Views: 48
BANDUNG, JAPOS.CO – Shiva Aryani Binti Suhari, seorang pekerja rumah tangga di Bandung, kini tengah memperjuangkan haknya dalam sidang praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (5/11).
Keputusan Shiva untuk mencari perlindungan ke Kepolisian Sektor Cibeunying Kaler justru berujung pada penetapan dirinya sebagai tersangka pencurian parfum majikannya, Sondang Ria Elisabet Sabarani. Ditemani oleh tim kuasa hukum yang dipimpin Herma Muhamad Hendrawan SH.
Shiva mengajukan gugatan atas dasar penetapan tersangka dan penahanan yang diduga tidak sah serta menyalahi prosedur hukum yang berlaku. Shiva menuntut agar keabsahan dari tindakan polisi tersebut diuji dalam praperadilan, serta meminta keadilan atas dugaan pelanggaran hak asasinya.
Shiva melaporkan, justru dituntut kasus ini bermula ketika Shiva meninggalkan rumah majikannya pada 30 Juli 2024. Ia merasa kebebasannya terkekang, barang-barang pribadinya disita, dan identitasnya dirampas oleh majikan, Sondang Ria.
Pada malam itu juga, sekitar pukul 22.00 WIB, Shiva mencari perlindungan ke Polsek Cibeunying Kaler dengan bantuan tetangga dan petugas keamanan setempat. Shiva berharap laporan tersebut akan memberikan keadilan bagi dirinya. Namun, situasi berbalik ketika Sondang Ria melaporkan Shiva ke Polsek Cibeunying Kaler atas dugaan pencurian parfum, dengan sangkaan Pasal 363 KUHP. Pada 31 Juli 2024, Shiva diminta bertemu dengan pelapor di sebuah ruangan tertutup tanpa disaksikan oleh petugas. Dalam pertemuan tersebut, Shiva mengaku mendapatkan ancaman dan dipaksa untuk mengakui tindakan yang tidak ia lakukan.
“Saya dipaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan,” kata Shiva kepada tim kuasa hukumnya.
Penetapan tersangka tanpa dasar, penahanan melanggar hukum dalam sidang praperadilan ini, Herma Muhamad Hendrawan, SH selaku kuasa hukum Shiva, menyatakan bahwa penetapan Shiva sebagai tersangka dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.
“Penetapan Shiva sebagai tersangka tidak mematuhi prosedur. Klien kami tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka, namun tiba-tiba langsung ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Herman.
Ia juga mengungkapkan bahwa penetapan tersangka ini mestinya batal demi hukum. Herman menambahkan bahwa penangkapan dan penahanan Shiva tidak memenuhi syarat dua alat bukti yang sah. Selama pemeriksaan, penyidik Polsek Cibeunying Kaler hanya mengacu pada laporan lisan dari pelapor tanpa adanya bukti lain yang memperkuat tuduhan tersebut.
“Tindakan yang diambil oleh pihak kepolisian sangat lemah dalam hal bukti. Penangkapan Shiva hanya didasarkan pada laporan sepihak dari pelapor tanpa bukti fisik yang memadai,” ungkapnya.
Perlindungan Hak Asasi Melalui Praperadilan Permohonan praperadilan Shiva didasari Pasal 1 angka 10 KUHAP yang mengatur wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya tindakan penangkapan dan penahanan.
Dengan mengajukan praperadilan, Shiva dan kuasa hukumnya berharap ada evaluasi terhadap prosedur penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat, agar tidak melanggar hak-hak dasar warga negara.
Dalam upaya mencari keadilan, Shiva juga menuntut kompensasi dan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya. Mengacu pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015, besaran ganti rugi yang dituntut Shiva mencapai Rp100.000.000,00, mengingat dampak psikologis dan kerugian material yang ia alami sebagai tulang punggung keluarga.
Tim Kuasa Hukum dan harapan terhadap pengadilan didampingi oleh tim kuasa hukumnya, yang terdiri dari Herma Muhamad Hendrawan, SH Anton Sulthon IF SH, Fajar Ikhsan, SH CLA dan Arief Muhammad Jauhari, SH, Shiva berjuang keras agar sidang praperadilan ini bisa menjadi titik balik yang memulihkan hak-haknya.
Tim kuasa hukum Shiva berharap keputusan pengadilan dapat menegakkan keadilan bagi klien mereka, sekaligus menjadi contoh bagi proses hukum lainnya.
“Kami ingin memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku, bahwa hak-hak dasar warga negara,” tutupnya.(yara)