Views: 74
JAKARTA, JAPOS.CO – Memperingati Hari Kartini tidak cukup hanya mengenang perjuangan seorang tokoh emansipasi, tetapi harus menjadi energi kolektif untuk menyiapkan perempuan Indonesia, terutama generasi muda dan ibu, agar tangguh, berdaya, dan mampu menjadi garda depan perubahan di era dunia tanpa batas. Hal ini disampaikan oleh Erlinda, pemerhati anak dan keluarga serta praktisi pendidikan nasional, yang juga merupakan Komisioner KPAI periode 2014–2017.
Menurutnya, Hari Kartini tahun ini sangat relevan dengan tantangan zaman di mana perempuan dan anak dihadapkan pada tsunami informasi, digitalisasi masif, serta ancaman baru dalam bentuk kekerasan daring dan tekanan sosial.
“Perempuan bukan hanya subjek pembangunan, tetapi arsitek utama masa depan bangsa. Ketangguhan mereka dimulai dari ketangguhan sebagai ibu, pendidik, dan pelindung anak. Keluarga adalah benteng utama yang harus diperkuat,” tegas Erlinda.
Tema nasional tahun ini, “Mewujudkan Asta Cita dengan Menghadirkan 1.000 Profesi Perempuan dan Gen Z”, dinilai sangat strategis dalam membuka ruang aktualisasi dan menghilangkan sekat peran gender.
Namun, Erlinda juga menyoroti pentingnya penguatan literasi digital dan karakter anak sejak dini agar generasi perempuan dan Gen Z tidak hanya berdaya, tetapi juga bijak dan terlindungi.
Tantangan dan Tanggung Jawab Kolektif
Erlinda menyebutkan beberapa tantangan nyata yang dihadapi perempuan masa kini:
• Ketimpangan akses terhadap teknologi di daerah 3T.
• Kekerasan seksual dan perundungan daring yang masih tinggi.
• Kurangnya kebijakan perlindungan anak dan perempuan berbasis data real-time.
• Keterbatasan peran ibu dalam mendampingi anak di era gadget.
Dalam hal ini, Erlinda menekankan perlunya kerja sama lintas sektor:
• Pemerintah harus menghadirkan program Sekolah Orang Tua Digital, sebagai sarana edukasi dan pendampingan.
• Keluarga perlu dijadikan subjek utama dalam program pengasuhan berbasis nilai dan kearifan lokal.
• Dunia pendidikan wajib memiliki kurikulum karakter yang menekankan pada penguatan identitas dan kontrol diri di tengah banjir informasi.
“Kalau dulu Kartini menulis dengan pena untuk menyuarakan emansipasi, kini anak-anak kita ‘menulis’ lewat media sosial setiap hari. Maka, kita harus pastikan tulisan mereka adalah narasi perubahan, bukan luka,” tambah Erlinda.
Pesan untuk Generasi Muda
Menutup pernyataannya, Erlinda mengajak perempuan muda dan generasi Z untuk tidak takut mengambil peran, melampaui batasan stereotip, serta terus belajar dengan semangat gotong royong dan nilai luhur bangsa.
“Jadilah Kartini masa kini. Cerdas tanpa mencela, bebas tanpa kehilangan arah, kuat tanpa melupakan kasih. Karena Indonesia maju hanya bisa terwujud jika perempuannya tangguh dan anak-anaknya terlindungi,” tutupnya.(Red)