Views: 276
JAKARTA, JAPOS.CO – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid mengecam keras adanya upaya pembubaran yang dilakukan sekelompok orang terhadap jemaah kristiani yang melakukan peribadatan di Gereja GPdI Metland Cileungsi, Jawa Barat pada Minggu (5/2/2023).
Habib Syakur mengatakan, pembubaran orang beribadah, dalam hal ini jemaah kristiani di Cileungsi itu tidak bisa dibenarkan, dan harus ditindak tegas karena melanggar norma kemasyarakatan yang diatur dalam Pancasila.
“Saya mengecam dan meminta polisi bertindak. Apa pun alasannya, tidak boleh ada pelarangan apalagi pembubaran terhadap masyarakat yang melaksanakan ibadah. Apalagi mereka sudah memiliki izin,” kata Habib Syakur kepada awak media di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Habib Syakur menduga, pelaku upaya pembubaran orang Kristen beribadah itu ada kaitannya dengan kelompok ekstrimise, yang masih terus berusaha menegakkan khilafah di Indonesia.
“Saya menduga kuat, ini ada kaitannya dengan eks-simpatisan HTI, eks simpatisan FPI, eks daulah islamiah, para pengasong khilafah yang tidak ingin Indonesia berdiri tegak dengan Pancasila,” ujar Habib Syakur.
Habib Syakur juga mempertanyakan ketegasan polisi yang cenderung ragu-ragu dalam bertindak. Polisi seolah tidak bisa menerjemahkan pesan Presiden Jokowi agar izin beribadah itu jangan dibuat sulit.
“Sekarang kok kepolisian terlihat lemah dan ragu-ragu untuk bersikap. Harusnya kalau sudah perizinannya lengkap maka ketika orang beribadah ya dikawal. Sebab upaya pembubaran terhadap orang beribadah seperti ini melanggar tata kehidupan masyarakat, dan polisi tentu harus proaktif dong,” tegas Habib Syakur.
Bagi Habib Syakur, upaya pembubaran ibadah yang dilakukan sekelompok orang tersebut menunjukkan bahwa ajaran khilafah, Jamaah Islamiah, Daulah Islamiah, HTI, FPI dan sebagainya itu masih ada dan eksis di Indonesia.
“Ini bukti nyata mereka kelompok dari eks-HTI, eks-FPI dan pengasong khilafah menunjukkan mereka masih ada dan menunjukkan eksistensinya kepada pemerintah, bahwa mereka ada,” jelas Habib Syakur.
Karena itu, Habib Syakur mengingatkan pemerintah untuk bersikap tegas, bahwa ajaran khilafah, ajaran daulah Islamiah, ajaran Jamaah Islamiah, HTI, FPI itu terlarang di Indonesia.
Di sisi lain, ia mempertanyakan peran pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama dalam memberi pembinaan kepada kepala daerah. Baik bupati, wali kota, maupun gubernur.
Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri, lanjut Habib Syakur, harus bergerak agar kepala daerah segera mengevaluasi kinerja jajarannya, mulai dari tingkat dusun, kelurahan, desa sampai di kecamatan.
Habib Syakur juga mempertanyakan peran dari Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) serta Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang hanya main di level atas.
“Saya yakin FKUB dan BPIB tak menyentuh sampai grassroot, tidak sampai tatanan masyarakat ke bawah. Makanya, kejadian di Cileungsi Ini menjadi awal instrospeksi. Maklumat presiden Jokowi terkait rumah ibadah dan pelaksanaan ibadah harus menjadi atensi kepala daerah,” imbuh Habib Syakur.
Pada bagian lain, Habib Syakur mengapresiasi peranan Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri yang masih terus bekerja dengan tanggap dan siaga.
“Yang saya masih bersyukur adalah masih ada Densus 88. Mereka tanggap dan selalu siaga bersama masyarakat untuk melawan kelompok radikal intoleran ini,” tuntas Habib Syakur.(Red)