Views: 1.4K
PANGANDARAN, JAPOS.CO – Mendirikan sebuah usaha yang memiliki cuan beromset puluhan juta memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Ada banyak rintangan dan cobaan selama berprosesnya. Seperti yang dirasakan Bayu Pebrianto (37) pemuda asal Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, merasakan proses panjang untuk menjadi seorang pengusaha konveksi. Ia mengaku hanya bermodalkan mesin jahit bekas, merintis usaha konveksi dan mendirikan produk fesyen dengan brand sendiri.
Bayu merupakan mantan karyawan garmen di salah satu perusahaan Kota Bandung. Dia cukup lama bekerja untuk orang lain. Bayu mengaku hanya bermodal awal mesin jahit milik temannya yang kerja di pabrik garmen.
Tahun 2016, Bayu keluar dari pekerjaannya dan memilih merintis usahanya sendiri di Kabupaten Pangandaran. Meskipun hanya memanfaatkan ruang tamu untuk produksi berbagai jenis pakaian. Bayu tetap semangat untuk melanjutkan usahanya.
Bayu mengatakan awalnya tidak sengaja, waktu kerja di garmen punya supervisor yang memiliki mesin jahit sendiri dan membuka jasa penjahitan sendiri serta produksi kebutuhan fesyen. “Waktu itu sekitar tahun 2014 ada teman sekampus saya menawarkan pembuatan jeans dengan branding yang cukup terkenal waktu itu. Kemudian saya tawarkan ke teman saya yang punya mesin jahit untuk meminta dibantu produksi,” kata Bayu saat berbincang dengan japos.co, Kamis (14/3).
Ia mengatakan orderan pertama itu diambil untuk pertama kalinya sebagai pilot project. “Alhamdulillah hasilnya client suka, mulai dari situ ada yang minta lagi. Kemudian, permintaan banyak sampai berlanjut terus ada yang suka dengan hasil jahitannya. Bahkan sampai nambah mesin, pinjam lagi karena waktu itu masih ikut dengan teman di Bandung,” katanya.
Setelah memutuskan pulang ke Pangandaran, Bayu mulai merintis usaha konveksinya dengan hanya 2 unit mesin jahit. Selain itu, Bayu pun menerima pinjaman 8 mesin jahit tambahan dari temannya. Kendati demikian, kata Bayu, untuk memulai usaha menjahit ruangannya memakai ruang tamu rumah, dengan hanya 5 orang pekerja hingga menambah belasan karyawan. “Seiring berjalannya waktu, mencicil beli mesin dan tentu menambah karyawan juga ,” kata Bayu.
Namun, menurut dia, karena modal masih kecil kadang beberapa kali harus mengelola keuangan dengan baik. Selain membayar karyawan bergelut dengan keuangan kebutuhan sehari-hari. “Waktu itu modal masih kecil orderan belum terlalu banyak, bahkan sempat bingung mencari pinjaman, hingga akhirnya ada yang memberitahu bahwa ada KUR BRI untuk pinjaman permodalan pertama waktu itu. Modal pertama buat beli mesin dari KUR BRI, setelah beli mesin terus alhamdulillah berkembang. Setelah KUR pertama itu, untuk bangun ruangan jahit. Cukup terbantu permodalan usaha yang diberikan KUR BRI itu,” ujar Bayu.
Meski demikian, waktu itu kata Bayu, usaha yang dijalani berjalan lancar selama beberapa tahun dan menikmati hasil daripada pinjaman KUR BRI untuk permodalan. “Namun hal itu tidak seterusnya berjalan lancar. Tahun 2020 waktu COVID-19 menyerang, kami merasakan pailit atau kerugian yang luar biasa. Tahun 2020, momen yang tidak ingin terulang lagi karena mengalami musim paceklik yang panjang. Pokoknya lost order tahun 2020 banyak cancel. Sempat tinggal 1 karyawan. Mesin jahit 5 unit dijual untuk kebutuhan sehari-hari,” katanya.
Sambil mengeritkan dahi, Bayu kembali mengingat momen sedih itu saat masa-masa semuanya seperti akan berakhir termasuk usaha rintisannya yang berdiri sejak tahun 2016. Namun, bagi Bayu hal tersebut tidak bisa berlarut-larut lama meratapi nasib. “Pertengahan tahun 2020 permintaan masker untuk warga cukup tinggi, dengan mesin jahit yang tersisa, saya buat masker kain, alhamdulillah ada pesanan dari Pemprov Jabar waktu itu sebanyak 10 ribu pcs,” ujarnya.
Rasa campur aduk dirasakan Bayu ketika usaha UMKM digandeng Pemprov Jabar. Ia menerima ribuan pembuatan masker bermerk Werner. “Senang banget alhamdulillah, bagaikan gelap menjadi terang lagi. Jadi semangat lagi,” kata dia.
Setelah orderan masker masuk, Bayu mulai bangkit lagi dan mencoba membeli mesin jahit hingga membuka lowongan kerja. Selain itu, modal untuk memulai usaha kembali mengajukan pinjaman melalui KUR BRI. “Yang sebelumnya kan saya cicil bayar, alhamdulillah bisa mengajukan lagi,” katanya.
Tahun 2021, Bayu kembali bangkit dan membuat brand produk fesyen sendiri dari mulai kemeja, jaket, kaos, rompi hingga tunik dengan tempat produksi bernama Batara Apparel, sementara nama brand produknya Werner. “Produk fesyen itu bernama Werner, permintaan mulai banyak. Bahkan brand besar yang berdiri di mall Bandung dan Jakarta meminta jahit pakaian ke kami. Sampai bank dan pemda juga bikin baju juga di kami,” katanya.
Ia mengatakan penjualan fesyen milik werner di ekspor ke Bandung, disamping dijual di marketplace werner dan web werner. “Werner merupakan brand yang kami sudah patenkan,” katanya.
Bayu mengaku enggan memaparkan omset yang didapatkan selama ini mendirikan usaha konveksi di Pangandaran. “Ya kalau bicara omset kadang tidak kami hitung, karena uangnya diputarkan untuk modal. Kalau kotornya ada sampai 60 juta per bulan. Selain untuk belanja bahan kain, gaji karyawan dan sebagainya,” ungkapnya.
Tahun 2024 ini Bayu sudah memiliki 30 karyawan dan ada 25 mesin jahit dan 1 gedung di belakang rumah yang menjadi tempat produksi. Saat ini, Bayu fokus memproduksi beragam pakaian fesyen perempuan dan menjahit untuk pakaian brand yang ada di mall. “Kalau hasil jahitannya memang beragam, kebanyakan untuk fesyen. Kalau yang asli punya saya sendiri itu Werner lebih ke kaos, kemeja, jaket, tunik dan busana muslim. Jadi tidak memproduksi hanya 1 jenis produk saja,” kata dia.
Permintaan Produk Fesyen menjelang Ramadhan dan Lebaran Tinggi
Bayu mengatakan menjelang Ramadhan dan Lebaran permintaan produksi fesyen untuk perempuan banyak. “Saat ini yang kami fokus buat sejak 3 bulan yang lalu diantaranya, tunik dan busana muslim. Untuk produk hijab dan busana muslim menjelang Ramadhan 11 ribu picis setiap vendornya sudah masuk. Bahkan pemesannya 3 bulan sebelumnya, ada 3 vendor tetap rutin setiap bulan hampir 1 bulan 3 kali,” pungkasnya. (Mamay)