Views: 202
DEPOK, JAPOS.CO – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Depok, H. Ridwan SH, yang menjabat sejak 29 Desember 2022, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial, Kejaksaan Tinggi, Ombudsman, hingga Kamar Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pelaporan ini dilakukan oleh Endang Hadrian SH & Partners, yang bertindak sebagai kuasa hukum Ida Farida, dalam upaya mencari keadilan dan perlindungan hukum terkait sengketa tanah di kawasan Kedaung, Depok.
Endang Hadrian menyatakan, kliennya, Ida Farida, merasa dirugikan oleh keputusan PN Depok yang mengesahkan constatering (pencocokan) dan eksekusi sita tanah yang sebenarnya masih dalam proses sengketa. Menurutnya, PN Depok tidak seharusnya melakukan tindakan tersebut mengingat adanya gugatan perlawanan eksekusi (partij verzet) dengan nomor perkara 353/Pdt.Bth/2024/PN.Dpk yang masih terdaftar di pengadilan.
“Ini adalah pelanggaran hukum, terutama ketika pengadilan seharusnya menunggu penyelesaian gugatan perlawanan sebelum melakukan tindakan eksekusi. Namun faktanya, ketua PN Depok tetap melanjutkan proses ini. Hal ini menunjukkan ketidakadilan dan memperlihatkan bahwa proses hukum yang berjalan telah mencederai asas keadilan,” ujar Endang dalam keterangannya kepada wartawan Kemarin
Kasus ini bermula dari klaim kepemilikan tanah di Kedaung, Depok, yang diajukan oleh seorang individu berinisial “S” atas nama PT Haikal Abadi Perkasa. Sementara itu, setelah diselidiki lebih dalam, PT Haikal Abadi Perkasa ternyata merupakan milik Yan Sudrajat, bukan milik S. Hal ini menimbulkan dugaan pencatutan nama perusahaan oleh S, sehingga Yan Sudrajat sebagai pemilik sah PT Haikal melaporkan S ke Mabes Polri.
Yan Sudrajat mengklaim bahwa pencatutan nama perusahaannya oleh S dilakukan sejak tahun 2017, saat S mulai mengklaim tanah milik Ida Farida sebagai miliknya. Kasus ini memicu polemik berkepanjangan, terutama setelah sertifikat tanah yang dimenangkan oleh S dalam sengketa dengan Ida Farida ternyata sudah dibatalkan. Ida Farida menambahkan, “Saya heran bagaimana pengadilan bisa memenangkan S, padahal ia sudah dilaporkan ke Mabes Polri dan masih dalam proses hukum.”
Kasus ini semakin ramai diperbincangkan publik setelah Ida Farida mengunggah kronologi detail dan bukti-bukti kepemilikannya di kanal YouTube. Dalam video tersebut, ia menuding ada keterlibatan pihak-pihak berpengaruh yang diduga mendukung dan membekingi S. Namun, video tersebut akhirnya dihapus oleh platform YouTube setelah beberapa pihak melayangkan laporan atas dugaan pencemaran nama baik.
Kontroversi ini semakin mengundang sorotan, mengingat dalam video tersebut Ida Farida secara terang-terangan menyebut adanya pejabat partai yang diduga terlibat dalam sengketa tersebut. Tak sedikit yang menganggap bahwa penghapusan video tersebut adalah upaya untuk menutupi fakta-fakta yang merugikan Ida Farida.
<span;>Kasus ini muncul di tengah perdebatan hangat di media sosial terkait video viral yang meminta kenaikan gaji bagi para hakim. Isu ini membuka ruang diskusi publik tentang sejauh mana para hakim benar-benar mampu menjalankan tugasnya secara adil, tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun. Masyarakat mempertanyakan integritas dan netralitas hakim dalam menyelesaikan perkara, terutama ketika putusan pengadilan tampak berpihak pada individu yang sudah dilaporkan atas dugaan tindak pidana.
<span;>Banyak pihak mendesak agar laporan yang disampaikan Endang Hadrian atas nama Ida Farida segera diusut tuntas oleh KPK, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung. Proses ini diharapkan mampu memberikan keadilan bagi Ida Farida sekaligus mempertegas komitmen aparat penegak hukum dalam menjamin asas keadilan dan melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan hukum.
<span;>Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak PN Depok belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan yang dilayangkan Endang Hadrian. Kasus ini menyisakan banyak pertanyaan bagi publik mengenai kredibilitas institusi peradilan serta keberanian masyarakat untuk melawan ketidakadilan di tengah kuatnya pengaruh-pengaruh pihak tertentu.( Joko Warihnyo )