Views: 280
CIAMIS, JAPOS.CO – Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) sejak 25 agustus 1990 melalui keputusan presiden nomor 36 tahun 1990. Konsekuensi bagi negara yang telah meratifikasi KHA adalah adanya kewajiban untuk mengakui dan memenuhi hak anak sebagaimana yang tertuang di dalam KHA.
Sejak diratifikasinya KHA oleh pemerintah indonesia, telah terjadi banyak kemajuan pada pengakuan atas hak anak di Indonesia, terutama dengan telah ditetapkannya berbagai peraturan perundangan yang mendukung pelaksanaan pemenuhan hak dan perlindungan anak di Indonesia, salah satunya undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Ciamis, Dr. Dian Budiana, M.Si sewaktu memberikan sambutan pada acara Bimtek Konvensi Hak Anak (KHA) Tingkat Kabupaten Ciamis Tahun 2023, Senin (31/7) – Selasa, (1/8) di Hotel Harmoni Tasikmalaya, dengan melibatkan Kepala Bidang Lingkup Dinas PPKBP3A Kabupaten Ciamis, Para Pejabat Fungsional Lingkup Bidang PPPA Dinas PPKBP3A Kabupaten Ciamis, Para Peserta Bimbingan Teknis KHA dari Perwakilan OPD Kabupaten Ciamis, Unsur Akademisi, Swasta dan Unsur Media dengan menghadirkan narasumber dari Yayasan Bahtera Provinsi Jawa Barat.
Menurutnya, undang-undang perlindungan anak disusun berdasarkan prinsip-prinsip hak anak dalam KHA dan menjadi landasan bagi sejumlah kebijakan Pemerintah terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak. Namun, dengan ditetapkannya undang-undang yang mengakomodasi upaya-upaya pemenuhan hak anak saja masih belum cukup, karena setelah 24 tahun indonesia meratifikasi KHA, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami substansi KHA, termasuk para pembuat kebijakan dan penyelenggara negara.
Padahal KHA dalam pasal-pasalnya mewajibkan pula kepada setiap negara yang telah meratifikasi untuk menyosialisasikan isi dan makna KHA kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga dapat ditempuh langkah-langkah implementasi pemenuhan hak anak. Dalam pengembangan kabupaten / kota layak anak sebagai salah satu strategi pemenuhan hak anak di indonesia, telah ditetapkan pula peraturan menteri negara pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak nomor 12 tahun 2022. “Dimana salah satu indikatornya adalah tersedianya sumber daya manusia terlatih KHA yang mampu menerapkan hak-hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan sumber daya manusia, “ tutur Dr. Dian.
Kami, kata Dr. Dian, tentunya menyambut baik dengan dilaksanakannya Bimtek Konvensi Hak Anak ini, sebagai salah satu langkah kita bersama untuk menyediakan sumber daya manusia yang terlatih dan memahami konvensi hak anak secara utuh, sehingga dapat mengembangkan kebijakan dan langkah-langkah strategis dalam implementasi konvensi hak anak. Juga kegiatan Bimtek konvensi hak anak ini merupakan salah satu tolok ukur kita dalam upaya untuk mengevaluasi pelaksanaan Kabupaten Layak Anak.
Sebagaimana diuraikan dalam lampiran 1 peraturan presiden nomor 25 tahun 2021, sebuah kabupaten dikatakan layak anak apabila sudah memenuhi 24 indikator yang mencerminkan kelembagaan dan 5 klaster hak anak yaitu klaster hak sipil dan kebebasan, klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan, klaster pendidikan pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya serta klaster perlindungan khusus. “Oleh karenanya, dalam upaya percepatan dalam mewujudkan kabupaten layak anak, tentunya terus berupaya meningkatkan kebijakan dan kegiatan, salah satunya dengan Bimtek ini, agar pemahaman seluruh Stake holder yang ada di tingkat kabupaten terhadap Konvensi Hak Anak terus meningkat dan selanjutnya komitmen terhadap pemenuhan hak dan perlindungan anak juga diharapkan semakin baik serta meningkat, “ katanya.
Sementara itu Kabid PPPA DP2KBP3A Kabupaten Ciamis, Drs. Ahmad Ruhmani, M.Si dalam laporannya mengatakan bahwa kegiatan Bimtek KHA ini, sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi konvensi hak-hak anak. “Pemerintah Indonesia telah mengesahkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada tanggal 22 oktober 2002 yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak. Bahkan sebelum konvensi hak-hak anak disahkan, pemerintah telah mengesahkan undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, “ katanya.
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 telah diperluas pengertian anak, tambah Ahmad, yaitu bukan hanya seseorang yang berusia dibawah 18 tahun, seperti yang tersebut dalam konvensi hak-hak anak, tapi termasuk juga anak yang masih dalam kandungan. Begitu juga tentang hak anak, dalam undang- undang nomor 23 tahun 2002 terdapat 31 hak anak. Setelah meratifikasi konvensi hak-hak anak, negara mempunyai konsekuensi dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Memang disadari, kata Ahmad, dengan adanya konvensi hak anak tidak dengan serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh Indonesia. Namun setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan baik secara nasional maupun di daerah, kebijakan ataupun program yang lebih responsif anak. Kebijakan daerah harus menerapkan peraturan yang mengacu pada konvensi hak anak yang mencakup pemenuhan hak dan perlindungan anak.. Sumber daya manusia yang terlatih Konvensi Hak Anak (KHA) pada dasarnya menunjuk pada orang dewasa yang memberikan pelayanan bagi anak, mendampingi anak dan bekerja dengan anak.
“Pemerintah dan masyarakat tentunya sudah berupaya dan berperan dalam memastikan terpenuhinya hak anak, tetapi dalam konteks tumbuh kembang anak, tanggung jawab tersebut harus diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan keterampilan tentang KHA. Sehubungan dengan hal tersebut, guna ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih. Dan memahami KHA secara utuh, pemerintah Kabupaten Ciamis melalui DP2KBP3A Kabupaten Ciamis, menyelenggarakan bimbingan teknis Konvensi Hak Anak (KHA) tingkat Kabupaten Ciamis, “ katanya.
Harapannya, tandas Ahmad, sumber daya manusia yang telah terlatih KHA tersebut dapat mengembangkan kebijakan dan langkah-langkah strategis dalam implementasi KHA di SOPD/lembaga masing-masing. (Mamay)