Views: 83
PEKANBARU, JAPOS.CO – Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan selebgram asal Pekanbaru, Salsabila alias Cut Salsa , kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Rabu (22/1/2025). Dalam persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi dari pihak korban, termasuk korban utama AHM alias Alisya Hadya Mecca (18).
Sidang terbuka yang berlangsung di Ruang Inklusi dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hendah Karmila Dewi SH, MH. Dalam kesaksiannya, AHM mengungkap kronologi insiden yang terjadi di sebuah kafe di Mall SKA Pekanbaru pada Rabu, 13 Desember 2023 lalu.
Menurut AHM, peristiwa bermula saat ia sedang duduk di area luar kafe. “Tiba-tiba terdakwa menyiramkan air putih dari gelas ke arah saya sambil berkata, ‘Maaf ya, aku sengaja,’” ujar AHM di hadapan majelis hakim.
Tidak terima, AHM mengaku membalas tindakan tersebut dengan menyiramkan air dari botolnya. Namun, respons terdakwa diduga lebih agresif. “Dia menjambak dan mencakar saya hingga terjatuh. Kuku palsunya bahkan terlepas dan tertinggal di rambut saya. Dia juga menghina saya dengan kata-kata kasar,” tambah AHM.
Akibat insiden itu, AHM mengalami luka lecet di pelipis, pipi kanan, dan lengan kanan, serta trauma psikologis. “Secara fisik saya terluka, tetapi mental saya lebih terganggu. Saya sampai takut keluar rumah,” ujarnya.
Dalam sidang, terdakwa Salsabila membantah tuduhan penganiayaan. “Saya sudah kooperatif sejak awal dan pernah berniat meminta maaf, tetapi pihak korban tidak pernah hadir,” ujar Salsabila.
Sementara itu, tim pengacara terdakwa dari Kantor Hukum Daud Pasaribu SH, MH, fokus menggali kesesuaian Berita Acara Pemeriksaan (BAP) korban. Mereka menilai terdapat banyak perubahan dan ketidakkonsistenan dalam keterangan korban.
Pengacara Daud Pasaribu menyoroti bahwa korban dan saksi lainnya, Ridho, mengaku menandatangani BAP tanpa membacanya terlebih dahulu. Selain itu, ia mempertanyakan status pendidikan korban yang berubah-ubah antara keterangan di BAP dan persidangan.
“Fakta lain yang kami temukan adalah perilaku korban, seperti merokok dan masuk ke klub malam, yang diizinkan oleh ibunya sendiri. Hal ini menunjukkan korban sudah dianggap dewasa secara perilaku,” ujar Daud.
Ibu korban, Wenny Mulyono, turut hadir memberikan kesaksian. Wenny menyatakan bahwa insiden tersebut membuat anaknya harus menjalani perawatan psikologis. Ia juga menegaskan bahwa keluarga korban sepakat untuk tidak berdamai karena tidak ada permintaan maaf dari pihak terdakwa.
“Saya sudah memaafkan secara pribadi, tetapi pihak keluarga tidak sepakat untuk berdamai karena mereka tidak pernah meminta maaf,” ucap AHM.
Hakim Hendah sempat mencoba memediasi kedua pihak dengan meminta terdakwa untuk bersalaman dengan korban. Namun, korban menolak dengan alasan belum siap. “Saya hanya mencoba memediasi. Jika tidak bersedia, itu tidak masalah. Semua tergantung kedua belah pihak,” ujar Hakim Hendah.
Tim pengacara terdakwa juga menyoroti tidak adanya rekaman CCTV di lokasi kejadian sebagai bukti. “Aneh, mall sebesar itu CCTV-nya mati saat kejadian. Padahal, rekaman tersebut sangat penting untuk membuktikan siapa yang memulai tindakan tersebut,” kata Daud.
JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, mengingat korban masih berusia di bawah 18 tahun saat kejadian berlangsung. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan untuk mendengarkan keterangan saksi tambahan.
Kasus ini menyedot perhatian publik, terutama karena status terdakwa sebagai figur publik yang dikenal luas di media sosial. Namun, hingga kini kedua belah pihak belum menemukan titik temu untuk menyelesaikan perkara ini secara damai.(AH)