Views: 58
PALANGKARAYA, JAPOS.CO – Dugaan penyimpangan terkait Pembangunan Rumah Dinas (Rudin) Rumah Sakit (RS) Pratama Pujon, yang dikerjakan oleh CV. Nadira Berkah Jaya di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Proyek menelan dana Rp 3.795.000.000,00 bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Tahun Anggaran 2024 tersebut dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Perkumpulan Gerakan Peduli Pembangunan Se-Kalimantan (GPPS), melalui surat nomor : 13/DPW-GPPS/I/2025, tanggal 13 Januari 2025.
Dalam surat tersebut, Ketua DPW GPPS, Diamon mengungkapkan, berdasarkan hasil pantauan pihaknya dilapangan, diduga kuat pelaksanaan pekerjaan dilapangan tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan spesifikasi.
Karena menurutnya, dalam mengerjakan bangunan tersebut pihak pelaksana lebih mengutamakan percepatan tanpa memperhatikan kualitas pekerjaan. Hal itu terlihat jelas pada bangunan pondasi cakar ayam, yang seharusnya kedalaman sekitar 100 cm, dikerjakan hanya dengan kedalaman sekitar 20 cm.
Sehingga membuat sloof bangunan yang seharusnya dihubungkan pada kolom pedestal dengan jarak 70 cm dari cakar ayam, dipasang diatas pondasi cakar ayam.
Kemudian kusen pintu dan jendela bangunan, yang seharusnya menggunakan kayu kelas I, kayu yang memilik kekuatan dan keawetan yang tinggi, dikerjakan menggunakan kayu non kelas (jenis kayu hutan), yang mudah rusak dan lapuk jika terkena semen/beton.
Selain itu, menurut nya kuat dugaan, dalam mengerjakan bangunan tersebut pelaksana menggunakan material galian C illegal/tanpa izin, karena material timbunan yang terpasang diambil atau diperoleh dari hasil penambangan tanpa izin, yang dilakukan disekitar lokasi pekerjaan.
Dalam surat tersebut, Diamon juga mengungkapkan, bahwa penganggaran proyek tersebut diduga kuat mark up, karena menurutnya PPK tidak melakukan pengecekan harga pasar, untuk melakukan review Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sehingga HPS di mark up untuk menedekati harga penawaran.
Bahkan Dia juga menduga, PPK dan PPTK tidak cermat dan teliti dalam melakukan pengecekan dan pengawasan proyek tersebut, serta tidak memahami teknis pekerjaan dilapangan.
“PPK tidak memberikan teguran atau sanksi terhadap pelaksana pekerjaan dan konsultan pengawas yang menempatkan tenaga teknisnya dilapangan, untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan sebagaimana tertuang dalam dalam dokomen kontrak,” paparnya.
Karena menurutnya, dalam kontrak kerja telah ditentukan item pekerjaan yang disyaratkan, guna peningkatan mutu pekerjaan, namun faktanya tidak dilaksanakan sebagaimana disyaratkan dalam kontrak, maka secara teknis item pekerjaan tersebut memiliki kualitas yang jelek atau buruk, daya dukung kualitasnya rendah yang mengakibatkan nilai umur bangunan tidak terpenuhi. (Mandau)