Views: 1.2K
Oleh : Domas Hani (Wartawan Japos.co Sumbar).
TANAH DATAR, JAPOS.CO | Keputusan Bupati Tanah Datar untuk menolak izin kampanye salah satu partai di Istano Basa Pagaruyuang telah menciptakan sorotan dan ketidakpastian yang membingungkan.
Pasalnya, kegiatan Desak Anies yang semula akan dilaksanakan di Istana Basa Pagaruyung, batal dilaksanakan dan dipindahkan ke Lapangan Cindo Mato Batu Sangkar.
Meskipun merujuk pada UU No. 11 tahun 2010, analisis mendalam menunjukkan bahwa klaim terkait status cagar budaya Istano Basa Pagaruyuang tampaknya terbukti meragukan.
Pertanyaan krusial muncul saat diketahui bahwa Istano Basa Pagaruyuang tidak terdaftar sebagai objek cagar budaya yang dilestarikan.
Klaim Bupati, yang bersandar pada UU No. 11 tahun 2010 pasal 85, terasa hampa tanpa bukti konkret penetapan sebagai cagar budaya.
Ini menciptakan kerancuan substansial terkait dasar penolakan izin kampanye.
Ketidakpastian ini menyoroti kebutuhan mendesak akan klarifikasi dari pihak berwenang.
Keterbukaan dan transparansi menjadi kunci untuk menjelaskan apakah penolakan ini didasarkan pada pertimbangan hukum yang sah atau faktor lain yang belum diungkapkan.
Tanpa bukti resmi penetapan, penolakan tersebut dapat merugikan warisan budaya yang seharusnya dilindungi.
Fokus utama saat ini adalah memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat.
Diperlukan peran aktif lembaga kultural dan ahli sejarah untuk memberikan perspektif mendalam terkait status Istano Basa Pagaruyuang.
Klarifikasi ini menjadi kunci agar masyarakat dapat membentuk pandangan yang objektif, sambil memastikan perlindungan yang layak terhadap warisan budaya yang memiliki nilai signifikan bagi Tanah Datar.
Bupati harus memberikan klarifikasi publik terkait penolakan ini, dan supaya Bupati berkolaborasi dengan lembaga kultural dan ahli sejarah dalam menentukan status Istano Basa Pagaruyuang dapat memperkuat dasar keputusan.
Bupati juga harus menyampaikan proses penetapan istano basa pagaruyung sebagai cagar budaya secara transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif.***