Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINESumatera UtaraWisata

Green Card Unesco Untuk Geopark Toba ?

×

Green Card Unesco Untuk Geopark Toba ?

Sebarkan artikel ini
Dr.Wilmar E.Simandjorang Dipl-Ec.,M.Si

Views: 962

Oleh Dr.Wilmar E.Simandjorang Dipl-Ec.,M.Si, Penggiat Lingkungan/Direktur Pusat Studi Geopark Indonesia.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

SAMOSIR, JAPOS.CO – Jika pimpinan dan anggota Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TC UGGp) tidak memahami esensi dari Geopark dan tidak memiliki rekam jejak yang jelas terkait kontribusi mereka terhadap Kawasan Danau Toba, maka kegagalan hanya menunggu waktu.

Para manajer bidang bukanlah ahli di bidang yang mereka jabat, ditambah lagi, tidak ada di antara mereka yang bermukim di kawasan Danau Toba. Temuan dari asesor pada Agustus 2023 menunjukkan bahwa para pimpinan pengelola dan geo-scientist tidak berada di geosite untuk melayani pengunjung, baik untuk keperluan wisata, penelitian, maupun edukasi.

Prinsip Pengelolaan Geopark

Prinsip pengelolaan Geopark sejatinya adalah bottom-up, bukan top-down. Oleh karena itu, proses perekrutan pengelola BP TC UGGp dan penetapan program kerja harus melalui proses yang matang dari bawah, dengan memahami kebutuhan riil dari 16 tapak yang tersebar di 8 kabupaten di Kawasan Danau Toba (KDT). Pengangkatan General Manager (GM) dan para manajernya seharusnya mencerminkan representasi dari kedelapan kabupaten tersebut, yakni sebagai wakil masyarakat Dairi, Karo, Simalungun, Toba, Humbang, dan Samosir. Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk Geopark sebenarnya cukup banyak tersedia di KDT. Namun, mencermati keluhan yang muncul di masyarakat saat ini, baik di media sosial maupun dalam diskusi di tengah masyarakat KDT, proses dan penetapan GM serta para pembantunya tampaknya tidak sesuai dengan prinsip dan paradigma Geopark yang telah disebutkan di atas.

Geopark Toba Belum Memiliki Master Plan dan Rencana Kerja yang Legal Formal

Perhatian utama saat ini adalah waktu yang semakin sempit, hanya tersisa 4 bulan lagi. Toba, yang oleh UNESCO telah diberikan beban berat dengan menyandang “kartu kuning”, akan dievaluasi oleh asesor UNESCO dalam beberapa bulan ke depan. Apakah pengelola ini mampu menyelesaikan semua rekomendasi yang telah diamanatkan oleh UNESCO, yaitu: lima rekomendasi pada tahun 2015, delapan rekomendasi pada tahun 2018, enam rekomendasi pada tahun 2020, dan juga serangkaian rekomendasi pada tahun 2024 (setelah menyandang kartu kuning)?

Selama 4 tahun menjadi Toba Caldera UNESCO Global Geopark dengan kelembagaan dan personel baru, hingga hari ini BP TC UGGp belum memiliki Master Plan TC UGGp yang memiliki legalitas sesuai persyaratan mutlak sebagai anggota UNESCO Global Geopark. Belum ada peta geologi yang menunjukkan sejarah keseluruhan letusan gunung api Toba dan lokasi heritage geologi tersebut dengan informasi lengkap berdasarkan hasil penelitian ilmiah, seperti yang diminta asesor pada Agustus 2023.

Belum ada rencana kerja, baik empat tahunan maupun tahunan. Di lapangan, pada setiap geosite, belum dilakukan kegiatan yang berarti karena tidak didukung anggaran dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Akibatnya, saat mengisi dokumen dosir dan menerima asesor, terjadi kebingungan sesuai dengan permintaan atau pertanyaan asesor UNESCO.

Lalu, apa dasar GM dan perangkatnya yang baru dilantik ini untuk bekerja dalam empat bulan ke depan guna meraih “green card” seperti arahan Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara? Berat, bukan?

Belum lagi dengan status GM yang prestisius saat ini, di mana alamat kantor pusatnya berkegiatan sehari-hari di Kawasan Danau Toba dan memiliki kantor perwakilan di setiap kabupaten dan Medan.

Perlu ditunjukkan secara transparan ketersediaan anggaran pendukung dan sarana pendukungnya sebagai sebuah lembaga bentukan Gubernur dengan pimpinan yang menyandang status GM. Dukungan anggaran ini selama setiap kepengurusan yang dibentuk kurang jelas juntrungannya di Geopark Toba.

Green Card UNESCO untuk Toba atau Toba untuk Green Card UNESCO?

Yang penting juga untuk diketahui publik adalah bahwa kepengurusan sejatinya BP TC UGGp bukan hanya sekadar mencari secarik kertas “green card” sertifikat UNESCO itu, tetapi harus benar-benar di setiap 16 geosite terjadi pembangunan dan aktivitas berbasis Geopark. BP TC UGGp harus mampu menunjukkan kinerja secara kuantitatif dan kualitatif.

Warisan keanekaragaman geologi harus terpelihara, demikian juga warisan keanekaragaman hayati, khususnya keanekaragaman budaya, yang akhirnya bermuara pada peningkatan ekonomi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan moral dan material bagi masyarakat lokal yang bermukim dan mencari nafkah di geosite-geosite TC UGGp.

Setelah 12 tahun lamanya, secara kuantitatif bisa ditunjukkan kehadiran Geopark Toba, selain terjadi kelestarian lingkungan dalam memuliakan Toba serta meraih kesejahteraan rakyat melalui kegiatan-kegiatan usaha kecil menengah dan meningkatnya pengunjung domestik dan mancanegara, dengan masyarakat lokal sebagai pelaku utamanya yang juga menunjukkan secara rinci dukungan seluruh pemerintah daerah dan pemerintah desa se-Kawasan Danau Toba. Jangan justru terjadi keadaan sebaliknya, di mana masyarakat dengan kekayaan Geopark Tobanya hanya diabdikan dan dikorbankan untuk sehelai sertifikat UNESCO itu.

Terakhir, perlu dipertanyakan kepada pengelola yang baru untuk membedakan secara baik dan benar apa yang dimaksud dengan pembangunan pariwisata dan pembangunan berbasis Geopark di masing-masing keenam belas geosite Toba Caldera UNESCO Global Geopark.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *