Views: 315
CIAMIS, JAPOS.CO – Organisasi Pelajar Mahasiswa XTC (PM XTC) bersama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Ciamis melaksanakan audiens di Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (DPUPRP) Kabupaten Ciamis, Selasa (3/10).
Kedatangan para mahasiswa tersebut disambut baik oleh kepala Dinas PUPRP Kabupaten Ciamis, H. Andang Firman Triyadi, didampingi Sekretaris Dinas, Hilman Hidayat beserta para staf.
Dalam audiensi tersebut, para mahasiswa mempertanyakan pembangunan jembatan Benteng Manonjaya (Betmen) yang menghubungkan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya.
Ketua PM XTC, Rizal Purwonugroho mengatakan, tujuan dari audiens tersebut untuk mempertanyakan proyek jembatan tahun 2016 yang mangkrak hingga saat ini. Menurutnya, ditutupnya Jembatan Cirahong sangat berpengaruh kepada aktivitas ekonomi masyarakat khususnya Ciamis. “Jembatan Benteng Manonjaya ini menjadi alternatif yang paling efektif untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat Ciamis dan Tasikmalaya, berpotensi mendongkrak ekonomi serta wisata di Ciamis,” katanya.
Selain itu, lanjut Rizal, pihaknya juga menanyakan keseriusan pemerintah daerah dan pusat sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Jabar Selatan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Ciamis, H. Andang mengakui bahwa proyek pembangunan Jembatan Benteng Manonjaya tersebut sebenarnya sudah dari tahun 2016. “Bupati Ciamis dan Bupati Tasikmalaya sudah ada kesepakatan dalam pembangunan Jembatan Benteng Manonjaya dengan mengalokasikan anggarannya melalui APBN. Kedua pimpinan sudah mengusulkan sehingga melahirkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021,” terangnya.
- Andang menjelaskan bahwa kedua pemimpin pun sudah mencari lokasi yang tepat dimana akan dilakukan pembangunan tersebut dan sampai pada akhirnya disimpulkan di daerah Benteng untuk wilayah Kabupaten Ciamis dan Manonjaya untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya. “Namun demikian ada pembagian kewenangan pemerintah pusat menyediakan pembangunannya dan pemerintah kabupaten menyediakan lahannya,” jelasnya.
Namun, ungkap H. Andang, dalam pelaksanaannya diberatkan dengan pembebasan tanahnya yang harus menyediakan anggaran Rp 12 miliar, sedangkan Tasikmalaya Rp 24 miliar. “Tentunya itu nilai yang sangat besar, sedangkan untuk satu tahun kegiatan saja APBD tidak lebih dari Rp 65 miliar dan jika anggaran tersebut digunakan tidak akan mampu sehingga sampai saat ini belum terealisasikan,” ungkapnya.
Diketahui, banyak manfaat yang dirasakan dengan merealisasikan proyek tersebut. Salah satunya bisa memperpendek jarak sehingga akan lebih efektif dan efisien dalam segi biaya. Dengan begitu tidak menutup kemungkinan perekonomian kedua belah pihak akan meningkat dengan adanya jembatan penghubung ini.
Selain itu, H. Andang mengaku sudah memiliki solusi untuk menanggulangi dampak negatifnya dalam pembangunan proyek tersebut. “Kita juga sudah menyiapkan jika nanti ada pembebasan lahan dan menyebabkan sawah tergusur. Kita mempunyai lahan cadangan yang sudah kita siapkan sehingga tidak akan mempengaruhinya dan tentu saja lahan yang kita siapkan memenuhi standar untuk melakukan penanaman padi,” ungkapnya.
Mengakhiri audiensi, H. Andang berharap agar para mahasiswa bisa terus mengadvokasi kebutuhan infrastruktur yang bermanfaat baik bagi masyarakat. “Semoga dengan audiensi ini bisa menjadikan atensi kepada pemerintahan provinsi maupun pusat agar bisa segera direalisasikan, karena potensi dalam proyek tersebut sangat besar. Selain bisa meningkatkan perekonomian juga bisa menarik para investor untuk berinvestasi,” pungkasnya. (Mamay)