BeritaDKIHEADLINE

Limbong Mulana Sosialisasikan Pembaruan Adat Batak Toba Berdasarkan Kesepakatan LAAB: Menuju Pelaksanaan Adat yang Berorientasi pada Esensi, Efektivitas, dan Efisiensi

×

Limbong Mulana Sosialisasikan Pembaruan Adat Batak Toba Berdasarkan Kesepakatan LAAB: Menuju Pelaksanaan Adat yang Berorientasi pada Esensi, Efektivitas, dan Efisiensi

Sebarkan artikel ini
Keluarga Besar Limbong Mulana Sejabodetabek-Serang menggelar sosialisasi penting mengenai pembaruan tata cara pelaksanaan adat Batak Toba, Senin (21/4/2025).

Views: 182

JAKARTA, JAPOS.CO – Dalam upaya menjaga kelestarian budaya sekaligus menyesuaikannya dengan perkembangan zaman, Keluarga Besar Limbong Mulana Sejabodetabek-Serang menyelenggarakan sosialisasi penting mengenai pembaruan tata cara pelaksanaan adat Batak Toba. Acara ini berlangsung pada Senin, 21 April 2025, bertempat di Sekretariat Limbong Mulana, Jl. Malaka Merah II No.13-14, Ruko Malaka Country, Pondok Kopi, Jakarta Timur.

Sosialisasi Limbong Mulana ini  merupakan tindak lanjut dari keputusan strategis yang telah disepakati bersama oleh Tim Adhoc Lokus Adat Budaya Batak (LAAB) dalam pertemuan resmi pada Kamis, 13 Maret 2025 lalu. Pertemuan tersebut digelar di Gedung Rektorat Universitas Mpu Tantular, Jakarta Timur, dan dihadiri oleh perwakilan dari 103 marga Batak Toba se-Jabodetabek. Tidak kurang dari 300 peserta turut ambil bagian dalam diskusi yang menghasilkan terobosan penting dalam penyederhanaan dan pembaruan pelaksanaan adat, dengan mengusung konsep 3E: Esensi, Efektivitas, dan Efisiensi.

Seminar LAAB yang berlangsung dengan semangat kebersamaan ini dipimpin oleh Ketua Tim Adhoc LAAB, Ir. Nikolas Sinar Naibaho, MBA, dan dihadiri para tokoh adat serta pemuka masyarakat dari berbagai marga Batak Toba.

Esensi 3E: Transformasi Adat yang Tetap Berakar pada Budaya

Ketua Punguan Limbong Mulana Sejabodetabek-Serang, Berman Limbong, SH, MH, menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap inisiatif LAAB dalam merumuskan pembaruan adat yang lebih relevan dengan konteks kehidupan modern. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan adat sering kali berlangsung terlalu lama dan melelahkan, tidak hanya bagi pihak penyelenggara, tetapi juga bagi para tamu dan pemangku adat.

Sosialisasi ini bertujuan untuk menginformasikan sekaligus mengajak seluruh keluarga besar Limbong Mulana agar secara aktif menerapkan rumusan baru dalam pelaksanaan adat, terutama dalam konteks pesta pernikahan dan acara-acara sakral lainnya.

“Dengan menerapkan prinsip 3E, kita tidak mengurangi nilai sakral adat Batak Toba, melainkan memperkuat esensinya. Pelaksanaan adat yang selama ini bisa berlangsung lebih dari 8 jam dapat diringkas menjadi 5 hingga 6 jam, tanpa kehilangan makna,” ujar Berman. Ia juga menambahkan bahwa pendekatan ini akan sangat membantu generasi muda untuk kembali merasa terhubung dan bangga dengan budaya leluhur mereka.

Ia juga menambahkan bahwa dengan prosesi yang lebih terstruktur dan ringkas, pihak keluarga yang mengadakan pesta tidak akan terbebani oleh biaya tambahan, terutama dari pihak pengelola gedung yang kerap mengenakan tarif tambahan jika acara berlangsung terlalu lama. Selain itu, seluruh pihak yang terlibat seperti dongan tubu maupun hula-hula dapat menjalani prosesi adat dengan lebih nyaman dan tidak kelelahan.

Dalam sosialisasi tersebut, Ketua Bidang Adat Limbong Mulana, yakni B. Limbong dan ST. B. Limbong, memaparkan beberapa poin penting yang akan segera diterapkan dalam setiap prosesi adat:

Saat hula-hula (baik haha maranggi maupun anak manjae) maju ke depan untuk memberikan ulos, mereka tidak lagi melakukannya satu per satu. Sebagai gantinya, seluruh kelompok hula-hula maju secara bersamaan, masing-masing memberikan ulos dan satu gondang/lagu secara kolektif. Hal ini mempercepat prosesi tanpa mengurangi kehikmatan ritual.

Pemberian ulos kepada pengantin dilakukan hanya oleh turpuk (kelompok inti) tanpa melibatkan pasangan dari pemberi ulos. Hal ini menyingkat waktu dan meminimalisasi kerumitan dalam pengaturan posisi maupun jumlah peserta.

Dalam tradisi membawa dekke ke tengah acara, kini hanya empat kelompok yang berhak melakukannya: Hula-hula, Tulang, Bona Tulang, dan Tulang Rorobot. Dengan pembatasan ini, prosesi menjadi lebih terfokus dan tidak berlarut-larut.

Dukungan dan Harapan dari Berbagai Pihak

Gagasan dan semangat perubahan ini mendapat sambutan positif dari berbagai tokoh adat yang hadir. Banyak yang mengungkapkan bahwa pembaruan ini sangat dibutuhkan, terutama mengingat tantangan zaman yang membuat generasi muda semakin enggan melibatkan diri dalam acara adat yang kompleks dan memakan waktu.

Punguan Limbong Mulana bertekad menjadi pelopor dan role model dalam penerapan hasil rumusan LAAB ini. Dengan pelaksanaan yang lebih sistematis, ringkas, dan tetap bermakna, adat Batak Toba diharapkan dapat mengalami revitalisasi yang kuat, tidak hanya sebagai warisan, tetapi sebagai praktik budaya yang hidup dan relevan.

“Kita ingin menjadi contoh nyata bahwa pembaruan adat bukan berarti meninggalkan budaya, tetapi justru memperkuatnya. Menjaga ruh budaya sambil menyesuaikan dengan realitas sosial dan ekonomi masyarakat masa kini adalah kunci keberlanjutan adat Batak Toba,” pungkas Berman.

Langkah Nyata Menuju Masa Depan Adat yang Adaptif

Sosialisasi ini menjadi batu loncatan awal bagi transformasi besar dalam pelaksanaan adat Batak Toba. Punguan Limbong Mulana Sejabodetabek-Serang berharap bahwa langkah ini akan diikuti oleh marga-marga lainnya dan membuka ruang dialog antar pemangku adat untuk terus mengevaluasi serta menyempurnakan praktik-praktik budaya.

Dengan mengedepankan semangat kolaborasi, inklusivitas, dan inovasi budaya, pelestarian adat Batak Toba tidak hanya menjadi tugas pewaris budaya, tetapi juga sebuah gerakan yang relevan dan inspiratif untuk masa depan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *