Views: 265
MAROS, JAPOS.CO – Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia (HPPMI) Maros menyayangkan diamnya Pemerintah Kabupaten Maros menghadapi persoalan tambang ilegal. Tak kunjung ada langkah tegas untuk menyelamatkan lingkungan dan kepentingan masyarakat.
Padahal, kata Ketua Umum PP HPPMI Maros, Faturarhman, suara-suara dari bawah begitu terasa. HPPMI Maros juga sudah menggelar aksi unjuk rasa. Namun selang tiga pekan berlalu, belum juga ada titik terang dalam upaya menyelesaikan pertambangan ilegal yang menggerogoti Kabupaten Maros.
“Pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah, DPRD, Kepolisian, seolah acuh tak acuh dengan aspirasi dan keluhan masyarakat yang kami sampaikan dan ekspresikan dalam bentuk aksi demonstrasi,” ucap Faturrahman, Jumat, 7 Juli 2023.
Dia menjelaskan, pada 15 Juni 2023, HPPMI Maros melakukan aksi unjuk rasa di beberapa titik. Tema yang diangkat adalah “Maros Darurat Ekologi; Kartu Kuning Pemda Maros”. Aksi dilakukan di Kantor Bupati Maros, Polres Maros, dan gedung DPRD Maros.
Ironisnya, lanjut Fatur, tidak ada respons sama sekali. Tak ada tindakan yang bisa diperlihatkan pemerintah kabupaten untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal.
“Yang kami butuhkan adalah tindakan nyata untuk menuntaskan persoalan tambang ilegal yang telah merugikan masyarakat dan tanah subur Kabupaten Maros,” tegasnya.
Dalam aksinya pertengahan bulan lalu, HPPMI menuntut pemerintahan Bupati Maros, Chaidir Syam dan wakilnya Suhartina Bohari turun ke lokasi pertambangan yang diduga ilegal dan melakukan tindakan penghentian.
Jenderal lapangan aksi ini, Ahmad Qusyairi mengatakan, ada sejumlah titik tambang di beberapa kecamatan yang diduga kuat tak memiliki izin.
“Ada di Tompobulu, Tanralili, Moncongloe, Simbang, Bantimurung, Maros Baru, Bontoa, dan Cenrana. Bahkan di Cenrana itu ada tiga; Labuaja, di belakang kantor camat, dan Laiya,” sebutnya.
Mereka pun mendesak pemerintah daerah menghentikan pelaku dan aktivitas pertambangan liar.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPKPLH) Pemkab Maros, Abdul Salam saat itu menilai aksi demontrasi mahasiswa sangat wajar.
“Karena melihat kondisi di lapangan, pelestarian lingkungan akan rusak jika tidak cepat ditangani,” ucapnya.
Namun, terkait perizinan dan pengawasan, dia menyebut itu adalah wewenang pemerintah provinsi.
“Untuk non logam wewenang provinsi, untuk logam ada di pusat,” kata Salam.
Pihaknya hanya bisa menerima aspirasi, selanjutnya disampaikan ke tingkat provinsi.
“Kami di kabupaten baru bisa bergerak jika ada info dari provinsi soal tambang ilegal,” ucap Salam. Dia menyebut bisa saja penertiban aktivitas tambang dilakukan Satpol-PP. (hk)