Views: 4.9K
KETAPANG, JAPOS.CO – Pembangunan proyek Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang di Jalan Pangeran Kusuma Jaya, Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat, tidak dilanjut diduga ada unsur kerugian keuangan Negara miliaran rupiah jadi Sorotan.
Berdasarkan penelusuran Japos.co melalui sistem elektronik pengadaan barang dan jasa pada laman LPSE Ketapang, proyek bangunan Rumah Adat Melayu Ketapang telah mendapat empat kali kucuran dana APBD Kabupaten Ketapang yaitu di tahap kajian arsitektur pada tahun 2014 senilai Rp 80 juta, kemudian di tahun 2018 kembali dikucurkan Rp 491 juta untuk DED Rumah Adat Melayu Ketapang melalui dinas PUPR.
Setelahnya mulai dikerjakan bagian pondasi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pada tahun 2019 dengan APBD senilai Rp Rp 1,4 miliar. Kemudian dilanjutkan lagi pada APBD Perubahan Ketapang di tahun 2020 senilai Rp 900 juta lebih, dan lokasi pembangunan rumah adat melayu tersebut sudah menjadi aset pemerintah daerah kabupaten Ketapang dengan adanya SK.
Proyek pembangunan Rumah Adat Melayu Ketapang tidak dilanjudkan karena mendapat penolakan dilansir Media Online KalbarOnline, Ketapang (30/03/2023) Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Ketapang, Rustami mengakui kalau pihaknya yang menginginkan agar pembangunan Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang di Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong tak dilanjutkan.
MABM Ketapang juga telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Ketapang melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) agar lokasi rumah adat itu dipindahkan ke kawasan jalan lingkar Kota Ketapang.
“Memang kami membuat surat ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bahwa peruntukan rumah adat itu rasanya tidak sesuai,” kata Rustami saat dikonfirmasi KabarOnline, Kamis (30/03/2023).
“Masak rumah adat Melayu di dalam hutan. Kami tidak setuju dengan lokasi itu,” jelasnya menambahkan.
“Memang kami membuat surat ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bahwa peruntukan rumah adat itu rasanya tidak sesuai,” kata Rustami saat dikonfirmasi KabarOnline, Kamis (30/03/2023).
“Masak rumah adat Melayu di dalam hutan. Kami tidak setuju dengan lokasi itu,” jelasnya menambahkan.
Ia menambahkan, kalau permintaan MABM itu murni dari masyarakat Melayu Ketapang yang menginginkan pembangunan rumah adat Melayu di lokasi yang strategis tanpa ada embel-embel politis atau lainya.
“Yang jelas kami tidak cocok dengan lokasinya. Ini juga merupakan pesan dari almarhum Pak Morkes, agar nanti jika dibangun rumah adat Melayu lokasinya tidak jauh dari kawasan lingkar kota,” tandanya.
Hal ini juga kembali ditegaskan oleh M Febriadi selaku ketua terpilih antar waktu Majelis Adat Budaya Melayu ( MABM) Kabupaten Ketapang beberapa waktu lalu dalam sambutannya menjelaskan terkait rumah adat melayu, akan segera di bangun, yang mana, pembangunan itu akan dilaksanakan di seputar Jalan Lingkar Kota Ketapang.
Sebenarnya kata Febri, pembangunan Rumah Adat Melayu seyogyanya dilaksanakan di Desa Negeri Baru Kecamatan Benua Kayong. Namun karena sesuatu hal pembangunan di pindahkan ke Jalan Lingkar Kota Kecamatan Delta Pawan Ketapang.
Hanya saja katanya, guna kepentingan administrasi, rumah adat yang baru nantinya akan diberi nama Balai Cengkrame Majelis Budaya Melayu Ketapang.
Dipilihnya pembangunan Rumah Adat Melayu (MABM) di Lingkar Kota, merupakan hasil musyawarah atau kesepakatan dirinya dengan pengurus bersama ketua yang lama (Rustami Adnan), sekaligus mensingkrongkan program pemerintah daerah dimana seputar Jalan Lingkar Kota akan dijadikan sebagai daerah pariwisata budaya untuk semua Etnis yang ada di Kabupaten Ketapang, seperti, Etnis Dayak, Jawa, Tionghoa dan etnis lainnya.
“Alhamdulillah, lokasi tanah sudah ada dan sudah kita bayar senilai Rp 9 milyaran. Dan Alhamdulillah untuk biaya pembangunan, Pemda Kabupaten Ketapang APBD tahun 2024 ini telah menganggarkan Rp 6 miliar. Rumah Adat ini diberi nama Balai Cengkrame Majelis Budaya Melayu Ketapang,” papar Febriadi. .
Febriadi menyebutkan dalam waktu dekat akan dilaksanakan peletakkan batu perdana sebagai simbol pembangunan rumah adat, sambil menunggu Pemerintah Daerah mencabut SK di Negeri Baru untuk dialihkan ke Jalan Lingkar Kota Ketapang.
Melihat hal ini Udin (45) warga masyarakat ketapang menjelaskan, jika semua rumah adat dibangun di jalan lingkar kota sebagai aset wisata sesuai konsep pemerintah Kabupaten Ketapang, kenapa Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang dan DPRD Kabupaten ketapang berani mengucurkan empat kali anggaran yang nilainnya capai milyaran rupiah untuk membangun rumah adat melayu di Jalan Pangeran Kusuma Jaya Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong dan sudah Mendapatkan SK dari Pemerintah Daerah.
”Jika lokasi rumah adat melayu ini ditolak oleh organisasi MABM, siapa yang mengusulkan lokasi ini?. Proyek rumah adat melayu ini, jika tidak dilanjudkan jelas ada unsur kerugian negara miliaran rupiah, dan perlu di usut siapa saja pihak-pihak yang bertangung jawab atas proyek ini?, jika SK lokasi tersebut dicabut aset tanah tersebut milik siapa?”. ucap Udin di kantor Japos.co. beberapa waktu lalu.
(Agustinus).