkan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Perkara ini sudah diputuskan sejak 2018 dan telah melalui proses hingga tingkat Peninjauan Kembali kedua. Tentu, putusan ini bukan kehendak Ketua PN Depok, tetapi hasil dari pengujian hukum oleh majelis hakim,” tegas Martin.
Ia menambahkan, tudingan terhadap Ketua PN Depok sebagai tidak netral adalah klaim yang tidak berdasar. “Ketua PN Depok hanya menjalankan amar putusan sesuai permohonan eksekusi yang diajukan pihak kami. Sebagai warga negara, seharusnya kita tunduk pada hukum yang telah berkekuatan hukum tetap,” lanjutnya.
“Laporan Polisi yang Tidak Relevan dan Proses Eksekusi yang Sah”
Martin juga menanggapi laporan polisi yang sebelumnya dilayangkan oleh Yan Sudrajat terhadap Supari, salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa. Menurutnya, laporan tersebut telah dicabut oleh pelapor, sehingga tidak relevan lagi untuk dijadikan bahan pembahasan.
“Semua pokok perkara telah diuji di pengadilan. Tidak perlu lagi membicarakan bukti-bukti karena semua sudah diputuskan. Ketika berperkara di pengadilan, seseorang harus siap untuk kalah atau menang,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa proses eksekusi yang dilakukan PN Depok adalah langkah sah berdasarkan putusan perkara perdata Nomor: 284/Pdt.G/2017/PN.Dpk. Proses ini termasuk aanmaning (peringatan), sita eksekusi, dan konstatering (pencocokan batas tanah).
“Proses Hukum yang Berjenjang dan Berkekuatan Hukum Tetap”
Martin memaparkan secara rinci perjalanan perkara ini. Pada tingkat pertama, PN Depok mengabulkan sebagian gugatan PT HCAP melalui putusan pada Oktober 2018. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada Juli 2019 dalam perkara perdata Nomor: 231/PDT/2019/PT BDG.
Selanjutnya, upaya kasasi yang diajukan oleh Ny. Ida Farida dan PT Bumi Kedaung Lestari ditolak oleh Mahkamah Agung melalui putusan perkara perdata Nomor: 2596 K/PDT/2020. Upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) pertama dan kedua yang diajukan para tergugat juga ditolak oleh Mahkamah Agung masing-masing pada Juli 2022 dan April 2024.
Dengan adanya putusan Mahkamah Agung pada tingkat PK kedua, Martin menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang untuk memperdebatkan keabsahan putusan.
“Eksekusi adalah Langkah Terakhir”
Saat ini, PT HCAP telah mengajukan surat permohonan eksekusi kepada Ketua PN Depok pada September 2024. Martin menegaskan, eksekusi adalah langkah terakhir untuk menyelesaikan sengketa ini. Ia meminta semua pihak menerima hasil keputusan dengan lapang dada.
“Maka selanjutnya, kami akan bermohon kepada Ketua PN Depok untuk melakukan eksekusi terhadap bidang tanah yang telah dilakukan sita dan konstatering,” tegas Martin.
“Seruan untuk Menghormati Hukum”
Martin mengimbau semua pihak untuk menghormati proses hukum dan menghindari tindakan yang bisa memicu fitnah atau kesalah pahaman di masyarakat.
Ia juga menekankan pentingnya bertanggung jawab atas ucapan dan tindakan yang diambil, baik di hadapan hukum negara maupun di hadapan Tuhan.
Dalamm sebuah perkara, tidak ada pihak yang dizalimi atau dirugikan secara sepihak. Semua keputusan telah melalui proses hukum yang adil. Mari kita jaga integritas dan taat pada hukum yang telah berkekuatan hukum tetap,” tutupnya.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya menghormati hukum sebagai dasar penyelesaian sengketa. Dengan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, diharapkan tidak ada lagi spekulasi atau upaya lain yang justru memperkeruh situasi. Kini, semua mata tertuju pada PN Depok untuk menyelesaikan proses eksekusi sebagai langkah akhir dari perjalanan panjang perkara ini. (Joko Warihnyo)