Scroll untuk baca artikel
BeritaDepok

Disdik Depok Bantah Keras Dugaan Jual Beli Nilai Rapor di SMPN Baru

×

Disdik Depok Bantah Keras Dugaan Jual Beli Nilai Rapor di SMPN Baru

Sebarkan artikel ini

Views: 1.1K

DEPOK, JAPOS.CO – Masyarakat Kota Depok sedang dihebohkan oleh dugaan adanya jual beli nilai rapor kelulusan di beberapa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) baru. Tuduhan ini ditujukan kepada SMPN 29, SMPN 32, dan SMPN 19, yang notabene merupakan sekolah baru dan belum banyak dikenal.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Kecurigaan muncul ketika siswa dari ketiga SMPN tersebut berhasil mendominasi penerimaan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) favorit di Depok, seperti SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, dan SMAN 6. Siswa dari SMPN 29, 32, dan 19 menempati peringkat teratas dengan nilai akademik yang mengalahkan siswa dari SMPN favorit seperti SMPN 1 dan SMPN 2.

Seorang netizen di media sosial mengungkapkan keheranannya atas tingginya nilai rata-rata rapor siswa dari SMPN 29 dan SMPN 32 yang diterima di SMAN favorit. “Takjub lihat total nilai rata-rata raport SMPN 29 dan SMPN 32 di PPDB SMAN. Kan, jadi penasaran googling SMPN-nya,” tulisnya.

SMPN 29 dan SMPN 32 adalah sekolah baru yang didirikan pada 2021. SMPN 29 berlokasi di Jalan Raya Cipayung, sementara SMPN 32 menggunakan gedung SDN yang tak terpakai di Jalan Janger Raya, Kecamatan Sukmajaya.

Menanggapi isu ini, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok segera mengambil langkah untuk meredam kesimpangsiuran informasi tersebut. Sekretaris Disdik Kota Depok, Sutarno, menegaskan bahwa tidak mungkin terjadi kecurangan jual beli nilai rapor di ketiga SMPN tersebut.

“Ada sistem aturan serta pengawasan yang berjenjang dan wajib diketahui Disdik Kota Depok,” ujar Sutarno Sabtu (30/6/2024).

Sutarno menjelaskan bahwa dalam menjalankan program pemerintah, Merdeka Belajar, tidak ada lagi konsep sekolah favorit atau unggulan. Semua sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk mencetak siswa berprestasi.

“Masyarakat harus memahami kurikulum yang dipakai sekarang adalah Kurikulum Merdeka, di mana para guru sudah dibekali menjadi guru penggerak bersertifikasi yang dapat meningkatkan kompetensi siswa,” tambahnya.

Program Merdeka Belajar memungkinkan guru-guru muda bersertifikasi, yang disebut guru penggerak, untuk meningkatkan kompetensi siswa melalui pendekatan yang berpihak kepada siswa.

“Kelulusan tahun ini patut diapresiasi kepada guru penggerak di SMPN 29 dan SMPN 32. Walau sekolah baru, mereka berhasil meningkatkan kompetensi siswanya,” ungkap Sutarno.

Keberhasilan siswa di SMPN 29 dan SMPN 32, menurut Sutarno, juga didukung oleh jumlah siswa yang relatif sedikit, sehingga memudahkan guru penggerak untuk memantau perkembangan prestasi siswa.

“Kelas IX hanya memiliki 5 rombongan belajar, sehingga guru penggerak lebih mudah untuk memantau perkembangan prestasi siswanya,” ucapnya.

Sutarno juga menyebutkan bahwa SMPN yang selama ini dianggap favorit, seperti SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, dan SMPN 4, memiliki jumlah siswa yang jauh lebih banyak, yakni antara 10-30 rombongan belajar untuk Kelas IX. “Itu salah satu tolak ukurnya, sehingga lebih mudah menggenjot prestasi belajar siswa di SMPN 29 dan 32,” katanya.

Sutarno menegaskan bahwa tidak ada lagi ujian nasional, dan sekolah kini memiliki kewenangan untuk membuat soal ujian sesuai kebutuhan masing-masing.

“Jadi, jangan ada lagi kecurigaan. Kita punya pengawas dan pendamping yang memastikan setiap tahapan pembelajaran sesuai dengan standar,” tutupnya.

Dengan penjelasan ini, diharapkan masyarakat dapat memahami dan menerima bahwa pencapaian siswa dari SMPN baru ini adalah hasil dari penerapan Kurikulum Merdeka dan kerja keras para guru penggerak.( Joko Warihnyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *