Views: 2.1K
PADANGPANJANG, JAPOS.CO – Berdasarkan surat nikah dan surat pernyataan yang didapat, bahwa ada tanda tangan atas nama Ari Fufu dan Adytya Putri. Juga dalam surat tersebut, ada saksi yang ikut tanda tangan dari kedua belah pihak. Dan masih dalam surat yang sama, Wali hakim serta Wali nikah serta yang mengetahui, juga ikut bertanda tangan.
Dan di surat selanjutnya yang ditanda tangani juga oleh Ari Fufu dan seorang saksi, tertulis, “dengan ini kami telah melaksanakan Syariat Islam, Kamis 18 November 2021, saya berjanji Ari Fufu akan menikahi Asytya Putri di kantor KUA, seandainya saya tidak menepati janji, saya bersedia dilanjutkan ke proses hukum.”
Seterusnya Japos.co juga mendapatkan surat talak (cerai) yang ditanda tangani oleh Ari Fufu dan 2 orang saksi. Dalam surat talak (cerai) tersebut Ari Fufu menerangkan disalah satu poinnya adalah, ” karena proses saya menikahi istri saya berada dalam ancaman. ” Dan surat talak tersebut ditanda tangani tanggal 6 November 2021.
Terpisah Direktur Goverment Agains Corruption and Discrimination Andar Situmorang SH.MH, mengatakan,” saya heran dengan surat pernyataan nikah dan surat talak (cerai). Pada surat pernyataan nikah, di tulis dan ditanda tangani 18 November 2021, sementara surat talak (cerai), ditulis dan ditanda tangani 6 November 2021.
“Berarti dulu surat talak (cerai) keluar daripada surat nikah, aneh juga ya, belum nikah sudah cerai,” ujar Andar sambil tertawa. Dan kalau dia merasa ada ancaman dalam menanda tangani surat nikah itu, dia kan bisa lapor ke pihak yang berwajib, bukannya teriak teriak ke sana ke mari, seakan akan dia merasa benar.
Satu lagi, pemberitaan sebelumnya di Japos.co yang saya baca, kalau Ari Fufu ini pernah memberi belanja sebanyak 2 kali untuk keperluan anaknya. Kalau dia merasa itu bukan anaknya, kenapa harus memberi belanja. Jangan-jangan dia memberi belanja anaknya karena diancam lagi, “kata Andar.
Ditambahkan Andar, “sebaiknya permasalahan ini diselesaikan saja secara hukum, biar hukum yang memproses. Apalagi setiap surat yang ditanda tangani diatas materai lagi.”
Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 mengatakan, Materai yang tertempel disebuah surat perjanjian atau yang lainnya, berfungsi seandainya surat perjanjian tersebut menimbulkan sengketa dan hendak dipergunakan sebagai alat bukti di Pengadilan,” pungkas Andar GACD. (D/H)