Views: 951
BANDUNG, JAPOS.CO – Sidang tindak pidana umum dengan agenda eksepsi atau nota pembelaan dengan terdakwa MT yang sempat tertunda akhirnya digelar di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus pada Kamis (10/10).
Dalam eksepsinya kuasa hukum MT menyebutkan bahwa surat dakwaan JPU dinilai tidak cermat dan prematur untuk itu tim kuasa hukum meminta agar surat dakwaan dibatalkan demi hukum, hal ini karena dakwaan JPU dianggap kabur dan tidak memenuhi syarat
Tim kuasa hukum MT dari Kantor Hukum Randy Raynaldo, S.H. & Partners dan Dr. Yopi Gunawan, S.H., M.H., M.M., C.Med., CTL., menilai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dan kurang lengkap.
Menurutnya surat dakwaan dalam perkara pidana No. 786/Pid.B/2024/PN.Bdg sangat tidak memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
“Surat dakwaan tidak menguraikan peristiwa hukum secara cermat, jelas, dan lengkap, serta sarat dengan ketidakcermatan dalam penyajian fakta dan jumlah kerugian yang dialami pelapor, ” tutur Randy Raynaldo, S.H.,
Randy Raynaldo, S.H., selaku kuasa hukum MT meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan eksepsi ini dan membatalkan surat dakwaan jaksa demi hukum karena dianggap tidak cermat, tidak jelas, dan penuh dengan ketidakpastian.
“Kami berharap majelis hakim yang mulia mempertimbangkan eksepsi ini dan memutuskan bahwa surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum. Dakwaan ini sangat prematur dan tidak memiliki dasar yang kuat untuk diteruskan, ” tuturnya.
Jaksa Penuntut Umum menuduh MT telah melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP dan penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP, akan tetapi dakwaan tersebut dianggap kabur karena tidak menjabarkan peristiwa hukum yang sebenarnya terjadi dalam kurun waktu yang disebutkan, yaitu antara tahun 2017 hingga 2021.
“Dakwaan yang disusun jaksa sangat tidak cermat. Fakta-fakta penting terkait peristiwa di tahun 2019 dan 2020 tidak dijelaskan secara utuh. Ini jelas tidak memenuhi syarat kelengkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP,” ujarnya.
Sementara itu Dr. Yopi Gunawan menyampaikan ada beberapa point dalam eksepsinya, yang pertama Jaksa Penuntut Umum tidak menjabarkan peristiwa hukum tersebut secara mendetail.
Menurut Yopi Gunawan yang dijabarkan adalah peristiwa hukum tahun 2017 – 2018 kemudian meloncat ke tahun 2021. Peristiwa hukum tahun 2019 dan 2020 tidak dijelaskan dalam dakwaan, padahal di tahun 2019 dan 2020 itu ada peristiwa hukum yang sangat berarti bagi cermatnya dakwaan JPU.
Terus yang kedua Jaksa tidak cermat dalam membuat data kerugian dimana menurut jaksa bahwa kerugian tersebut mencapai Rp100 miliar, akan tetapi pada sisi lain disebutkan bahwa total uang yang ditransfer pelapor kepada terdakwa dari April 2017 hingga Januari 2018 mencapai Rp100.138.885.100.
“Apakah kerugiannya 100 M atau Rp100.138.885.100 atau Rp65.854.439.751 atau Rp. 66.129.439.751 ini yang tidak dijelaskan sehingga dakwaan jaksa dinilai tidak cermat”, ujar Yopi
Tim kuasa hukum menilai bahwa jaksa tidak yakin dengan angka yang disebutkan, sehingga surat dakwaan menjadi kabur (obscuur libel) dan tidak bisa dijadikan dasar untuk menuntut terdakwa.
Selanjutnya menurut Yopi Gunawan bahwa sebelum perkara pidana ini masuk ke pengadilan, sudah ada perkara perdata yang diajukan MT selalu penggugat dengan nomer 267/Pdt.G/2024/PN.Bdg yang didaftarkan pada tanggal 1 Juli 2024.
Hal ini jelas diterangkan didalam peraturan KUHAP pasal 81 juga peraturan Mahkamah Agung no 1 tahun 1956 junto surat edaran Mahkamah Agung no 4 tahun 1980.
Seharusnya permasalahan pidana ini ditunda sampai perkara perdata ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
“JPU seharusnya tidak mendaftarkan ke pengadilan atas kasus pidana ini, harus menunggu dulu perkara perdata diputus oleh hakim sampai mempunyai kekuatan hukum tetap” pungkasnya.(Yara)