Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINERiauSUMATERA

Legal Opinion Tentang Ciptaker Dari Fredi Alexander Situmorang

×

Legal Opinion Tentang Ciptaker Dari Fredi Alexander Situmorang

Sebarkan artikel ini

Views: 465

PEKANBARU, JAPOS.CO  – Omnibus Law atau Ciptaker adalah sebuah rancangan peraturan perundang-undangan dalam bidang perekonomian, tengah mendapat sorotan publik. Poin-poin di dalamnya mengundang perdebatan dari berbagai pihak berkepentingan, dari pengusaha hingga pekerja.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Termasuk Fredi Alexander Situmorang, salah seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Semester 2 dari Universitas Lancang Kuning – Riau. Fredi memandang bahwa Ciptaker adalah UU Baru yang menghubungkan regulasi dan mememangkas beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal ketenagakerjaan menjadi peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana.

Omnibus Law yang telah diresmikan adalah UU no 11 tahun 2020 tentang ciptaker yang isinya ; Cipta kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan korporasi, usaha mikro kecil, menengah, peningkatan ekosistem, investasi, kemudahan berusaha dan investasi pemerintah, percepatan proyek strategis Nasional.

Tujuan dibuatnya UU nomor 11 tahun 2020 ini adalah untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh NKRI. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 185 UU cipta kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 (tiga) bulan.

UU cipta kerja mulai berlaku pada tanggal 2 November 2020 dan diresmikan oleh Presiden Jokowi Widodo. Beleid (kebijakan) kontroversial ini akhirnya diundangkan karena banyak mendapat tentangan terutama dari kalangan buruh terkait pasal klasterketenagakerjaan.

Karena banyak terdapat beberapa perubahan pasal dalam UU no 11 tahun 2020 ini, salah satu nya di pasal 156 ayat 1 yang ini pasal in adalah dalam hal ini terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pengusaha wajib membayar pesangon atau uang penghargaan masa kerja, jika pengusaha tidak menuruti pasal 156 ayat 1, maka pihak nya akan terancam dendam sebesar 100 juta paling kecil dan paling banyak 400 JT dengan sangsi pidana kurungan penjara paling cepat 1 tahun dan paling lama 4 tahun kurungan penjara.

Kemudian di pasal 156 ayat 2 mengatur besaran pesangon atau penghargaan masa kerja yang harus di bayar, kemudian pasal 156 ayat 4, mengatur tentang cuti tahunan.

Dengan dibuatnya UU no 11 tahun 2020 undang-undang ini banyak menuai kritik karena dianggap banyak merugikan hak-hak pekerja serta berpotensi meningkatkan deforestasi di Indonesia dan kekuatiran yang timbul, pulang UU ini bisa disalahgunakan dan membahayakan hak-hak pekerja, karena memberikan ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja, beberapa isi diantaranya terkait dengan cuti haid, kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK), kontrak perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), hingga masalah lembur.

Selain itu juga dengan disahkannya UU no 11 tahun 2020 ini, banyak terjadi unjuk rasa/demo di 18 Provinsi, salah satunya demo pada tanggal 20 Oktober 2020, mahasiswa dan buruh menolak Omnibus Law lebih dari 1000 orang yang terdiri dari kelompok mahasiswa dan buruh menggelar unjuk rasa dan pawai, sehingga 138 mahasiswa terluka akibat demo ini.

Dalam hal ini UU ciptaker kini telah gugur karena perlu Nomo 2 tahun 2022 memicu aksi besar-besaran dan aksi mogok nasional dari kalangan buruh pada Oktober 2020.

MK, memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun, apalagi dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU ciptaker dinyatakan ikon konstitusional secara permanen. (AH)

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *