Views: 1.5K
JAKARTA, JAPOS.CO – “Lihat saja jejak digitalnya. Itulah cara yang paling mudah untuk menilai kredibilitas lembaga survei, juga konsultan politik”, Hal tersebut diungkapkan Denny JA, selaku pendiri AROPI (Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia), asosiasi lembaga survei pertama di Indonesia.
“Kita bisa menjadikan studi kasus LSI Denny JA, sebagai lembaga survei (dan Quick Count), dan sebagai konsultan politik. Lihat jejaknya pada pilpres 2019 saja, pilpres yang paling dekat, yang sudah terjadi,” terangnya dalam keterangan pers secara tertulis, Kamis (8/2).
“Caranya? Sama- sama kita lacak di Google Search, yang bisa dilakukan secara sangat mudah, oleh siapapun. Kita mulai dari berita ketika media mengumumkan hasil resmi KPU mengenai Pilpres 2019,” lanjutnya.
Ini hasilnya, kata Denny JA, KPU mengumumkan di tanggal 21 Mei 2019. Itu berarti sekitar 5 Minggu setelah hari pencoplosan. Hasilnya, diberitakan sama di semua media.
Jokowi- Ma’ruf menang di angka 55,50% dan Prabowo – Sandi di angka 44 50%. Jokowi- Ma’ruf menang dan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
Ini berita kedua, yang bisa kita dapatkan di Google Search. Lihat misalnya berita kumparan online, tanggal 12 April 2019. Ini berarti berita lima hari sebelum hari pencoblosan (17 April 2019).
Tanggal 12 April 2019, lima hari sebelum hari pencoblosan, Kumparan memuat prediksi survei LSI Denny JA. Saat itu LSI Denny JA menyampaikan prediksi survei, dengan prosentase dalam bentuk interval.
Terterta dalam berita itu. LSI Denny JA memprediksi Jokowi- Ma’ruf menang, dengan range yang minimal dan maksimal.
Diberitakan Jokowi akan memperoleh dukungan sebesar 55,9% sampai 65,8%. Sementara Prabowo 34,2% sampai 44,1%.
Denny JA menjelaskan mengapa Lembaganya menyampaikan angka dalam interval? Itu karena tiga variabel yang masih tak pasti harus juga diperhitungkan saat itu. Variabel pertama: masih ada pemilih yang belum menentukan pilihan.
Variabel kedua: masih ada pemilih yang sudah memilih tapi masih bisa berubah. Dan ketiga, tak bisa persis diketahui pemilih masing- masing capres- cawapres seberapa banyak yang golput.
Dengan tiga variabel itu, lebih memberikan informasi jika presiksi disampaikan dengan dua cara. Pertama, siapa pasangan yang akan menang pilpres lima hari kemudian. Dua, interval angka hasil akhir pilpres lima hari kemudian. Margin of Error tetap standard 2,9%.
Lihat angka paling ujung dalam survei LSI Denny JA, yang ada dalam berita. Prediksi: 55,9% untuk Jokowi, dan 44,1% untuk Prabowo.
Mari kita bandingkan hasil prediksi LSI Denny JA itu dengan hasil KPU, yang diumumkan lima minggu kemudian. Lima minggu!
Inilah perbandingannya. LSI Denny JA mengumumkan 55 ,9% untuk Jokowi. Hasil KPU: 55,5% untuk Jokowi. Untuk Prabowo, LSI Denny JA umumkan 44,1%. Hasil KPU yang resmi untuk Prabowo ternyata 44,5%.
Selisihnya sangat, sangat dan sangatlah kecil sekali. Selisihnya masih dalam batas margin of error!
Sekarang kita lihat kerja LSI Denny JA untuk quick count pulpres yang sama, 2019. Datanya juga bisa dilacak di Google, lanjut Denny.
LSI Denny JA mengumumkan hasil Quick Count itu di hari pencoblosan. Itu tanggal 17 April 2019, jam 15.00 lewat 1 detik.
Saya sendiri, Denny JA, yang mengumumkan. Mengapa saya mengumumkan pukul 15.00 lewat satu detik. Peraturan KPU hanya membolehkan lembaga survei mengumumkan quick countnya setelah jam 15.00 di hari pencoblosan.
Maka, lewat satu detik setelah jam 15.00, saya ucapkan selamat datang kepada Presiden dan wakil presiden baru: Jokowi- Ma’ruf. Prosentase resmi dan final Quick Count LSI Denny JA diumumkan sekitar jam 18.00 di hari pencoblosan itu juga.
Lihatlah berita di ANTARA, 21 mei 2019. Ini beritanya juga bisa dilacak dari Google.
ANTARA memberitakan hasil Quick Count LSI Denny JA memiliki selisih paling kecil dengan hasil resmi KPU (lima minggu kemudian).
Selisih absolut Quick Count LSI Denny JA dengan hasil resmi KPU yang datang lima minggu kemudian hanya 0,12%. Sekali lagi hanya 0,12%.
Sekarang kita lacak LSI Denny JA sebagai konsultan politik. Ini berita ketika LSI Denny JA menerima The Legend Award karena ikut memenangkan empat kali Pilpres berturut-turut. Yaitu dua kali ikut memenangkan SBY (2004, 2009), dan dua kali ikut memenangkan Jokowi (2014, 2019).
Memang ini belum sepenuhnya dimengerti oleh publik luas, bahkan kalangan terpelajar sekalipun. Bahwa lembaga survei itu berbeda dengan lembaga konsultan politik, tambah Denny.
Ini perbedaannya. Lembaga survei itu kerjanya hanyalah melaporkan opini publik. Ia hanya merekam opini publik semata. Tak kurang dan tak lebih.
Tapi konsultan politik, kerjanya menggunakan data lembaga survei untuk MENGUBAH opini publik itu, melalui program-program di lapangan.
Lembaga survei itu dinilai prestasinya dari akurasi data. Tak penting siapa capre-cawapres yang menang dan kalah. Yang penting, datanya akurat. AKURASI menjadi sila pertama lembaga survei.
Tapi konsusan politik dinilai dari kemampuannya memenangkan klien. Itu hanya mungkin jika data survei yang ia gunakan akurat. Mustahil konsultan politik bisa memenangkan klien jika berbasiskan data yang tak akurat. Kata terindah bagi konsultan politik: MENANG!
Program lembaga survei tentu saja berbeda dengan program konsultan politik. Kerja lembaga survei hanyalah RISET, baik melalui survei, Focus Group Discussion (FGD), media analysis, indepth interview, dan lain sebagainya.
Sedangkan program konsultan politik jauh lebih kompleks. Di samping ia menghasilkan data elektabilitas secara berkala, ia harus membuatkan BUKU PUTIH strategi pemenangan.
Konsultan politik selalu disibukkan dengan pertanyaan: bagaimana menambah dukungan pemilih untuk klien berdasarkan aneka segmentasi pemilih.
Konsultan politik pun menyiapkan tim khusus untuk terjun ke lapangan, mengubah opini publik, secara door to door, datang ke rumah- rumah penduduk, hingga ke pedalaman desa yang terpencil.
Konsultan politi juga membuatkan aneka iklan-iklan untuk media ataupun ruang publik. Tak ketinggalan di hari pemilu, acapkali konsultan politik menyediakan tim besar mengajak pemilih datang ke TPS, terutama dari basis pendukung klien.
Lembaga survei paling banyak mempekerjakan ratusan orang saja. Tapi kansultan politik untuk pilpres bisa mempekerjakan ribuan orang dari Aceh sampai Papua.
LSI Denny JA memiliki divisi lembaga survei dan divisi konsultan politik. Yang acapkali tampil di media, dalam publikasi hasil riset, atau Talk Show di TV adalah divisi lembaga survei.
Sementara divisi konsultan politik bekerja di balik layar, dilapangan.
“Di era pemilu langsung, capres dan cawapres (juga gubernur, walikota, bupati) memerlukan lembaga survei untuk berdiri di sebelah kirinya, dan konsultan politik untuk tegak di sebelah kanannya,” tutup Denny JA.(Red)