Views: 114
JAKARTA, JAPOS.CO – Kaukus Nusantara Bersatu menggelar diskusi bertajuk “Arah Indonesia ke Depan” di Jakarta pada Kamis (23/1). Diskusi ini menghadirkan aktivis dan pengamat politik Rocky Gerung serta anggota DPR-RI Benny K. Harman sebagai host. Acara ini bertujuan untuk membahas berbagai tantangan yang dihadapi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam 100 hari pertama masa kepemimpinannya, serta mengeksplorasi berbagai pandangan tentang masa depan politik dan ekonomi Indonesia.
Dalam diskusi yang berlangsung dinamis ini, Rocky Gerung menyoroti beberapa isu strategis yang menurutnya menjadi perhatian publik, mulai dari pengaruh pemerintahan sebelumnya yang masih terasa, hingga langkah-langkah Prabowo dalam menentukan arah kebijakan nasional. Rocky menyampaikan bahwa hingga saat ini masih terlihat adanya keinginan dari kelompok tertentu untuk mempertahankan pengaruh pemerintahan Presiden Jokowi dalam kabinet saat ini.
“Saat ini kita bisa lihat, ada dua kepentingan yang berjalan dalam pemerintahan Prabowo. Satu sisi ada keinginan untuk melanjutkan kekuasaan lama, tapi di sisi lain ada yang ingin bersikap populis sesuai dengan keinginan publik,” ungkap Rocky dalam diskusi tersebut.
Paradigma Pemerintahan yang Belum Jelas
Rocky Gerung menyoroti bahwa hingga kini, pemerintahan Prabowo masih belum menunjukkan arah dan paradigma yang jelas dalam pengambilan kebijakan. Ia membandingkan hal ini dengan langkah cepat yang diambil oleh Presiden Donald Trump saat pertama kali dilantik.
“Donald Trump begitu diambil sumpah langsung mengumumkan paradigma pemerintahannya. Sementara di Indonesia, hingga saat ini kita belum mendapatkan gambaran yang jelas, ke mana arah pemerintahan ini akan dibawa,” kata Rocky.
Salah satu contoh yang ia angkat adalah kasus pagar laut di Tangerang, yang menurutnya memperlihatkan kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah.
“Kasus pagar laut di Tangerang memperlihatkan tidak adanya koordinasi yang jelas di kabinet. Instruksi untuk membongkarnya memang sudah diberikan oleh Presiden dengan melibatkan TNI AL, tetapi hingga kini belum jelas siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang harus dihukum,” paparnya.
Rocky juga menyoroti persoalan proyek reklamasi di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang menurutnya memiliki potensi menimbulkan konflik sosial berbasis etnis dan ras. Ia mengkritik lambatnya penanganan kasus tersebut dan menilai bahwa pemerintah terkesan ‘mencicil’ penyelesaiannya tanpa adanya langkah konkret yang diumumkan kepada publik.
“Publik menunggu kepastian, ingin tahu siapa pejabat yang harus bertanggung jawab, tapi sejauh ini tidak ada ketegasan,” tegasnya.
BRICS dan Posisi Indonesia di Kancah Global
Rocky juga menyoroti keputusan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Menurutnya, langkah ini dapat menjadi pilihan strategis jika bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pemimpin, bukan sekadar anggota pasif. Namun, ia mengingatkan bahwa keputusan tersebut juga memiliki risiko besar.
“Bergabung dengan BRICS sebagai pilihan ideologis adalah hal yang baik, tapi kita harus siap dengan konsekuensinya. Indonesia bisa menghadapi sanksi dari negara-negara Barat karena ekonomi kita masih sangat bergantung pada dolar,” jelasnya.
Ia menilai bahwa Prabowo ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin populis atau bahkan seorang sosialis dengan keberaniannya mengambil risiko besar dalam kebijakan ekonomi global. Namun, ia juga mengingatkan bahwa langkah tersebut harus diiringi dengan strategi ekonomi yang jelas.
“Indonesia bisa saja ingin kembali menjadi pemimpin di ASEAN seperti era Soeharto, tetapi untuk menjadi pemimpin global, kita harus memiliki visi yang lebih kuat,” tambahnya.
Rocky menilai, jika kebijakan bergabung dengan BRICS hanya dilakukan atas dasar pragmatisme tanpa landasan strategis yang kokoh, maka Indonesia berisiko mengalami ketidakpastian ekonomi yang berkepanjangan.
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Dipertanyakan
Salah satu isu lain yang menjadi sorotan dalam diskusi adalah target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan oleh pemerintah Prabowo. Rocky mengkritisi kurangnya penjelasan mengenai langkah konkret yang akan diambil untuk mencapai target tersebut.
“Pemerintah belum menjelaskan secara rinci apa motor pertumbuhan ekonomi yang akan digunakan untuk mencapai target 8 persen itu. Infrastruktur? Manufaktur? Kita belum tahu,” katanya.
Menurutnya, ketidakjelasan ini membuat dunia usaha dan investor ragu-ragu dalam merancang rencana bisnis mereka di tengah ketidakpastian nilai tukar dan inflasi.
“Financial engineering masih ragu-ragu karena mereka tidak melihat kepastian dalam perencanaan pemerintah,” jelas Rocky.
Ia juga menyoroti angka kemiskinan di Indonesia yang dinilai masih jauh dari realitas. Berdasarkan parameter Bank Dunia, jumlah orang miskin di Indonesia bisa mencapai 120 juta jiwa, sedangkan menurut data pemerintah, angka resmi hanya sekitar 19 juta orang dengan 3 juta di antaranya masuk kategori miskin ekstrem.
“Angka kemiskinan yang digunakan pemerintah masih mengacu pada parameter lama dari era Jokowi, yang menetapkan batas kemiskinan di angka Rp 350 ribu per bulan. Padahal, di negara seperti Filipina dan Timor Leste, batasannya sudah jauh lebih tinggi,” ungkapnya.
Kegelisahan Publik dan Harapan Akan Kejelasan Arah Pemerintahan
Rocky Gerung juga menyoroti suasana ketidakpastian yang dirasakan masyarakat saat ini, yang ia sebut sebagai “kegelisahan kolektif yang belum diberi nama”.
“Setiap pemerintahan seharusnya menetapkan apa ideologinya dalam ekonomi dan politik. Saat ini kita belum mendengar hal itu dari pemerintahan Prabowo,” ucapnya.
Ia menilai bahwa suasana gaduh yang terjadi saat ini seolah diciptakan agar mudah dirapikan nantinya. Namun, di sisi lain, ia juga mengakui bahwa ada harapan besar dari masyarakat untuk keberhasilan pemerintahan Prabowo, meskipun belum sepenuhnya yakin dengan arah kebijakan yang diambil.
“Ada sensasi publik yang besar bahwa kita berada di jalur yang benar, sekitar 91 persen. Tapi apakah angka itu mencerminkan keyakinan penuh? Itu masih jadi pertanyaan,” tuturnya.
Diskusi yang diadakan Kaukus Nusantara Bersatu ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama merumuskan gagasan dan masukan yang konstruktif bagi pemerintah. Dengan kolaborasi dan keterbukaan, Kaukus optimistis bahwa kebijakan progresif yang berpihak kepada rakyat dapat terwujud.(***)