Views: 1.5K
PESISIR SELATAN, JAPOS.CO – Pengelolaan dan penyaluran bantuan beras untuk warga terdampak banjir di Nagari Duku Induk, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, yang seharusnya meringankan beban masyarakat, justru memicu kemarahan warga. Bantuan yang disalurkan dengan tujuan kemanusiaan ini diduga dijadikan lahan bisnis oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, menambah penderitaan warga yang seharusnya dibantu.
Beberapa warga penerima bantuan mengungkapkan bahwa mereka hanya menerima bantuan beras sebanyak 3 kilogram dalam dua kali penyaluran. Meskipun bantuan ini terlihat bervariasi, namun dalam realitasnya, bantuan yang diterima sangat minim. “Yang lain tidak ada,” ungkap ML, warga berusia 48 tahun, mengeluhkan distribusi bantuan yang tidak transparan.
MJ, warga lainnya, menguatkan keterangan tersebut, dengan menuduh bahwa beras bantuan tersebut banyak dijual keluar oleh pihak yang seharusnya menyalurkan bantuan kepada warga terdampak. “Siapa pembeli beserta barang buktinya sudah ada,” tegas MJ, mengungkapkan bukti yang diduga kuat menunjukkan penyelewengan bantuan ini.
Program BLT dan Ketahanan Pangan: Dugaan Anggaran Fiktif
Tidak hanya bantuan beras, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan ketahanan pangan yang dianggarkan dari Dana Desa (DD) juga menjadi sorotan. Beberapa warga mengungkapkan bahwa terdapat kejanggalan dalam pengelolaan anggaran desa, di mana satu kegiatan menggunakan tiga mata anggaran yang berbeda. Misalnya, proyek perbaikan jamban yang dianggarkan dua kali pada tahun 2022 dan 2023, ternyata diduga merupakan proyek fiktif. Faktanya, proyek perbaikan jamban tersebut ternyata berasal dari Kementerian Kesehatan melalui pokok pikiran (pokir) seorang anggota DPR RI.
Penyalahgunaan dan penyelewengan bantuan ini telah memicu gelombang kemarahan di kalangan warga Nagari Duku Induk. Rasa frustrasi mereka akhirnya memuncak dalam bentuk demonstrasi pada dua lokasi. Pada tanggal 17 April 2024, warga menggelar aksi di halaman Kantor Bupati, dan pada tanggal 29 April 2024, mereka kembali berdemonstrasi di halaman Kantor Wali Nagari Duku. Dalam aksi ini, warga menuntut agar Wali Nagari Duku segera diproses hukum atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan bantuan.
“Kami sebagai warga Nagari Duku sudah melaporkan semua kongkalikong yang dilakukan, baik ke DPMD, Camat, Inspektorat, Kejari, Polres, hingga Ombudsman. Sekarang, semua permasalahan ini telah kami serahkan kepada Ninik Mamak Kerapatan Adat Nagari Duku,” ujar MJ kepada Japos.co pada 28 Agustus 2024.
Dalam menanggapi tuduhan ini, Wali Nagari Duku, Eridal, memberikan tanggapan yang mengejutkan ketika dihubungi oleh Japos.co. “Terima kasih dan salam kenal juga. Senang berteman sama-sama media. Saya (Eridal) Wali Nagari Duku aktif, juga wartawan di salah satu surat kabar harian ternama di Kota Padang,” tulisnya dalam pesan singkat.
Terkait pemanggilan oleh Ombudsman, Eridal mengakui bahwa dirinya telah mendatangi Ombudsman untuk mengklarifikasi semua laporan yang masuk. Namun, ia dengan tegas menolak tuduhan penjualan beras bantuan, menyebutnya sebagai tidak benar.
Di sisi lain, Camat Koto XI Tarusan, Nurlaini, terlihat enggan berkomentar lebih jauh. Saat dikunjungi oleh Japos.co, ia hanya menjawab singkat melalui pesan WhatsApp, “Tunggu sebentar saya sholat dulu.” Setelah ditunggu lebih dari 30 menit, Camat yang satu ini terkesan menghindar, hingga akhirnya Japos.co hanya dilayani oleh Sekcam.
Sekcam Koto XI Tarusan, Riko, yang baru menjabat, mengaku belum memiliki cukup informasi untuk memberikan keterangan lengkap terkait dugaan penyelewengan ini. “Terkait pelaporan warga masyarakat Nagari Duku ke Ombudsman, ya betul dipanggil. Tapi terkait apa dipanggil, itu bukan kewenangan saya untuk menjawabnya,” tutup Riko.
Kasus ini mengungkapkan persoalan serius terkait transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana dan bantuan di tingkat desa. Dugaan penyelewengan yang melibatkan pejabat desa, jika terbukti benar, menunjukkan perlunya reformasi dan pengawasan yang lebih ketat dalam pengelolaan bantuan bencana. Masyarakat Nagari Duku Induk kini menanti keadilan, berharap bahwa para pejabat yang seharusnya melayani mereka justru tidak menjadikan bantuan sebagai ladang bisnis pribadi. (D/H)