Views: 1.4K
JAKARTA, JAPOS.CO – Untuk meningkatkan standar keterampilan dan profesionalisme tenaga kerja di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) telah memiliki program bantuan pembinaan dan pelatihan vokasi sesuai dengan latar belakang pendidikan dan disiplin ilmu para tenaga kerja. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu dalam bentuk dana pembinaan dan pelatihan yang anggarannya hingga ratusan milliard rupiah.
Namun ironisnya, penggunaan dana bantuan itu terkesan kurang transparan sehingga menimbulkan dugaan jika dana itu sangat rawan dikorupsi.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh Jaya Pos, terungkap jika pelaksanaan belanja barang tahun 2019 dan 2020 Ditjen Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kemenaker RI mencapai Rp 132.582.369.600.
Masih berdasarkan data yang sama, program bantuan itu dilaksanakan oleh 17 Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP), yakni Balai Besar Pusat Latihan Kerja (BBPLK)/Balai Latihan Kerja (BLK)/Balai Peningkatan Produktivitas (BPP) berupa bantuan program pelatihan untuk Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS), Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) dan Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas dengan besaran Rp 50.000.000/paket pelatihan per 16 orang.
Pelaksanaan bantuan program pelatihan untuk LPKS dan BLKLN pada UPTP itu mengacu pada Keputusan Direktorat Jenderal Pembinaan Produktivitas No Kep 16/Lattas/I/2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Program Pelatihan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS). Sementara pelaksanaan bantuan program pelatihan untuk BLK Komunitas mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas No Kep 10/Lattas/I/2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Program Pelatihan BLK Komunitas tahun 2019.
Sedangkan belanja barang berbentuk bantuan lainnya mencapai Rp 139.671.034.400, yang dilaksanakan oleh Satker Pusat yaitu Direktorat Bina Standarisasi Kompetensi dan Program Pelatihan (Bina Stankom), Direktorat Bina Peningkatan Produktivitas maupun di UPTP pada Direktorat Bina Stankom, belanja bantuan direalisasikan dalam bentuk bantuan program pelatihan peserta Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), melalui skema Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dengan besaran Rp 12.000.000/paket per 16 orang peserta pelatihan, dan skema Specified Skilled Workers (SSW) dengan besaran Rp 68.800.000/paket per 16 orang peserta pelatihan.
Sementara pada Direktorat Bina Peningkatan Produktivitas Belanja bantuan direalisasikan dalam bentuk bantuan insentif peserta pelatihan kewirausahaan baru dengan besaran Rp 500.000/orang. Sedangkan pada BLK, belanja bantuan berbentuk uang dianggarkan dan direalisasikan dalam bentuk bantuan program pelatihan dan bantuan insentif peserta pelatihan pada BLK Komunitas dengan besaran Rp 50.000.000/paket pelatihan per 16 orang dan insentif peserta pelatihan di UPTP/UPTD/BLK Komunitas dengan besaran Rp 500.000/orang.
Tetapi sesuai dengan keterangan sumber di Kemenaker, disebutkan jika laporan pertanggungjawaban pelaksanaan bantuan tersebut tidak dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan No 173/PMK.05/2016 juncto Peraturan Menteri Keuangan No 132/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan No 168/PMK.05/2015 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga.
Disebutkan juga dana bantuan program pelatihan CPMI untuk kepentingan pengelola LPK swasta pelaksana pelatihan dan bantuan program pelatihan BLK Komunitas yang digelontorkan Kemenaker RI melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas tahun 2019-2020 sebesar Rp 272.253.404.000. Dalam proses penyaluran bantuan itu diduga telah terjadi kebocoran yang berpotensi penyalagunaan dan penyimpangan.
Namun sayang, hingga berita ini dilansir surat konfirmasi JAPOS.CO yang ditujukan ke Plt Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kemenaker RI, Anwar Sanusi PhD tidak memperoleh tanggapan.
Menyikapi hal itu, Direktur Eksekutif GACD (Government Agains Corruption and Discrimintion), Andar Situmorang SH MH mengemukakan, seharusnya Kemenaker dalam penggunaan dana bantuan untuk pelatihan vokasi bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dapat secara transparan dan tepat sasaran.
Dirinya juga menyayangkan sikap Plt Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kemenaker RI, Anwar Sanusi PhD yang tidak merespon atau menjawab konfirmasi yang disampaikan oleh pihak media terkait realisasi anggaran peruntukan bantuan bagi CPMI tersebut.
“Seharusnya sebagai pejabat publik dapat memberi penjelasan soal realisasi anggaran untuk CPMI, karena memang dalam prakteknya di lapangan disinyalir tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan, sehingga berpotentsi KKN. Untuk itu dirinya menegaskan akan segera mempelajari kasus ini, jika benar kita akan laporkan ke KPK untuk membertanggung jawabkan atas penyelewengan tersebut” tegas Andar. (Red)