Views: 535
BANJAR, JAPOS.CO – Pemerintah Kota Banjar mengalami defisit APBD Kota Banjar tahun 2023 sebesar Rp 48 miliar. Kenyataan atas kemampuan pengelolaan anggaran pun jadi sorotan publik. Akibatnya, terakhir ini banyak diperbincangkan berbagai kalangan. Termasuk elemen mahasiswa yang tergabung Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Banjar.
Wujud keprihatinan terhadap pengelolaan APBD Kota Banjar tahun 2023 yang defisit puluhan miliar tersebut, secara otomatis eksekutif dan legislatif menjadi sosok utama yang dipersalahkan dan dipertanyakan kinerjanya selama ini.
Ragam pernyataan itu terungkap saat diskusi resmi belasan mahasiswa terkait defisit APBD Kota Banjar tahun 2023 sebesar Rp 48 miliar di akhir masa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar di Sekretariat GMNI Kota Banjar, Jumat (11/8).
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kota Banjar, Kresty Amelania Putri, kondisi keuangan daerah yang tidak sehat ini, jelas menjadi batu sandungan bagi akselerasi pembangunan ditengah fiskal daerah yang terbatas. ” Sokongan dana yang besar bersumber dari APBD itu dapat berbalik menjadi beban pada penyelenggaraan APBD 2024 dan pemerintah kedepannya ,” ujarnya.
Bercermin kenyataan itu, diharapkan Pemerintah Kota Banjar, selaku eksekutif dan legislatif mampu bekerja lebih serius lagi mengatasi keuangan yang defisit ini serta menggaransi agar pelaksanaan dilapangan benar-benar transparan dan akuntabel. ” Jangan sampai itu menjadi bahan bancakan segelintir orang yang terhubung dengan kekuasaan demi meraup keuntungan yang bersumber dari APBD itu. Untuk itu, diharapkan pengawasan terhadap seluruh tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBD Kota Banjar diperketat lagi sekarang ini, “ tegas Kresty.
Selain itu, dia berharap dipersiapkan dengan berbagai skema penerimaan daerah sekarang ini, sehingga berdampak multiplier effect melalui program-program yang benar-benar dapat berkesinambungan dan puncaknya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Banjar. ” Bukan hanya sebatas jargon yang disampaikan secara berbusa-busa di mimbar-mimbar politik maupun diberbagai acara seremonial pemerintahan dan ruang-ruang publik itu ,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 6 dan Pasal 7, dikatakan Kresty, sebenarnya defisit APBD Kota Banjar tahun 2023 ini dapat diantisipasi pemerintah. Yakni, melalui Sekretaris Daerah (Sekda) selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah bersama Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) secara berkelanjutan. Yakni, melalui pengawasan terhadap pelaksanaan belanja masing-masing perangkat daerah. Baik, itu bersumber dari APBD maupun Dana Alokasi Khusus (DAK).
Bersamaan itu, Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah
(Bappelitbangda) Kota Banjar mampu berperan maksimal dalam menyusun RKPD, sesuai hasil Musrenbang secara bertingkat. ” Jika saja Bappelitbangda bisa memastikan keselarasan antara program prioritas dengan kemampuan fiskal daerah, tercermin adanya dalam plafon anggaran yang diperuntukkan bagi seluruh perangkat daerah yang ada di Kota Banjar, diyakini tak akan mengalami defisit puluhan miliar tahun 2023 ,” ujarnya.
Lebih lanjut DMNI Kota Banjar, memandang, implementasi visi-misi dan janji politik Kepala Daerah, dalam hal ini Walikota Banjar acapkali berkehendak untuk terlihat populer saja. “Saat ini, terkesan adanya kebijakan yang dipaksakan, tanpa dimatangkan dahulu dengan kajian yang memadai berkaitan dengan dukungan fiskal daerah dan regulasi yang menyertainya. Terlebih lagi Kepala Daerah Kota Banjar saat ini memasuki akhir masa jabatannya ,” tutur Kresty.
Menurutnya, hal ini menunjukan kemampuan Pemerintah Kota Banjar dalam mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat melalui berbagai skema program pembangunan masih tergolong rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. ” Fakta, bahwa defisit anggaran Kota Banjar saat ini sudah didepan muka. Solusi dengan berbagai skema beserta masing-masing konsekuensi yang menyertainya harus dikaji matang-matang oleh Pemerintah Kota Banjar ,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menilai perlu adanya kajian ulang terkait sumber penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH). Kemudian, diperlukan efisiensi anggaran dan penundaan belanja perangkat daerah yang dinilai tidak prioritas guna menutup defisit APBD 2023.
Selanjutnya, Tim Pengelola Keuangan Daerah (TAPD) kembali melakukan pembahasan mendalam terhadap keseluruhan program dan kegiatan yang dibiayai APBD. Ini penting supaya pelaksanaannya itu semua terealisasi sesuai target. Baik, fisik maupun keuangan. ” Tak kalah penting yang perlu dipikirkan bersama, adalah output atau outcome program itu diharuskan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dan menyeluruh, selaku penerima manfaat APBD Kota Banjar ,” ungkap Kresty.
Ditempat terpisah, sebelumnya Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah Kota Banjar, Asep Mulyana, mengatakan, defisit yang dialami Kota Banjar dan Kabupaten Kota lain selama tahun 2023, imbas
pemberlakuan Permenkeu Nomor 211 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Otonomi Khusus, juga pemberlakuan Permenkeu Nomor 212 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagian Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya Tahun Anggaran 2023.
Dijelaskannya, aturan diterima Februari 2023. Bersamaan itu, APBD tahun 2023 sudah ditetapkan akhir tahun 2022. Otomatis, APBD tahun 2023 yang sudah dibuat seimbang antara penerimaan dan belanja pegawai ini berubah, kas daerah defisit. “Sebenarnya, Kota Banjar mengalami defisit Rp 48 miliar. Terbantu adanya dana tranfer ke daerah Rp 7 miliar, menjadi Rp 41 miliar. Upaya menutup defisit Rp 41 miliar, pihaknya sudah berupaya melakukan efisiensi kegiatan sebesar Rp 19 miliar, termasuk mengurangi alokasi studi banding. Kemudian, ada penambahan bagi hasil dari pajak yang dipungut Provinsi Jabar sebesar Rp 3,4 miliar, “ jelas Asep.
Potensi penambahan anggaran untuk defisit, ada kelebihan anggaran Rp 16 miliar, dari gaji P3K yang totalnya Rp 25,5 miliar. Untuk di Kota Banjar, gaji P3K yang terserap Rp 9 miliar, karena banyaknya P3K yang kosong akibat tak lolos seleksi. ” Jika saja kelebihan gaji P3K sebesar Rp 16 miliar itu bisa dialihkan dan kembali ke daerah, secara otomatis defisit semakin berkurang. Saat ini sedang diupayakan ke Pusat, termasuk supaya TPP ASN tak mengalami pemotongan ,” pungkasnya. (Mamay)