Views: 289
BANDAR LAMPUNG, JAPOS.CO – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung menggelar diskusi publik dengan tema “Media Sosial (Medsos) bukan Produk Pers” di hotel Golden Tulip, Kamis (27/7/2023).
Ketua pelaksana diskusi publik PWI Lampung Ariyadi Ahmad mengatakan, kegiatan ini merupakan rangkaian acara dari Hari Pers Nasional (HPN) Daerah 2023.
Diskusi dengan tema “Medsos Bukan Produk Pers” ini akan diisi oleh tiga pemateri, yakni wakil ketua dewan pers Agung Darmajaya, Konsultan Digital Rudi Nasrullah, dan akademisi Unila Guntur Purboyo.
Aryadi mengungkapkan, berdasarkan data jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta per Januari 2023, setara dengan 60,4% dari populasi dalam negeri.
Kemudian untuk pengguna internet di Indonesia 212,9 juta dan rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam setiap harinya.
“Penggunaan internet di Indonesia bisa menimbulkan nilai positif dan juga negatif, sehingga sering terjadi perpecahan karena adanya disinformasi,” katanya.
Menurutnya, literasi digital harus menjadi bagian dari pendidikan masyarakat agar tidak ada lagi yang dinamakan disinformasi di media sosial.
Penyebaran informasi di media sosial tidak bisa dibendung dan tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh oknum-oknum di balik akun-akun medsos.
Ini menjadi problem, diharapkan diskusi ini nanti akan membuahkan solusi-solusi atau paling tidak ada apa sejenis saluran lain yang kemudian tidak lagi bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang memanfaatkan media sosial kemudian tidak dipertanggungjawabkan.
“Saya kutipan dari seorang senior bawah jika anda berada di dalam forum ini dan menganggap bahwa forum ini adalah forum yang biasa-biasa saja maka anda akan keluar dari forum ini dengan biasa-biasa saja,” katanya.
Ketua PWI Lampung Wirahadikusumah mengatakan, PWI mengangkat tema ini untuk menegaskan, bahwa media sosial itu juga tidak berbadan hukum.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk bisa membedakan produk yang dihasilkan media sosial itu adalah informasi dan apa yang dihasilkan oleh pers itu adalah berita.
Medsos itu siapapun bisa menciptakan informasi, tapi kalau pers itu penanggungjawabnya bisa ditelusuri siapa yang membuatnya.
“Ini bentuk kegelisahan kami, karena kami khawatir masyarakat memandang apa yang diinformasikan di media sosial adalah produk jurnalistik, padahal bukan. Maka kami mengajak para wartawan agar kita membersihkan informasi yang menyesatkan,” katanya.
Insans pers memiliki metode dalam membuat sebuah produk jurnalistik dan terikat dengan kode etik jurnalistik.
“Kami juga punya moral. Wartawan itu sangat-sangat dipertaruhkan, ketika memang informasi hoax yang akan disebarkan maka fatal. Reputasi wartawan tersebut hancur siapa lagi yang percaya dengan informasi yang kami sampaikan,” ujarnya.
<Dirinya juga meminta kepada masyarakat, apabila merasa informasi yang disampaikan oleh merugikan silahkan laporkan ke dewan pers. Nanti akan dilakukan penelitian oleh dewan pers melanggar atau tidak.
“Dewan pers hadir bukan untuk melindungi kami, tapi juga melindungi masyarakat dari informasi yang menyesatkan,” katanya. (*)