Views: 895
DEPOK, JAPOS.CO – Pengamat politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, mengusulkan agar usia pensiun Tentara Nasional Indonesia (TNI) disamakan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya, seperti Polri, Kejaksaan, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia mengusulkan usia pensiun TNI menjadi 60-65 tahun, menyesuaikan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia yang mencapai 74 tahun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik akhir Desember 2023.
“Usia pensiun TNI tergolong terlalu cepat dibandingkan dengan Polri dan PNS lainnya. Apalagi jika dikaitkan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia sekitar 74 tahun,” kata Selamat Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Ginting memberikan tanggapan ini terkait Rapat Paripurna DPR ke-18 Masa Sidang V Tahun 2023-2024 yang mengesahkan empat RUU menjadi usul inisiatif DPR pada Selasa (28/5). Empat RUU tersebut adalah RUU perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri, RUU perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan RUU perubahan ketiga UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
RUU TNI ini akan mengakomodasi tiga materi pokok usulan revisi, yaitu terkait status TNI, masa pensiun dinas, dan hubungan TNI dengan Kementerian Pertahanan.
Menurut Ginting, usia pensiun TNI maksimal 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara serta tamtama, tergolong paling muda di dunia. Umumnya, negara-negara di Asia dan dunia rata-rata menetapkan usia pensiun antara 60-65 tahun, yang terkait dengan usia harapan hidup penduduk di negara-negara tersebut.
“Jika dikaitkan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia yang sekitar 74 tahun, wajar apabila usia pensiun TNI ditingkatkan menjadi 60-65 tahun. Usia tersebut masih tergolong produktif dengan semakin baiknya tingkat kesehatan dan kesejahteraan penduduk,” jelas Ginting.
Ginting menjelaskan bahwa sama seperti PNS, usia pensiun bagi eselon dua dan eselon satu adalah maksimal 60 tahun, sementara eselon tiga ke bawah pensiun pada usia 58 tahun. Sedangkan tenaga fungsional seperti dosen atau tenaga pengajar bisa bekerja hingga usia 65 tahun. Oleh karena itu, wajar pula apabila perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan strategis, serta prajurit dengan keahlian khusus, diberi kesempatan berdinas hingga maksimal 65 tahun.
“Prajurit yang mempunyai tugas fungsional serta keahlian tidak bisa begitu saja dipensiunkan karena mencetak sumber daya manusia seperti itu tidak mudah dan mahal. Misalnya ahli penjinak bom, ahli nuklir, biologi, dan kimia, teknisi pesawat tempur, teknisi kapal perang, dan lain-lain. Semakin tua akan semakin ahli dan matang. Mereka umumnya golongan bintara. Jadi wajar juga jika mereka pensiun pada usia 58-60 tahun, karena negara membutuhkan keahlian mereka,” ungkap Ginting.
Ginting menyarankan agar UU TNI Pasal 53 tentang usia pensiun prajurit TNI bisa disesuaikan dengan Polri. Prajurit TNI melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 tahun, sedangkan untuk jabatan fungsional dapat berdinas sampai usia paling tinggi 65 tahun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Bagi perwira tinggi TNI, masa dinas keprajuritan dapat diperpanjang secara selektif oleh Presiden. Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan masa dinas keprajuritan cukup bisa diatur dengan Peraturan Panglima TNI saja, karena pimpinan TNI mengetahui urusan internalnya,” ujar Ginting.
Selamat Ginting juga menyoroti jumlah personel TNI yang minim dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 270 juta jiwa. Prajurit TNI hanya sekitar 500 ribu orang. Jika mengambil satu persen dari jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah prajurit aktif TNI mencapai 2,7 juta personel. Begitu juga dengan polisi, jumlahnya mestinya 2,7 juta personel aktif.
“Namun melihat kondisi keuangan negara, yang paling memungkinkan saat ini adalah menjadikan jumlah prajurit TNI sekitar satu juta personel, begitu juga dengan prajurit aktif Polri sekitar satu juta personel. Dengan jumlah personel gabungan TNI dan Polri sekitar dua juta personel, kita bisa lebih leluasa menjalankan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) menghadapi ancaman perang berlarut,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik dan militer.
Menurut Ginting, memperlambat usia pensiun TNI dan Polri hingga 60-65 tahun dapat membantu memenuhi jumlah personel yang dibutuhkan untuk mengisi organisasi TNI dan Polri dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote, termasuk mengisi organisasi-organisasi baru yang disesuaikan dengan hakikat ancaman bagi NKRI.
“Misalnya, bintara yang usianya sekitar 50 tahunan dapat mengisi posisi babinsa. Sehingga satu pos babinsa idealnya akan mengisi satu desa, bukan seperti saat ini di mana satu babinsa bisa bertugas di 3-5 kecamatan. Bintara dengan usia 50 tahunan diharapkan akan lebih bijak dan bisa dituakan seperti tokoh masyarakat,” pungkas Ginting.( Joko Warihnyo )