Views: 112
JAKARTA, JAPOS.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (3/12/2024) menjatuhkan vonis lima bulan penjara kepada Ike Farida atas kasus sumpah palsu. Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 242 ayat (1) KUHP. Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu satu tahun enam bulan penjara.
“Memutuskan, menyatakan Ike Farida bersalah melakukan tindak pidana sumpah palsu, menghukum Ike Farida lima bulan penjara,” ujar Ketua Majelis Hakim dalam persidangan.
Usai pembacaan vonis, Ike Farida menyatakan akan mengajukan banding. “Yang Mulia, saya akan menyatakan banding,” ujarnya di persidangan. Sementara itu, penasihat hukum Ike Farida, Agustrias Andhika, mengungkapkan kekecewaannya atas putusan ini. Ia menegaskan akan segera mengajukan banding, seraya menyatakan bahwa sumpah novum yang dipersoalkan dilakukan oleh kuasa hukum Ike Farida, bukan oleh terdakwa secara langsung.
Tindak Pidana Sumpah Palsu
Kasus ini bermula dari pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Ike Farida pada 2020 yang disertai sumpah novum. Tiga dokumen yang digunakan sebagai novum dalam PK tersebut—di antaranya akta perjanjian perkawinan dan surat dari Badan Pertanahan Nasional—dinyatakan sudah pernah digunakan pada perkara sebelumnya. Hal ini menjadi dasar tuduhan sumpah palsu terhadap Ike Farida, yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 24 September 2024 oleh pihak pengembang Casa Grande Residence.
Majelis hakim menyatakan bahwa tindakan Ike Farida dan mantan kuasa hukumnya, Nurindah Melati Monika Simbolon, menunjukkan adanya niat jahat (mens rea). Dalam persidangan, Nurindah mengungkapkan bahwa semua langkah hukum yang diambilnya atas nama Ike Farida dilakukan atas persetujuan dan arahan terdakwa, termasuk penggunaan dokumen novum dalam PK.
Reaksi Publik dan Demonstrasi
Di luar ruang sidang, ratusan massa dari Solidaritas Rakyat Peduli Hukum (SRPH) menggelar aksi demonstrasi. Mereka mendukung keputusan hukum yang menjerat Ike Farida dan mendesak agar majelis hakim memutuskan perkara sesuai fakta yang terungkap di persidangan. “Kami meminta keadilan ditegakkan dan tidak terpengaruh oleh opini yang dibangun pihak terdakwa,” ujar Fandi, perwakilan massa SRPH.
Kilas Balik Perkara
Kasus ini bermula pada 2012, ketika Ike Farida membeli sebuah unit apartemen di Casa Grande Residence. Namun, proses pembuatan PPJB dan AJB terhambat karena Ike Farida, yang bersuamikan warga negara asing, tidak memiliki perjanjian perkawinan pisah harta sebagaimana disyaratkan oleh hukum agraria. Perselisihan ini memicu serangkaian gugatan hukum hingga pengajuan PK pada 2020.
Dalam persidangan PK, sumpah novum menjadi titik kritis yang kemudian menyeret Ike Farida ke kasus pidana sumpah palsu. Meski Ike Farida berkilah tidak mengetahui proses tersebut, mantan kuasa hukumnya dan saksi ahli digital forensik menyatakan bahwa Ike Farida secara aktif memberikan arahan terkait langkah-langkah hukum yang diambil.
Keterangan Para Ahli
Sejumlah ahli, termasuk ahli pidana dan digital forensik, memberikan keterangan yang memberatkan Ike Farida. Saksi ahli digital forensik, Saji Purwanto, menyebutkan bahwa percakapan di grup WhatsApp menunjukkan bahwa terdakwa memberikan arahan kepada kuasa hukumnya terkait sumpah novum. Ahli pidana Prof. Suhandi Cahaya juga menegaskan bahwa tindakan Ike Farida memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP.
Kesimpulan
Putusan PN Jakarta Selatan menjadi tonggak baru dalam perjalanan panjang kasus ini yang berlangsung selama lebih dari satu dekade. Meskipun Ike Farida berencana mengajukan banding, vonis ini menunjukkan bahwa tindakan sumpah palsu dalam proses hukum tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi.(michael)