Views: 107
DEPOK, JAPOS.CO – Kasus kematian akibat minuman keras (miras) oplosan kembali mencuat dan menambah daftar panjang korban jiwa. Kali ini, empat warga di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, meregang nyawa usai mengonsumsi miras oplosan yang diduga mengandung zat berbahaya. Kejadian ini menegaskan bahwa miras oplosan masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
Tragedi ini kembali menyoroti bahaya miras oplosan yang sering kali dibuat dengan mencampur berbagai jenis alkohol tanpa mempertimbangkan dampak kesehatan. Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Gastroenterologi dan Hepatologi Konsultan Eka Hospital Kota Depok, dr. Aru Ariadno, menegaskan bahwa banyak masyarakat yang belum memahami jenis alkohol yang aman dikonsumsi.
“Alkohol itu ada tiga jenis, yaitu etil alkohol, metanol, dan isopropil alkohol. Dari ketiganya, hanya etil alkohol yang bisa dikonsumsi, itupun dengan kadar maksimal sekitar 30%. Jika melebihi batas tersebut, risiko keracunan bisa meningkat drastis,” ungkap dr. Aru dalam konferensi pers, Selasa (18/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa banyak orang membeli alkohol murah di apotek atau tempat lain tanpa mengetahui bahwa sebagian besar produk tersebut bukan etil alkohol, melainkan metanol atau isopropil alkohol yang digunakan untuk keperluan industri. “Alkohol jenis ini biasanya digunakan untuk pembersih cat, kuteks, atau bahan kimia lainnya. Jika diminum, efeknya bisa sangat fatal,” tambahnya.
Mengonsumsi alkohol yang tidak aman dapat menimbulkan berbagai komplikasi kesehatan, mulai dari kerusakan organ hingga kematian. Salah satu dampak paling berbahaya adalah kebutaan akibat keracunan metanol.
“Di Eropa, banyak kasus gangguan hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan, salah satunya adalah Fatty Liver atau perlemakan hati,” terang dr. Aru. Namun, yang lebih memprihatinkan di Indonesia adalah konsumsi alkohol oplosan yang mencampurkan bahan kimia beracun, sehingga mempercepat dampak buruk bagi tubuh.
Menurutnya, fenomena miras oplosan ini berawal dari harga minuman beralkohol legal yang tergolong mahal. “Tidak ada minuman beralkohol yang murah. Ketika seseorang sudah terbiasa mengonsumsi alkohol hingga mencapai tahap kecanduan tetapi tidak mampu membeli minuman yang aman, mereka memilih alternatif berbahaya, yakni mengoplos berbagai jenis alkohol tanpa memahami risikonya,” jelas dr. Aru.
Sayangnya, banyak orang yang mengoplos miras menggunakan metanol atau isopropil alkohol, yang sangat beracun bagi tubuh manusia. Konsumsi zat ini tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, tetapi juga bisa mengakibatkan kematian dalam hitungan jam setelah dikonsumsi.
Tragedi yang terus berulang ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap peredaran alkohol ilegal dan praktik oplosan harus lebih diperketat. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya miras oplosan perlu digencarkan agar tidak ada lagi korban jiwa akibat konsumsi minuman beralkohol berbahaya.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak berwenang untuk menekan peredaran miras oplosan, kasus seperti yang terjadi di Bogor menunjukkan bahwa masih ada celah dalam pengawasan. Perlu tindakan lebih tegas terhadap produsen dan penjual miras oplosan agar praktik berbahaya ini bisa dihentikan sepenuhnya.
Kematian empat warga Bogor ini seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak untuk lebih waspada. Kesadaran masyarakat akan bahaya miras oplosan harus terus ditingkatkan, sebelum lebih banyak nyawa melayang akibat kelalaian dan ketidaktahuan akan bahaya zat beracun dalam minuman oplosan.(Joko Warihnyo)