Views: 1.5K
DEPOK, JAPOS.CO – Kasak-kusuk politik sedang hangat di Kota Depok, terutama terkait dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Wali Kota Mohammad Idris. Mata publik, partai politik, dan pengamat kini tertuju pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Depok, yang akan memutuskan nasib sang wali kota dalam konteks dugaan pelanggaran tersebut. Rumor yang berkembang menyebutkan adanya upaya lobi-lobi politik agar Mohammad Idris lolos dari sanksi. Tidak mengherankan jika masyarakat Depok mulai mencurigai adanya kongkalikong antara pihak KPU dan Wali Kota.
Surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Depok untuk KPU terkait dugaan pelanggaran kampanye ini menjadi sorotan. Aliansi Advokat Kota Depok, melalui ketuanya Andi Tatang Supriyadi, dengan tegas menanggapi keputusan KPU Depok yang diterbitkan pada 19 Oktober 2024. Menurutnya, surat dengan nomor 814/HK.07.6-SD/3276/2024 itu mengandung banyak poin yang patut dikritisi.
“Rekomendasi tersebut mengacu pada dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Wali Kota Mohammad Idris dalam kampanye pemilu 2025. Namun, ada interpretasi yang berbeda terkait pelanggaran ini,” ujar Andi Tatang Supriyadi Kepada JAPOS.CO Kamis (24/10/2024)
Tatang menekankan bahwa KPU Depok memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu sesuai dengan Pasal 10 huruf B1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Meski pelanggaran administrasi telah diakui, menurutnya, hal ini tidak serta merta menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sesuai dengan Pasal 71 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2016.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana KPU merespon rekomendasi tersebut. Tatang menilai, ada kejanggalan ketika KPU justru membalas rekomendasi Bawaslu dengan menggunakan Pasal 71 ayat 1 yang merupakan ranah hukum pidana, padahal Bawaslu tidak menemukan pelanggaran pidana dalam kasus ini.
“Ini sangat aneh. Pasal 71 ayat 1 adalah kewenangan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), bukan KPU. Ini harus diluruskan, KPU salah memahami rekomendasi,” lanjut Tatang.
KPU dinilai salah dalam menindaklanjuti surat Bawaslu. “Jika tidak segera diselesaikan, hal ini bisa mencederai proses demokrasi di Depok,” ungkapnya.
KPU Depok sebelumnya telah mengeluarkan surat yang meminta Wali Kota Mohammad Idris menjalani sanksi administratif atas dugaan kampanye tanpa izin cuti. Surat tersebut juga meminta Bawaslu mengkaji lebih lanjut sanksi yang pantas diberikan.
Dari sisi lain, Bawaslu Kota Depok, melalui Komisioner Divisi Penanganan Perkara, Data, dan Informasi Sulastio, menegaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Mohammad Idris adalah pelanggaran administrasi. Sang wali kota terbukti melakukan kampanye di luar jadwal cuti untuk mendukung pasangan calon nomor urut 1, Imam Budi Hartono-Ririn Farabi Arafiq.
Sulastio menjelaskan, sesuai dengan Pasal 70 ayat 2 UU Pilkada, kepala daerah yang hendak mengikuti kampanye harus mengajukan izin cuti. Hal ini juga ditegaskan dalam PKPU nomor 13 tahun 2024 dan surat edaran Mendagri nomor 100.
“Seharusnya, Wali Kota Depok mengajukan cuti jika ingin berkampanye. Itu aturan yang berlaku dan harus dipatuhi,” tegas Sulastio.
Bawaslu menegaskan bahwa unsur pelanggaran administrasi telah terpenuhi dan sudah merekomendasikan tindakan kepada KPU untuk menindaklanjutinya. Namun, hingga saat ini, masih ada keraguan tentang keseriusan KPU dalam menjalankan rekomendasi tersebut.
Hingga Berita ini diturunkan Media JAPOS.CO sudah berusaha meminta keterangan dan konfirmasi kepada Ketua KPU Depok Wili Sumarlin,saat dihubungi tidak diangkat di WA belum ada respon.
Bagi masyarakat, terutama kelompok kritis, munculnya rumor lobi-lobi politik dan kongkalikong antara Wali Kota Depok dan KPU bukan sekadar isapan jempol. Mereka menuntut transparansi dan keadilan agar proses demokrasi di Depok berjalan tanpa ada intervensi pihak-pihak yang berkepentingan.
Ke depan, kasus ini akan menjadi ujian besar bagi integritas KPU Depok dalam menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil. Jika tidak segera ditindaklanjuti secara benar, kredibilitas lembaga tersebut dan proses demokrasi di Kota Depok bisa dipertanyakan.(Joko Warihnyo)