Views: 509
PALANGKARAYA, JAPOS.CO – Berdasarkan pemeriksaan atas anggaran dan realisasi Biaya Tidak Terduga (BTT), Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2021, ditemukan bahwa dari realisasi BTT senilai Rp 6.436.704.154,00 hanya senilai Rp 2.246.133.344,00 atau 34,90 % digunakan untuk pembayaran, keperluan mendesak dan darurat.
Sedangkan senilai Rp 4.190.570.810,00 atau 65,10 % dari realisasi, digunakan untuk membayar utang Tunjangan Daerah, hal itu diungkapkan dalam catatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau Tahun 2020.
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Belanja Tidak Terduga (BTT) merupakan belanja yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan untuk berulang, seperti bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya. Pengeluaran BTT tersebut dibebankan pada APBD untuk keperluan darurat.
Berdasarkan ketentuan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, BTT harus dianggarkan pada Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD) dengan klasifikasi APBD menurut akun, kelompok, jenis, objek, rincian objek, sub rincian objek Belanja Daerah dikelola berdasarkan kewenangan pengelolaan keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan SKPD meliputi, jenis belanja/belanja operasi, belanja pegawai, belanja barang dan jasa, yang kewenangan pengelolaannya pada SKPKD, SKPD dan BLUD.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan BPK RI terhadap Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau Tahun Anggaran (TA) 2021, diketahui untuk penganggaran Biaya Tak Terduga (BTT) dianggarkan pada Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) senilai Rp 7.135.153.631,00 selaku SKPD bukan SKPKD.
Selain itu, dalam penelusuran tersebut BPK RI juga menemukan penggunaan anggaran BTT tersebut kurang tepat senilai Rp 4.190.570.810,00. Karena dari realisasi penggunaan BTT tersebut, diketahui bahwa sebagian besar dilaksanakan untuk membayar Utang Tunjangan Daerah Tahun 2020.
Informasi utang tersebut telah diketahui pada tahun sebelumnya baik jumlah maupun daftar penerimanya, sehingga Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau seharusnya dapat merencanakan penganggarannya dalam Belanja Pegawai bukan merealisasikan dalam BTT.
Berdasarkan pemeriksaan BPK RI pada Belanja Pegawai diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, telah menganggarkan Belanja Pegawai senilai Rp 395.562.822.570,32 dan direalisasikan senilai Rp 353.942.784.132,00 atau 89,48 % dari anggaran. Dari ketersediaan anggaran pada Belanja Pegawai hanya terserap senilai Rp 89,48 % untuk realisasi, sehingga menyisakan senilai Rp 41.620.038.438,32 atau 10,52 % dari anggaran. Seharusnya menurut BPK RI, Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau dapat menggunakan anggaran Belanja Pegawai untuk merealisasikan Utang Tunjangan Daerah Tahun 2020.
Sementara itu Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Pulang Pisau, yang dikonfirmasi Jaya Pos melaui surat nomor : 009/HJP-KT/II/2023, tanggal 25 Februari 2023. Lewat surat nomor :900/B4/BPPKAD/III/2023 tanggal 07 Maret2023, perihal : Konfirmasi yang ditanda tangani Sekretaris, Zulkadri, S.Kom.,MA., menyapaikan, hal tersebut disebabkan :
- kode rekening untuk tunjangan daerah telah hilang, pada Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklator, perencanaan pembangunan dan keuangan Daerah sehingga tidak mungkin untuk menggunakan belanja yang sama.
- Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau tidak dapat menggunakan rekening Tambahan Penghasilan PNS untuk membayar tunjangan daerah, karena dalam pengajuan TPP harus ada ijin Kemendagri dalam perhitungan TPP dimana besaran rekening TPP merupakan perkalian 12 bulan kebutuhan TPP setiap bulan sesuai dengan tahapan pengajuan TPP berikut ini : 1. Pengajuan persetujuan TPP melalui SIPD 2. Kemendagri melaui Biro Organisasi dan Tata Laksana memvalidasi pengajuan TPP baik dari penjabaran anggaran TPP maupun dokumen lainnya.
Kemdian, 4. Direktur Jenderal Bina Keuda mengajukan pertimbangan persetujuan TPP kepada Kemenkeu melalui Dirjen Perimbangan Keuangan. 4. Kemendagri melalui Bina Keuada mengeluarkan persetujuan TPP ASN Pemda Tahun Anggaran (TA) 2022, yang mengacu pada hasil validasi Biro Ortala Kemendagri pertimbangan Kemenkeu dan hasil rapat pembahasan.
Dijelaskan, pada poin kedua terkait dengan Penjabaran Anggaran TPP, dimana anggaran TPP terdiri atas beberapa rincian objek berikut ini : 1. Tambahan Penghasilan berdasarkan Beban Kerja ASN. 2. Tambahan Penghasilan berdasarkan Tempat Bertugas ASN. 3. Tambahan Penghasilan berdasarkan Kondisi Kerja ASN. 4. Tambahan Penghasilan berdasarkan Kelangkaan Profesi ASN. 5. Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja ASN.
Kemudian dalam surat tersebut, pada huruf c dijelaskan, sesuai dengan PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 55 ayat (4) menyebutkan bahwa “Belanja Tidak Terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pengeluarananggaran atas beban APBD untuk keperluan darurat termasuk mendesak yang tidak dapat diprediksi” Berdasarkan hal tersebut Hutang Belanja Tunjangan Daerah bisa dikategorikan sebagai keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi berdasarkan asumsi berikut ini :
- Belanja Tunjangan Daerah menyangkut hajat hidup orang banyak yang mana apabila tidak segera dibayarkan akan mempengaruhi pelayanan publik di Kabupaten Pulang Pisau, sehinggga tidak bisa di kategorikan sebagai keperluan mendesak.
- Perhitungan besaran hutang Tunjangan Daerah tahun 2020 tidak bisa dilakukan sebelum tahun anggaran berkahir karena terkait dengan tingkatan kehadiran ASN, sehingga bisa dikategorikan sebagai keperluan yang tidak bisa diprediksi.
- APBD Tahun Anggaran 2021 diperdakan tanggal 30 Desember 2020 sebelum penghitungan Tunjangan Daerah bulan Desember 2020 menjadi hutang beban Tunjangan Daerah yang wajib dibayar pada tahun 2021.
Selanjutnya pada huruf d surat tersebut dijelaskan, bahwa pada pasal 69 Ayat (2) huruf b menyebutkan bahwa keperluan mendesak meliputi, “ Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan Belanja bersifat wajib” Berdasarkan pada pasal tersebut Belanja Tunjangan Daerah, merupakan belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. (Mandau)