Views: 1.8K
SURABAYA, JAPOS.CO – Terkait kehadiran Polda Jatim obok-obok Balai Desa Jambean Kecamatan Kras, seperti diberitakan Japos.co tertanggal (27/10/2023), bahwa kasus ini terjadi pada tahun 2017 terkait dugaan penggelapan dana kompensasi tukar guling. Dimana yang dilaporkan adalah pihak Pemerintah Desa Jambean.
“Kasus ini ditangani Ditreskrimsus Polda Jawa Timur. Kedatangannya ke kantor desa benar adanya. Menyita beberapa barang bukti yang diduga sebagai hasil dari penggelapan dana. Datang dua kali, pada Rabu sore dan Kamis pagi, atas kasus dugaan tindak pidana korupsi,” jelas sumber enggan disebutkan identitasnya, kemarin.
Dari pantauan japos.co pengembangan kasus berlanjut dipersidangan di Tipikor Surabaya.
Sidang Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa Hari Amin, selaku kepala desa non aktif Desa Jambean Kecamatan Kras kembali dilanjutkan setelah tertunda karena Pemilu, Jumat (24/02).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri menghadirkan saksi dari Bank Jatim dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kediri di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya.
Dari keterangan pihak Bank Jatim Unit Ngadiluwih didapat pengakuan jika pihaknya diminta untuk mencairkan dana oleh terdakwa Hari Amin. Tak tanggung-tanggung, dana yang dicairkan sebesar Rp. 1,1 milyar.
Sebagai bentuk pelayanan terhadap nasabah, pihak bank tentu saja menyetujui permintaan kepala desa dan mengantarkannnya ke salah satu Balai Latihan Kerja (BLK) berada di Desa Jambean. BLK ini dari keterangan sejumlah sumber, merupakan tempat usaha milik Hari Amin.
Saat proses pencairan, pihak Bank Jatim hadir terdiri empat orang, yakni petugas keamanan, sopir dan dua pegawai teller. Keterangan saksi ini, dibenarkan terdakwa saat ditanya majelis hakim. Tentunya ini bertolak belakang dengan keterangan terdakwa sebelumnya, bahwa dirinya tidak pernah menerima uang sebesar itu dari pihak bank.
Saksi kedua pihak BPN, menjelaskan jika tanah yang disengketakan sebelumnya berdasarkan dokumen jaman Belanda dan dimiliki oleh PG. Ngadirejo. Bahwa seharusnya yang mengajukan sertifikat ini, seharusnya pihak pabrik gula. Hal ini membuat majelis hakim mempertanyakan, lalu siapakah yang mengajukan diterbitkan sertifikat.
Kenapa justru pihak kepala desa yang mengajukan pengurusan sertifikat malah bukan dari pihak PG. Ngadiredjo, bila mengacu keterangan pihak BPN.
“Saudara bisa menyimpulkan sendiri,” ucap majelis hakim ditujukan kepada terdakwa duduk di kursi pesakitan. (junn)