Views: 65
MAJALENGKA, JAPOS.CO – Fenomena fatherless atau ketiadaan figur ayah yang terlibat secara emosional dan fisik dalam kehidupan anak-anak semakin mengkhawatirkan. Data United Nations Children’s Fund (Unicef) menunjukkan bahwa sekitar 20,9 persen anak di Indonesia tidak memiliki figur ayah yang hadir. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun diasuh bersama kedua orang tuanya.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji mengungkapkan hal itu saat meluncurkan program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) di Islamic Center Majalengka, Jalan Siti Armilah, Majalengka, Senin (21/4).
Wihaji menegaskan, ketidakhadiran ayah secara fungsional ini berkontribusi terhadap berbagai persoalan remaja, mulai dari lemahnya identitas diri, rendahnya daya juang, hingga rentannya keterlibatan dalam perilaku menyimpang. “GATI hadir sebagai jawaban atas tantangan pengasuhan masa kini. GATI merupakan gerakan kolaboratif yang mendorong ayah untuk aktif hadir, terlibat dalam pengasuhan anak, mendampingi remaja dan berbagi peran domestik bersama pasangan. Gerakan ini bertujuan mengembalikan posisi ayah sebagai figur teladan, pelindung, sekaligus sahabat dalam tumbuh kembang anak,” tegas Wihaji.
Menteri kependudukan perdana pascareformasi ini memastikan bahwa GATI bukan sekadar gerakan simbolik. GATI merupakan inisiatif yang strategis dan berkelanjutan, sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan visi mewujudkan keluarga Indonesia yang tangguh dan setara menuju Generasi Emas 2045.
Untuk memastikan GATI dapat dijalankan secara efektif dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia, tutur Wihaji, BKKBN menerapkan sejumlah strategi kunci. Dalam hal ini, GATI diintegrasikan melalui pendekatan layanan dalam berbagai program unggulan Kemendukbangga. Pertama, penguatan layanan konsultasi melalui web Siap Nikah (siapnikah.org) dan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (Satyagatra).
Kedua, melalui pendekatan komunitas. Yakni, melalui pembentukan Konsorsium Penggiat dan Komunitas Ayah Teladan (Kompak Tenan). Ketiga, pendekatan berbasis desa atau kelurahan ayah teladan di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung Bangga) ini untuk menjangkau para ayah yang berada di desa.
Terakhir, pendekatan basis sekolah melalui kegiatan Sekolah Bersama Ayah di sekolah. Pendekatan ini memprioritaskan lokus sekolah-sekolah yang di dalamnya terdapat Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) atau Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Bentuknya berupa kegiatan kelas pengasuhan (parenting) untuk para ayah. “Ada empat indikator atau target khusus yang ingin dicapai melalui program ini. Seorang ayah menjadi ayah yang teladan jika mampu memenuhi empat dimensi, meliputi dimensi interaksi (engagement), aksesibilitas (accesssibilty), tanggung jawab (responbility) dan dimensi keterlibatan (involment) dalam pekerjaan rumah/domestik,” tutur Wihaji.
Untuk memastikan kesinambungan program, Wihaji berjanji untuk memasukkan GATI ke dalam lampiran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, dengan nama indikator “Persentase ayah yang memiliki pengetahuan tentang pengasuhan anak dan pendampingan remaja”. Wihaji menargetkan sebanyak 1.847.847 bisa tercapai pada 2025. Jumlah ini setara dengan 5,58 persen dari jumlah kepala keluarga laki-laki usia 15-49 tahun berdasarkan Pendataan Keluarga tahun 2024.
Disinggung evaluasi keberhasilan program dan sistem monitoring yang digunakan, Wihaji mengaku telah menyiapkan sistem evaluasi dan monitoring yang terintegrasi melalui portal GATI. Sistem ini dibangun untuk memastikan program GATI berjalan efektif dan berdampak nyata di masyarakat. “Portal GATI merupakan sebuah platform terpadu untuk memantau dan melaporkan kegiatan sekaligus mendukung para ayah dalam mengakses informasi, melaporkan aktivitas dan memperkuat peran mereka dalam mendidik serta menciptakan keluarga harmonis. Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh pengelola program mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat provinsi secara berjenjang,” papar Wihaji.
Wihaji berharap melalui GATI akan lahir generasi ayah masa depan. Profil ayah masa depan ini ditandai dengan aktif dan hadir dalam pengasuhan. Dalam hal ini, ayah masa depan tidak hanya menjadi pencari nafkah, tetapi juga terlibat dalam proses tumbuh kembang anak sejak dini. Ayah juga menjadi pendamping yang hadir secara fisik dan emosional dalam kehidupan anak dan remajanya.
Ayah masa depan juga setara dan kolaboratif dalam peran rumah tangga. Yakni, ayah yang mampu berbagi tanggung jawab domestik dengan istri. Ayah juga menjadi panutan dalam membangun rumah tangga yang saling menghargai.
Selanjutnya, ayah masa depan adalah ayah yang menjadi role model bagi anak-anaknya. Di sini, ayah mampu menanamkan nilai-nilai positif tentang tanggung jawab dan empati. Juga menciptakan generasi baru yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi gender.
“Dengan keterlibatan ayah yang lebih besar, diharapkan keluarga Indonesia menjadi lebih kuat dan anak-anak tumbuh menjadi pribadi unggul, sehat secara fisik, mental dan sosial. Ayah menjadi pilar utama dalam membangun ketahanan keluarga yang pada akhirnya memperkuat fondasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045,” tandas Wihaji. (Mamay)