Views: 380
SIMALUNGUN, JAPOS.CO – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Cipta Kerja mempertahankan ketentuan larangan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya dengan sejumlah alasan.
Dalam Pasal 153 Perpu tersebut disebutkan, terdapat sepuluh (10) alasan yang tidak dapat digunakan pengusaha untuk PHK para pekerjanya. Diawali dengan larangan PHK bagi pekerjanya yang berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
Selanjutnya, berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; menikah; hingga hamil.
“Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,” sebagaimana dikutip dari Pasal 153 ayat 1 huruf e Perpu Ciptaker,
Di sisi lain, pengusaha juga dilarang PHK pekerjanya dengan alasan mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
Dilarang pula PHK karyawan yang mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Karyawan yang mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan juga dilarang terkena PHK. Demikian juga bila berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
Terakhir, dilarang PHK dengan alasan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
“Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/ buruh yang bersangkutan,” tulis ayat 2 Pasal 153 Perpu ini.
Selanjutnya Pemerintah membantah adanya aturan yang memperbolehkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pengusaha.
Anggota Depicab.WKI Simalungun Putra Sean C.Meliala, saat bincang bersama di Kafe Mitra Jalan Merdeka Kota Pematangsiantar menyebutkan, sepengetahuannya bahwa PHK harus melalui proses. PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja/buruh dan pekerja/buruh memberikan persetujuan atas menerima keputusan PHK tersebut.
“Karena itu, perusahaan tidak bisa sembarangan melakukan PHK tanpa proses yang jelas, apalagi jika berlaku sewenang-wenang,” ucap Putra Sean C.Meliala.
Lanjut Putra Sean C Meliala menyebutkan bahwa, dasar aturannya masih berlaku pada aturan yang lama.
“Bila terjadi perselisihan PHK, maka diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” ucap Putra mengakhiri.
Penjelasan di atas karena sebelumnya, PTPN IV kebun Dolok Ilir kabupaten Simalungun Sumatra utara, melakukan Pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja nya yang di anggap melakukan pelanggaran. (Zul)