Views: 1.2K
MAROS, JAPOS.CO – Pihak Polres Maros tengah menghadapi kritik keras terkait penanganan laporan dugaan pungutan liar (pungli) di SMAN 7 Mallawa Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Laporan yang sejak 19 Juni 2024 tersebut dinilai lambat diproses.
Situasi ini memungkinkan terlapor melakukan intimidasi terhadap penerima dan orang tua siswa, sehingga menimbulkan kesan bahwa aparat penegak hukum tidak bekerja dengan optimal.
Kritikan ini juga diarahkan kepada Kapolda Sulawesi Selatan agar mengevaluasi kinerja Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu Drajat Sejati S.Trk.
Kasus ini melibatkan seorang pegawai honorer berinisial AAC, yang diduga meminta uang sebesar Rp200.000 kepada penerima dana Program Indonesia Pintar (PIP).
Alasan yang digunakan adalah untuk menutupi biaya makan, perjalanan, dan pengurusan administrasi. Praktik ini diyakini terjadi akibat rendahnya gaji dan beban kerja yang sering melebihi jam kerja resmi.
Jika terbukti, AAC bisa menghadapi konsekuensi serius. Berdasarkan Permendikbud No. 44 Tahun 2012, pelaku pungli dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran tertulis hingga pemberhentian tidak hormat.
Selain itu, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mengancam dengan hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Meski AAC adalah pegawai honorer, ia tetap bisa dikenai sanksi kepegawaian. Pemberhentian dari tugas adalah salah satu sanksi yang mungkin diterapkan.
Bagi ASN yang terlibat dalam praktik serupa, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil memberikan rentang sanksi dari ringan hingga berat.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah mengambil langkah proaktif dengan mengeluarkan surat edaran Nomor: 400.3/5420/DISDIK tanggal 24 Mei 2024 yang menegaskan larangan pungli dalam penyaluran dana bantuan pemerintah.
Ketua LSM Lidik Pro Maros, Ismar, SH, mengkritik keras lambatnya penanganan kasus ini. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan transparan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap program bantuan pemerintah.
“Tidak ada alasan yang membenarkan pungli. Dana bantuan harus sepenuhnya digunakan untuk siswa yang membutuhkan,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah mengeluarkan surat edaran yang melarang pungli dalam penyaluran dana bantuan pemerintah. Namun, surat edaran tersebut sering kali hanya dianggap sebagai formalitas.
Kasus ini memperlihatkan kelemahan dalam sistem pengawasan dan pentingnya tindakan tegas agar integritas dan kepercayaan terhadap lembaga pendidikan dapat dipulihkan.
Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan, Andi Ikbal Najamuddin, yang dihubungi melalui pesan WhatsApp, belum memberikan respons setelah mempublikasikan hasil pemeriksaan yang bekerja sama dengan BPK.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan baik dari Polres Maros maupun dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan.(hk)