Views: 983
BANDUNG, JAPOS.CO – Sidang dugaan tindak pidana korupsi yang di kenal Perkara Tol Cisundawu Kabupaten Sumedang kembali di gelar di PN.Tipikor Bandung Rabu (23/10). Agenda sidang masih menghadirkan saksi saksi.
Persidangan perkara ini cukup menarik perhatian pengunjung sidang melihat seorang Bapak yang di usianya nyaris 1 abad, Dadan Setiadi Megantara, berusia 73 tahun, jadi terdakwa duduk dikursi pesakitan di persidangan, dia duduk di kursi roda, tak mampu berdiri karena riwayat penyakit disleksia, jantung dan stroke.
Di persidangan pada H.Dadan menyimak keterangan saksi. Dalam perkara ini, dia didakwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak pidana korupsi yang ancaman maksimal 20 tahun penjara.
“Kami dizalimi. Tanah sudah jadi tol, bapak dipenjara, uangpun tak kami nikmati sepeserpun,” ujar Astrid (39), anak pertama Dadan Setiadi, ketika di tanya di PN.Bandung
Astrid pun menceriterakan saat ini, Dadan mendekam di Rutan Kebonwaru, Jalan Jakarta, rutan yang selama ini dikenal dihuni para napi pidana umum.
“Bapak tinggal di klinik (rutan) karena kondisi kesehatannya, atas saran dokter juga. Tidur pun pakai obat tidur,” ujar Astrid.
Padahal kuasa hukum Bapak sudah mengajukan penangguhan dan selama ini, keluarga masih merasa janggal atas kasus tersebut. Dituduh korupsi namun uangnya masih ada di bank BTN lewat proses konsinyasi di PN Sumedang.
“Bapak sering cerita, salahnya dimana, saya korupsi apa. Ini memang janggal,” ujar dia.
Soal unsur kerugian negara dalam kasus korupsi pengadaan tanah ini yang masih ada di bank BTN dalam status konsinyasi melalui PN Sumedang, hal ini pun dibenarkan oleh Jaksa Arlin Aditya dari Kejari Sumedang.
“Iya masih (ada) di Bank BTN lewat konsinyasi di PN Sumedang. Soal (kerugian negara) biar nanti hakim yang memutuskan,” ucap Arlin.
Namun, dia menyebut bahwa peristiwa korupsi ini berawal dari adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah, yang berdampak pada kerugian keuangan negara.
“Ya seperti itu, ada perbuatan melawan hukum dalam prosesnya, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujar dia.
Karena perbuatan melawan hukum itu, akhirnya pemerintah menganggarkan uang Rp 320 miliar lebih untuk penggantian tanah. Karena tanah masih terjadi sengketa, uang tersebut kemudian dititipkan ke BTN melalui PN Sumedang lewat mekanisme konsinyasi.
“Kerugian negara dalam kasus ini, uangnya masih ada, di bank BTN melalui PN Sumedang lewat konsinyasi. Uangnya tidak dinikmati oleh pak Dadan, peristiwa korupsi memperkaya diri nya ini belum terjadi karena uangnya masih konsinyasi,” ucap Jainal RF Tampubolon, pengacara Dadan Setiadi.(Yara)