Scroll untuk baca artikel
BeritaRiau

Pemilik Tanah Tampe Manurung Minta Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi Turun Tangan

×

Pemilik Tanah Tampe Manurung Minta Kapolda Sumut Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi Turun Tangan

Sebarkan artikel ini

Views: 1K

PADANG LAWAS, JAPOS.CO – Kasus sengketa tanah antara Tampe Manurung (58) dan Rinto Panggabean (40) menggambarkan kompleksitas administrasi tanah di Indonesia yang menjadi sorotan publik karena berpotensi menghasilkan konflik yang panjang.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Tampe Manurung membeli sebidang tanah perkebunan kelapa sawit seluas 145.983,5 meter persegi dari Pinta Suryati Hasibuan (50) yang dicatat dalam sebuah surat keterangan pada 30 Oktober 2021.

Dalam kesepakatan tersebut, Pinta Suriyati Hasibuan menerima ganti rugi sebesar Rp. 789.500.000,- dari Tampe Manurung atas tanah yang terletak di Lokasi Hutan Garingging, Desa Huristak, Kecamatan Huristak, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Surat tersebut juga secara rinci mencantumkan batas-batas tanah.

Namun, dua tahun kemudian permasalahan muncul ketika Rinto Panggabean mengklaim dan mengaku sebagai pemilik lahan tersebut dengan mengatakan memiliki bukti berupa surat kepemilikan. Rinto juga merampas buah sawit yang sedang dipanen oleh anggota pihak Tampe Manurung dengan menggunakan kendaraan pick up warna hitam dengan nomor polisi BK 9211 CR.

Kejadian ini memicu respons tegas dari Tampe Manurung yang kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Barumun Tengah pada 16 Oktober 2023 atas tuduhan pencurian.

“Surat yang dimiliki oleh Saudara Rinto  diterbitkan pada November 2023, sementara surat kami sudah terbit tahun 2021. Lagipula Objek yang tertera di surat mereka berbeda lokasinya dengan lokasi lahan saya tersebut, ukuran luas tanah berbeda, Kantor Desa yang mengeluarkan surat Beliau juga berbeda, tapi kenapa mereka memanen buah sawit di lahan kami?

Sampai saat ini pun mereka masih terus memanen buah sawit di lahan kami tersebut. Kami merasa sangat dirugikan dan telah melaporkan kejadian ini ke Polsek Barumun Tengah untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” ungkap Tampe Manurung kepada media pada Senin (24/06/2024).

Namun laporan tersebut menggantung tanpa penyelesaian selama berbulan-bulan, hingga pada 12 Maret 2024, pihak kepolisian akhirnya memanggil saksi-saksi terkait untuk dimintai keterangan. Tampe Manurung dengan tegas menyatakan kepemilikannya atas lahan tersebut, serta menunjukkan bukti-bukti yang sah.

Kepolisian melakukan penyelidikan menyeluruh guna mengungkap fakta-fakta terkait kasus ini dan memastikan tindakan hukum yang tepat sesuai dengan Pasal yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Peristiwa ini menyoroti tantangan dalam administrasi tanah di pedesaan, di mana perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah harus diperkuat guna mencegah konflik serupa di masa depan.

Kasus ini juga menegaskan pentingnya kejelasan dan keamanan hukum dalam transaksi properti di Indonesia serta perlunya peran aktif pemerintah dalam mengelola dan mengawasi administrasi tanah untuk kepentingan semua pihak terkait.

“Kami memohon kepada Kapolda  Sumatera Utara Irjen Pol Agung Imam Setya Efendi untuk membantu menuntaskan laporan kami di Polsek Barumun tengah Polres Padang Lawas. Kami menduga ada mafia tanah yang  bermain dalam kasus ini,” tutup pria yang aktif di pelayanan Gereja cabang GBICC ini. (AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *